Evilution, Part 8

Jikalau kisah ini hanya berhenti hanya disini saja, tak akan banyak
yang kuungkapkan dalam pengakuan dosaku, dan memang ini tak hanya
berhenti di malam itu saja. Aku mempunya janji kencan kedua dengan
Charles beberapa minggu setelahnya, dan untuk sebuah sebab,
membayangkan kencan keduaku bersamanya membuatku sangat bersemangat,
bahkan sedikit bergairah. Kupilih sebuah gaun yang sexy dan bahkan
sepasang pakaian dalamku yang paling nakal, meskipun aku tak bermaksud
untuk mengijinkan Charles untuk melihatnya. Hanya saja membuatku merasa
sexy mengenakannya, itu saja.

Kevin merasa sedikit nervous
akan kencan keduaku dengan kliennya kali ini. Dan jujur saja akupun
begitu. Namun, Charles sekali lagi bersikap sangat begitu sopan dan
segera saja perasaan canggungkupun sirna dan aku merasa sangat rileks
berada didekatnya.

Setelah dinner, kami pergi ke sebuah dance club. Charles tak begitu
lama turun berdansa denganku. Tapi ada beberapa pria yang memintaku
untuk berdansa dan mereka sangat mahir diatas lantai dansa. Mereka
menginspirasiku, mereka dan minuman yang kukonsumsi saat dinner tadi.
Kalau mau berkata jujur aku aku rasa memang aku sudah terlalu banyak
minum. Kurasa itulah pengakuan dosaku yang pertama.

Pengakuan dosaku yang kedua adalah caraku membiarkan para pria tersebut
menari denganku. Kebanyakan musik yang mengiringi adalah yang berirama
cepat dan menghentak, tipe musik yang iramanya akan membuat tubuhmu
terus bergerak mengikutinya. Tapi saat irama musiknya berganti dalam
irama yang sendu dan roman mereka tetap memintaku untuk menemani mereka
diatas lantai dansa, kujawab ‘kenapa tidak’.

Salah satu dari mereka adalah pria muda yang sepertinya anak kuliahan
berpostur tinggi. Dia dengan ‘tak sengaja’ menyentuhkan tangannya pada
dadaku beberapa kali. Aku rasa puting payudaraku tentu tercetak dibalik
kain tipis gaun yang kukenakan. Pria yang lainnya dengan sengaja
membelai tepian payudaraku saat kami menari. Pasangan dansa yang
lainnya memepetkan tubuhku ketubuhnya, menempelkan salah satu pahanya
pada pahaku dan memastikan kalau aku dapat merasakan ereksi
selangkangannya kala kami bergerak mengikuti irama musik. Aku tidak
menjauh, namun sebaliknya semakin kudorong tubuhku kearahnya. Belum
pernah kurasakan dalam hidupku kesenangan menari seperti ini.

***

Diantara jeda dansa tersebut, aku kembali ke mejaku dan mengkonsumsi
lebih banyak minuman lagi bersama Charles dan kuajak dia untuk menari
denganku, namun dia kembali menolak dan berkata kalau dia lebih senang
melihatku menari. Kevin tak mengijinkanku melakukan apa yang
diperbolehkan oleh Charles, menjadi diriku sendiri untuk sekali waktu.
Kuberi dia sebuah kecupan dipipi dan berterima kasih padanya karena
tidak mencercaku setelah melakukan ‘tarian nakal’. Dia tertawa dan
menoleh saat seorang pria berwajah tampan meminta ijin padanya untuk
mengajakku berdansa.

“Kalau dia mau,” jawabnya sambil menoleh kearahku.

Pria ini terlihat yang paling tua diantara pria muda tadi,
penampilannya seperti seorang eksekutif paroh baya. Dia perkenalkan
dirinya sebagai Henry. Dia memiliki sebuah senyum yang menawan. Kuteguk
sekilas minuman yang entah berjenis apa yang telah dipesan Charles
sebelumnya, lalu kusambut uluran tangan Henry. Pria ini tipe penyuka
musik berirama lambat. Dia tidak begitu merespon saat musik cepat
dimainkan, tapi begitu irama berganti lambat, tangannya langsung
menyergap tubuhku dan merengkuhku mendekat, menyandarkan kepalaku
dibahunya. Mulutnya berada didekat telingaku dan terus menerus dia
memuji betapa aku seorang penari yang mahir, dan betapa tubuhku terasa
nyaman dalam pelukannya.

