Threesome

Posted in Uncategorized on August 24, 2009 by ceritaindo

Aku menikah cukup lama, 5 tahun. Banyak orang bilang umur pernikahan 5 tahun adalah masa masa genting. Akupun merasa hambar terutama setahun terakhir, dalam urusan sex. Suamiku kurang suka mengekploitasi teknik teknik dalam bercinta, terlalu monoton.

Terkadang aku berpikir, mengapa suamiku tidak ingin menyeleweng. Dia terlalu baik, padahal aku perlu merasa cemburu .Cemburu adalah rasa memiliki. Pernah aku berpikir untuk menyeleweng. Sebenarnya aku nggak suka tetapi aku ingin suamiku cemburu.

Kemarin suamiku pulang membawa film bokep, hmmm tumben..”Ayo ma nonton..lama kita gak nonton bareng…refreshing….OK ?” Ajak suamiku sambil tiduran.

Filmnya cukup heboh, karena penuh adegan satu cewek yang disetubuhi 2 cowok. AKu selama ini Cuma sekali dua kali nonton tapi tidak pernah melihat adegan bercinta model begitu. “ Bercinta model apaan itu pa ? kok kelihatannya enak banget” Tanyaku, terus terang aku menyukai gaya bercinta seperti itu.

“Itu threesome namanya ma, kenapa ? kelihatan enak ya…memang kamu suka ? “ Tanya suamiku, wajahnya agak cemberut.
Continue reading

Belajar threesome dari teman teman suamiku

Posted in Uncategorized on August 24, 2009 by ceritaindo

Aku menikah cukup lama, 5 tahun. Banyak orang bilang umur pernikahan 5 tahun adalah masa masa genting. Akupun merasa hambar terutama setahun terakhir, dalam urusan sex. Suamiku kurang suka mengekploitasi teknik teknik dalam bercinta, terlalu monoton.

Terkadang aku berpikir, mengapa suamiku tidak ingin menyeleweng. Dia terlalu baik, padahal aku perlu merasa cemburu .Cemburu adalah rasa memiliki. Pernah aku berpikir untuk menyeleweng. Sebenarnya aku nggak suka tetapi aku ingin suamiku cemburu.

Kemarin suamiku pulang membawa film bokep, hmmm tumben..”Ayo ma nonton..lama kita gak nonton bareng…refreshing….OK ?” Ajak suamiku sambil tiduran.

Filmnya cukup heboh, karena penuh adegan satu cewek yang disetubuhi 2 cowok. AKu selama ini Cuma sekali dua kali nonton tapi tidak pernah melihat adegan bercinta model begitu. “ Bercinta model apaan itu pa ? kok kelihatannya enak banget” Tanyaku, terus terang aku menyukai gaya bercinta seperti itu.

“Itu threesome namanya ma, kenapa ? kelihatan enak ya…memang kamu suka ? “ Tanya suamiku, wajahnya agak cemberut.

Hmmm kesempatan untuk melihat seberapa besar cemburunya. “ Kelihatannya asyik tuh pa…gimana ya rasanya disetubuhi 2 cowok ganteng begitu. Kepengen nehhh…” Kataku santai.

“Hmmm..gitu ya..bener kepengen nehh ? aku bilangin ma…kalo kamu nyeleweng main dengan 2 cowok gitu, aku cerai kamu, bener nih…!!” Katanya emosi.

“Haduh papa…ya deh..kalo gitu ngapain bawa film kayak begini…mestinya jangan dibawa dong..mending bawain yang ceweknya dua gitu..papa sendiri yang kepingin kan ?”Gerutuku.

“Ya deh…ya deeehhh…Sebenarnya aku memang penasaran aja, kata temen bercinta model threesome gitu asyik, tapi yang melibatkan istri…wah aku keberatan lah…masak kamu dinikmati cowok lain. Tapi memang aku terangsang banget sih membayangkannya. “ Kata suamiku bingung.

“ Sedari tadi aku coba bayangin kamu yang ada di adegan itu. Antara marah , cemburu, dan terangsang berat. Coba ma kamu lihat, coba kamu bayangin kamu yang disetubuhi berdua gitu, gimana menurut kamu…haduhhhh gila …”Mata suamiku tidak lepas dari televisi.

“Hmmm…kalo aku bilang enak,…papa marah…susah kan ? Kalo aku bilang gak pengen kenyataannya aku jadi kepikiran…bohong lagi.” Kataku pelan.
Mata Robert suamiku memandangku tajam : “ Sebenarnya kamu kepengen coba gak sih ma…?”

“Gak mau jawab !!! pikir aja sendiri…udah ah…aku mau bobo…” Kataku menghindar.

Sejak kejadian itu suamiku hampir setiap hari sebelum tidur selalu nonton bokep threesome tersebut. Sementara fantasiku kini malah melebar sambil terus membayangkan kalo disetubuhi lebih dari 2 cowok…hhhh tambah repot kan ? Sementara percintaan kami juga masih monoton. Rupanya suamiku juga merasa.

Sekarang setiap malam minggu, kegiatan suamiku bertambah dengan menonton bokep bersama 3 sahabatnya, Edo, Donny dan Rudi. Terus terang aku agak keberatan karena mereka terkadang suka menginap, atau tepatnya tertidur di sofa ruang tengah karena mabuk semalaman, dan yang paling parah adalah suamiku. Edo, Donny dan Rudi sebenarnya juga temanku kuliah juga, jadi kami sudah saling mengenal lama, bahkan Edo pernah pacaran denganku 3 bulan ketika belum mengenal suamiku sekarang.

Minggu pagi, Edo sudah nongol di dapur menemaniku. Sementara suamiku masih tertidur di bath up !!! kebangeten nggak ?

“Nggak mabuk semalem Do ? “Tanyaku

“Gak ah…bosan, masa setiap malem minggu abis nonton bokep terus mabuk. “Edo nyengir.

3 sahabat suamiku ini masih bujang, Aku yakin kalo dulu gak kebobolan, Robert juga gak bakalan menikah.

Kami ngobrol tentang macam macam sampai akhirnya Edo nyeletuk tentang obsesi threesome suamiku. “ Suamimu memang aneh, masa dia pernah bilang kalo pengen lihat kamu bercinta dengan cowok lain. Aku pikir dia serius, tapi setelah aku tanya beneran eh dia mundur lagi, rupanya Robert kebingungan Rin…kenapa sih dia jadi aneh begitu dan lagi kamu kan bukan tipe suka sex bebas..” Tanya Edo pelan.

“Ah Robert memang gak jelas, aku kapan itu juga sengaja menggoda dia, eh dia marah marah…”Jelas ku.

“Tapi sebenarnya kamu ingin mencoba gak sih Rin…ummm sorry terlalu to the point ya…hehehe” Edo meralat omongannya.

“Menurut kamu enak gak sih Do ? Kalo nonton sempat juga sih terlewat pengen coba, ah tapi aku kuatir nyesel setelahnya…dan lagi Robert kalo tahu bisa kacau semuanya…”Jawabku perlahan, aku nggak merasa jengah bicara dengan Edo, karena dia juga dulu eks pacar, selain itu ketika kuliah di teknik kami memang terbiasa bicara ceplas ceplos.

“Mengenai enaknya,hmmm laki laki pasti bilang enak, tapi aku belum pernah nyoba, Cuma yakin kalo enak aja hehehe, kalo dari sudut pandang si cewek wah aku nggak tahu, kamu sendiri yang bisa jawab Rin.. Jawabnya pelan.

Dalam hati sebenarnya aku pengen mencoba tapi gak mau dengan sembarangan orang. Kalo dengan Edo sih…hmmm boleh juga, dia kan bekas cowok ku.

“Hmmm, gini aja, kita coba dulu tapi kalo tiba tiba moodku ilang,kita harus berhenti. Bagaimana menurutmu ? sekarang aja mumpung suamiku masih tidur, kalo mabuk begitu paling 3 jam lagi baru bangun” Usulku ke Edo.

“Maksudmu “kita” itu siapa ? Kamu dan aku Rin ? “Tanya Edo gak yakin.

“Ya iyalah…kita coba dulu berdua, nanti kalau aku sudah merasa nyaman, ajak si Donny gabung…sementara Rudi jaga jaga kalo kalo suamiku bangun. selain itu aku gak mau suami ku mengajak threesome dengan cowok sembarangan. Kalo dengan kamu aku kan nggak malu dan kaku. Anggap aja ini belajar dulu“ Aku jadi teringat ketika bermesraan dengan Edo ketika pacaran dulu, kami tidak pernah melewati batas, maksimal petting.