“Kekasihmu adalah seorang pria yang sangat beruntung,” katanya,
bibirnya menggesek telingaku. “Aku berani bertaruh kalau kamu
membuatnya merasa sangat bahagia,” sambungnya.
Kutatap wajahnya. Pandangan iblisnya mengisyaratkan konotasi seksual
dalam kalimat terakhirnya. Tapi kuberpura-pura bodoh. “Maksudmu di
ranjang?”
“Ya, manis, itu yang kumaksudkan. Aku berani bertaruh kalau kamu akan
membuat orang tua sepertiku bisa mendapatkan serangan jantung dibalik
selimut.”

Dalam kondisi normal aku akan merasa dilecehkan oleh perkataan
mesumnya, namun malam itu aku mengalami sebuah perasaan bebas yang baru
dan merasa perkataan kasar dari pria asing ini lebih terdengar
menggairahkan daripada melecehkan. Dan pengakuan dosaku-pun terus
berlanjut .

“Thanks untuk pujiannya, tapi itu tak akan terjadi dibalik selimut, sayang” jawabku.
“Apa maksudmu?”
“Saat aku bercinta, aku lebih suka di atas.” Itu bohong, tapi kupikir itu terdengar mesum.
“Oh, Baby,” dia mengerang ditelingaku. “Kamu sangat hot!”

Irama musik usai setelah itu, dan kulepaskan diriku dari pelukan kuat Henry dan beterima kasih padanya untuk dansanya.

Kembali ke mejaku, Charles berkata kalau dia melihatku mengobrol dengan
Henry dan menanyakan apa yang kami perbincangkan. “Dia pikir kalau aku
kekasihmu,” jawabku.
“Apa jawabmu?”
“Kujawab memang.”
“Apa dia percaya?”
“Ya, kurasa begitu.”

“Sini, kita buat dia tak merasa ragu,” kata Charles, lalu dia
membungkuk mendekatiku dan menciumku tepat dibibir. Ini sangat tak
kusangka dan untuk sesaat kubiarkan saja dia mencium bibirku yang
bergetar. Namun kala ciumannya tak jua usai, secara naluriah kumulai
balas ciumannya. Dan saat ia mulai mendesakan lidahnya diantara
bibirku, rasanya sangat alamiah untuk rileks dan membiarkannya. French
kiss adalah sesuatu yang sangat kusenangi, dan segera saja kuimbangi
desakan Charles, mengeksplorasi ciuman basah dengan lidahku,
menyelipkan lidahku ke dalam mulutnya.

Kami habiskan minuman kami dan meninggalkan club. Udara malam diluar
sangat menusuk tulang, namun membuat kondisiku berangsung pulih dari
pengaruh alkohol.

“Aku tak berani berharap untuk dapat mengajak ‘kekasihku’ mau menikmati
pemandangan kota dari kamar hotelku,” katanya saat kami berjalan dengan
bergandengan tangan.

Aku tertawa geli. Aku mendapatkan begitu banyak kesenangan dan merasa
belum ingin kembali ke ruamah, lalu kukatakan padanya “Kekasihmu akan
sangat senang untuk melihat pemandangannya.”

Charles menghentikan sebuah taksi dan kamipun masuk ke kursi belakang.
Tanpa berpikir, aku meringkuk ke pelukannya, kurasakan bagai bersama
suamiku sendiri. Semangat dan gairahku masih sangat membakar diriku,
dan aku hanya ingin dipeluk dan diperhatikan. Charles memperlihatkan
seluruh perhatiannya dari apa yang kuisyaratkan dan dia memberikan
sebuah ciuman. Kubalas ciumannya, dan kala tangannya menyentuh
payudaraku, kubiarkan saja tangannya tetap berada di sana. Kami terus
berciuman dan dia meremas lembut payudaraku disepanjang perjalanan
menuju ke hotel…

***

Leave a comment