Edo terlihat terkejut, dengan cepat aku tarik ke kamar tamu di lantai atas. Masih didepan pintu, Edo sudah menciumi leherku. “Do..kali ini kamu bisa masuk, nggak petting lagi….tapi pelan pelan ya.” Bisikku
Edo meciumi bibirku perlahan. Terus terang aku agak nervous, malu juga dengan Edo kenapa aku kelihatan begitu bernafsu ingin bercinta dengan orang lain, bagaimana penilaian dia terhadapku, hhhh..ah biarlah…terlanjur basah..semoga saja suamiku gak nongol tiba tiba.

Gaya bercinta Edo masih seperti dulu…lembut dan menghanyutkan, tiba tiba saja dia sudah mengulum payudaraku…hah kapan dia melepas bra-ku ? “ Do…pelan pelan ya…shhhh..”

Makin turun makin turun, mulutnya kini sibuk menyedot vaginaku…lidahnya menari nari di klit-ku ahhh bikin malu saja….”Do..jangan Do…aduhh..shhh”

Kemudian dia melepas celana dalamnya…batang Edo masih kalah dengan Robert suamiku, jauh malah. Mungkin kalau masuk tidak terasa, tapi bukankah sesuatu yang baru tetap bikin deg degan ?
Edo mendekatkan batangnya ke mulutku. Rupanya dia ingin aku mengoralnya.
“Do…sorry do, aku belum siap mengoral batang lain selain suamiku..maaf ya…” Aku kocok lembut batangnya.
Edo tampak mengerti dan tidak memaksa, perlahan batangnya mengarah ke vaginaku. Tiba tiba vaginaku terasa hangat…
Ahhhh…aku disetubuhi cowok lain !…aku disetubuhi cowok lain !!….ahhhhh aneh rasanya.
Benar milik Edo tidak terlalu terasa di vaginaku…tapi tetap saja membuatku gemetar. Tenyata begini rasanya bersetubuh dengan laki laki lain, nikmat juga, sensasinya yang tidak bisa aku jelaskan..

Aku lingkarkan kakiku ke pinggangnya, batangnya terasa mentok tapi tanpa gesekan. Edo tampaknya juga merasa. “ Sepertinya punya Robert lebih besar dari milikku”Bisiknya perlahan sambil menggigit lembut telingaku.

Aku tersenyum “ Hanya beda dikit kok…” Kataku menghibur, padahal jauuuuuhh….!

“Rin gimana kalo aku panggil Donny, kita coba threesome….”

Aku menganggu lemah sambil berpikir, apa nanti yang akan dilakukan oleh Donny karena aku nggak mau oral, nggak mau anal.
Rupanya Donny sudah berdiri dipintu sambil senyum senyum, sialan jadi dia sedari tadi sudah menonton pertunjukan gratis, dan aku tidak merasa sama sekali, aduhh kuatir juga kalo tiba tiba suamiku ikutan nongol. Ahhh biarlah..toh Robert juga ingin threesome tapi nggak berani mulai.

Dalam waktu singkat Donny sudah bugil, hmmm tubuhnya masih atletis tapi batangnya malah lebih kecil dari punya Edo…sial.
Donny mulai menciumi buah dadaku…hmmm enak juga, Satu laki laki memasukkan batangnya dan laki laki lain menciumi dadaku, sementara jemariku mngocok lembut batangnya. Ahhhh beginilah rasanya threesome…hehe enak juga.
Sebelum batangnya mendekat ke mulutku, Edo sudah memberi kode larangan ke Donny. Hmmm good…

Aku berpikir lagi harus mencoba variasi bagaimana lagi ya…ini cowok cowok kurang pinter eksplorasi. Payah….

Aku teringat di salah satu film bokep milik Robert ada adegan dua batang masuk barengan ke vagina…hmm kira kira sakit gak ya….mungkin nggak lah karena batang mereka cukup kecil, di dobel pun hanya sedikit lebih besar dari punya Robert, nggak ada salahnya dicoba.

Ide itu membuat mereka terkejut…ah bikin ilfil saja melihat tampang mereka.

“Wow !! beneran nih ? “ Tanya Donny

Gimana coba menurut kalian, nyebelin kan komentarnya…dasar laki laki.

Donny segera memposisikan tubuhnya di bawahku, WOT. Perlahan batangnya menyelusup di vaginaku. Edo memandangku dengan khawatir, perlahan batangnya diarahkan ke vaginaku tapi dari sisi atas.
Perlahan dia gesekkan ke klitorisku, pelan pelan mulai menyelusup diatas batang Donny.
Ahhhhh ternyata bisa masuk !! bisa masuk !! Vaginaku terasa penuh dan yang terpenting ternyata nikmat sekali !
“Pelan ngocoknya Do…pelan ya..takut sobek.. Don… jangan cepat cepat please…ahhhh”

Dua batang itu bergantian keluar masuk, terkadang bersama sama, gila !! nikmat sekali…apalagi Donny menciumi leherku dari belakang sementara Edo mengulum putting merah mudaku.
Semakin lama semakin cepat…tempat tidur berderit lebih keras. Hentakan pinggul Edo tambah mnghunjam, kocokan batang Donny lebih terasa.
“Rin…nikmat Rin…aaaahhh nikmat sekali” Wajah Edo memerah, sementara hembusan nafas memburu Donny menerpa telingaku.
Ahhhhh aku bisa orgasme nih…bisa orgasme nih…pahaku terasa menegang…

Tiba tiba Edo berteriak keras, terasa semburan spermanya ke rahimku, aduh enak banget…Donny ikutan melenguh…rupanya dia ikut memuncratkan spermanya.
Dua semburan sperma tersebut membuat tubuhku kaku sampai pada puncak orgasme, nafasku tercekat, Jantungku rasanya berhenti…ahhhhh aku sampai..aku sampai!!
“Do !! aku …aku …!! Ahhhh” Tubuhku melemas mengikuti dua tubuh laki laki di atas dan bawahku.

Sambil memejamkan mata aku mencoba menenangkan deburan jantungku, menarik nafasku yang tersengal sengal.

Tiba tiba aku teringat suamiku, ahh jangan jangan dia sudah bangun.
Pelan kubuka mataku dan melirik ke arah pintu…Dieeeggg !!! dadaku serasa dihantam palu godam.

Robert suamiku berdiri lemas di berpegangan handle pintu. Wajahnya merah padam. Nafasnya ngos ngosan…mulutnya terbuka..tiba tiba brrruuukk suamiku terkulai pingsan.

Mataku tiba tiba kabur..gelap….

Me & Adel : Our Private Game

Posted in Uncategorized on August 21, 2009 by ceritaindo

Aku sudah berpacaran dengan Adel selama lebih dari 2 tahun ( Februari ini menginjak 2 tahun 3 bulan ) dan selama itu hubungan kami fine – fine aja.
Terlebih soal hubungan sex, aku cukup beruntung punya pacar yang tergolong cukup aktif dan terbuka membicarakan ( dan tentu saja melakukan ) sex.
Adel adalah tipe cewek yang punya inisiatif dalam hal hubungan sex.
Sejak awal hubungan kita, soal sex adalah hal yang lumrah dibicarakan hingga akhirnya kita melakukannya saat baru berpacaran sekitar 2 bulan.
Aku adalah orang ke 3 yang pernah berhubungan sex dengannya – begitu menurut pengakuannya.
Adel sudah aktif berhubungan sex dengan pacarnya semasa kuliah dan so far saya melihat dia amat matang dan cukup dewasa dalam berhubungan sex.

Sejak awal berhubungan, saya sadar Adel sudah tidak virgin lagi but that’s ok mengingat saya pribadi tidak melihat virginity sebagai sebuah hal yang sakral atau mejadi patokan kualitas kepribadian seseorang.
Tapi saya memang tidak ingin menanyakan atau membicarakan hubungan sex Adel dgn pacarnya dulu sampai akhirnya dia menceritakannya sedikit karena tidak sengaja.
Hal itu terjadi gara – gara pembicaraan kita mengenai penisku yang agak bengkok ke kiri – sedikit sih Cuma kelihatan agak melengkung kalau sedang ereksi.
Saya menanyakan apakah hal itu mengganggu dia dalam berhubungan dan Adel menjawab bahwa hal itu normal.
Well, saya pun paham bahwa hal itu normal hanya agak sedikit ‘kaget’ karena akhirnya Adel menceritakan pengalamannya bahwa di masa kuliah, pacanya yang pertama kali mengambil keperawanannya malah lebih ‘bengkok’ dari punyaku.
Karena penasaran dan kepalang tanggung saya menanyakan sekalian sudah berapa pria yang pernah berhubungan dengan dia dan Adel menjawab bahwa sebelum saya sudah ada 2 pria yang pernah berhubungan sex dengannya.
Tambah penasaran dan kepalang tanggung saya bertanya pertanyaan yg tentunya agak ‘sensitif’ tapi saya yakin ada di benak rekan2 Bluefame sekalian “ Diantara kita bertiga, yang mana yang paling panjang? “
Cukup lama Adel berpikir untuk menjawab dan terus terang itu membuatku mendadak merasa ‘sensi’ dan pikiran buruk muncul “ jangan2 punya gua yang paling kecil nih’ – gawat!
Tapi Adel kemudian menjawab “hmm jangan tersinggung ya say, yang paling panjang itu yang pertama tapi beda dikit koq sama punya kamu ”
“Well, sedikit lega rasanya karena ternyata saya masih no.2 dan bukan yang paling pendek – tapi tetap saja ‘HIKS’ ( ternyata masih ada yg lebih panjang dari punyaku yang 15,5 cm ini )

Balik ke cerita saya lagi, setelah dua tahun lebih berpacaran, saya merasa hubungan sex menjadi standart alias hanya itu itu saja tanpa variasi.
Kami berdua punya fantasi sex yang cukup tinggi dan so far seringkali share satu dengan yang lain.
Akhirnya kita punya cara membuat hubungan ranjang kita lebih ‘hot’ dan ‘challenging’.

Adel adalah tipikal modern worker yang punya sex appeal tinggi dan bekerja sebagai purchasing manager di sebuah perusahaan pertambangan asing yang berkantor di daerah SCBD.
Pekerjaannya menuntut dia sering bertemu klien yang mayoritas pria dan dari situ tentu saja banyak yang menggoda atau sekedar mencoba flirting dengannya mengingat statusnya masih single
( well, status pacaran tidak dianggap – hikz lagi ).

Kami juga tidak pernah mengekang pergaulan satu dengan yang lain karena sama2 sibuk dan Adel masih aku berikan kebebasan untuk hangout dengan teman2nya di pub atau diskotik.
Tentu saja tawaran kencan atau sekedar ‘ngupi2’ sering dia terima baik dari kenalan2nya maupun dari klien2nya diluar jam kantor.

Solusi atas hubungan sex yang standar akhirnya kami temukan yaitu kita saling flirting dengan orang lain / stranger di hadapan pasangan kita.
Syaratnya adalah si teman kencan itu haruslah orang diluar lingkup pergaulan kita jadi bila Adel berkencan haruslah dgn pria yg tidak kenal dgn aku dan demikian sebaliknya.
Jadilah strategi itu kita jalankan gentian, bila aku ngedate dengan pasanganku maka kita janjian di satu tempat sementara Adel menyaksikan dari dekat tapi tetap berlagak tidak saling mengenal.
Demikian sebaliknya ketika Adel menerima tawaran ‘ngupi’ dari kliennya diluar jam kantor maka aku akan duduk tepat dimeja sebelah mereka berlagak tidak kenal sambil menyaksikan mereka saling flirting satu sama lain.
Ternyata hal itu amat membakar birahi dan menaikan hormone adrenalin.Melihat pria asing menggoda pacarku yang cantik, berusaha mengajaknya ‘check in’, menyentuh tangan pacarku diatas meja atau meletakkan tangan di pinggang Adel ketika meninggalkan ruangan membuat ereksiku tidak tertahan.
Hal itu biasanya dicurahkan setelah itu dengan hubungan sex yang hot dan panas karena terpicu oleh rasa cemburu dan sensasi erotis yang tinggi.
Namun hanya sebatas itu karena kami tetap berkomitmen bahwa hal itu Cuma ‘game’ yang dimainkan saat itu saja dengan batasan yang jelas dimana aku maupun dia tidak akan meneruskan dengan teman kencan masing2.
Setelah kencan kita masing2 harus berpisah dengan teman kencan kita dan membiarkan mereka penasaran.
Bila Adel yg kencan, setelah itu dia akan menolak bila diantar pulang atau diajak ‘lanjut’ karena aku siap menjemput dia dan demikian sebaliknya.

Hampir 3 bulan kita melakukan taktik ‘pemanasan’ seperti itu sebelum kita berhubungan sex sampai akhirnya kita berdua tidak bisa menahan godaan untuk melakukan yang lebih dari itu.
‘Bagaimana bila kita menyaksikan pasangan kita melakukan lebih dari itu?’
‘Tidakkah itu akan lebih hot dan erotis lagi?’

Tapi sebuah dilemma timbul karena bila kita sampai melakukan dengan teman kencan kita maka hal itu dikuatirkan akan berkepanjangan dan berlanjut hingga melibatkan emosi.
Aku dan Adel sama2 sepakat bukan itu yang kita butuhkan.
Kita tidak butuh perselingkuhan tapi hanya butuh rekreasi sex dengan pasangan yang tanpa resiko.
Pasangan yang bisa kita kendalikan dan bukan nantinya akan mengendalikan kita.
Dengan kata lain bila aku atau Adel yang melakukannya, kita akan melakukan dengan orang yang tidak memiliki akses untuk nantinya mengganggu dan merongrong hubungan kita.
Gigolo atau Call Girl bayaran?
No Way! Kilah Adel.
Akupun setuju karena kita butuh ‘orang ketiga’ yang intelek dan melakukan sex bukan karena dibayar
Akhirnya hal itu tetap menjadi angan – angan semata sampai suatu ketika aku sedang browsing di rumah dan menemukan sebuah milist khusus para swinger.
Setidaknya ada 3 milist serupa yang saya temukan dan akhirnya saya menunjukan ke Adel.

Kita kemudian sepakat memasang iklan di milist tersebut guna mencari ‘orang ketiga’ tersebut dengan cara yang lebih ‘safe’
Awalnya sempat terjadi perdebatan siapa yang akan lebih dulu mempraktekan hal itu, apakah kita akan mencari pasangan buatku atau pasangan buat Adel.
Akhirnya aku menyadari bahwa Adel lebih posesif kepadaku daripada sebaliknya.
So akhirnya aku mengalah dan setuju kita mulai dengan mencari pasangan untuk Adel baru kemudian bila sukses kita lakukan sebaliknya.
( Sejujurnya sih proposal awal yg aku ajukan adalah threesome 2 cewek, 1 cowok tapi ditentang habis oleh pacarku yang katanya tidak rela berbagi seranjang dgn wanita lain sementara bila sebaliknya, 2 cowok + 1 cewek, aku yang protes karena sama sekali
tidak terbayangkan olehku seranjang dengan pria lain dalam keadaan telanjang – bisa off nih rudal – heheh )
Akhirnya kita pasang iklan sebagai berikut :

pajamatimelovers@y…> wrote:
> Hi all,
>
> Kami berdua pacaran selama 2 tahun.
>
> Saya pria berusia 28 thn dan pacar saya 27 tahun.
> pacar kami mencari partner untuk one-on-one sex ( M-F )
> Kami memiliki fantasi ini sejak lama dan kali ini mencoba
> merealisasikannya.
>
> Kalau anda pria berusia antara 23 – 27 tahun silahkan kirim ke email
> kami ini : pajamatimelovers@y…
>
> Ceritakan ciri2 fisik, kemudian tulis apa yg akan kamu lakukan kalau kamu terpilih.
>
> Bila saya dan pacar saya setuju, nanti akan di beritahu via email utk
> membuat perjanjian utk interview berikutnya.
>
> Kami membutuhkan orang yang bisa dipercaya,
> memiliki kedewasaan dalam berhubungan sex serta punya fantasy sex yang unik.
> Tidak harus ganteng, yang penting sehat dan menarik.
> Harap diingat, ini hanya akan menjadi ONS ( One Night Stand ) tanpa kelanjutan.
> Bila berminat kirimkan juga foto diri anda terkini.

Terus terang kami tidak pernah melakukan hal itu jadi kami mencoba menulis ‘lowongan’ itu dengan bahasa sebisanya saja.

Seperti yang diduga jawaban dating lewat email amat banyak dan dalam waktu 2 hari saja sudah puluhan yang kita terima.
Tentu saja mayoritasnya adalah sampah karena isinya malah banyak yang vulgar dan childish.
Setelah lebih dari 2 minggu menunggu akhirnya kita mulai memilah ‘lamaran’ yang kita anggap serius dan ‘bisa dipertanggung – jawabkan’
Kita memilih pelamar yang mencantumkan foto atau yang menggunakan email kantor karena dari situ at least terlihat keseriusan dan kejujuran mereka.

Aku biarkan pacarku menseleksi dan menentukan siapa yang menurutnya sesuai atau mendekati seleranya.
Fase berikutnya kita coba kontak sekitar 5 pelamar dan meminta untuk melakukan chatting lewat yahoo messenger dengan menggunakan webcam ( kami tidak menggunakan webcam )
Akhirnya Adel menjatuhkan pilihannya pada seorang pria muda berusia 23 tahun, fresh graduate yang bekerja sebagai MT di sebuah perusahaan telekomunikasi.
Sebut saja namanya Don, dia cukup ganteng dan menurut pengakuannya memiliki tinggi badan 180cm – 2 centi lebih tinggi dari aku.

Berikutnya aku aja Don ‘interview’ langsung dengan datang ke kantornya ( sekaligus menyelidiki keabsahan datanya ).
Don bekerja di kawasan Thamrin dan kebetulan di lobby gedung kantornya ada coffeshop dan kami ngobrol disitu.
Adel hadir ditempat yang sama tapi duduk di lain meja tanpa sepengetahuan Don menyaksikan pembicaraan kami.
Pembicaraannya agak canggung karena kami berdua sama sekali belum pernah mengalami hal itu dan tentu saja perasaan saya berkecamuk karena saya sedang bicara dengan pria yang bakal menikmati tubuh kekasih yang saya cintai.
Awalnya Don bersikeras meminta foto pacar saya tapi tidak saya berikan kecuali saya memastikan bila saatnya nanti Don tidak merasa cocok dengan pacar saya, dia bisa membatalkan perjanjian di saat terakhir.
Saya pikir itu merupakan pilihan yang safe.
Don adalah anak muda yang punya fantasy sex yang cukup tinggi dan dari pengakuannya dia cukup berpengalaman dalam berhubungan sex.
Saya hanya tegaskan bahwa saya minta sex yang aman ( menggunakan kondom ) dan dia setuju serta saya mengajukan syarat bahwa hubungan ini hanya One Night Stand, tidak lebih.
Don mengiyakan, bagi dia bisa merasakan pengalaman ini saja sudah merupakan satu hal yang sensasional dalam kehidupan sex-nya.
Interview itu tidak lebih dari 20 menit saja dan kami berpisah.

Aku menjemput Adel di lobby karena kita keluar terpisah dan ketika kutanyakan pendapatnya Adel hanya melirik sambil senyum tanpa menjawab.
Kerlingan dan senyuman nakal itu cukup membuat rasa cemburuku terpicu karena aku paham betul gesture demikian adalah body language Adel dalam menunjukan suatu hal yang dia inginkan – HIKZ.

“ So, kapan nih ?’ ujarnya menggoda
Srrr jantungku serasa mau copot dan ingin rasanya aku membatalkan hal itu tapi tentunya sudah terlambat karena sudah jadi komitmen kita.
‘Ingat lo, setelah kamu nanti giliranku ya’ aku menjawabnya sedikit sewot.
Adelpun menaikan kaki jenjangnya diatas dashboard sambil membuka stocking yang dia kenakan, menurunkan g-string berwarna hitam yang dia kenakan dan kemudian menarik tangan kiriku dari persneling lalu dia letakan dibalik roknya tepat diatas
kewanitaannya yang sudah basah. Akupun langsung memacu mobil ke tempat kost Adel di daerah Karet dan kami melakukan sex yang panas dan penuh gairah.
Sekalipun demikian, pikiranku bercabang selama hubungan sex membayangkan tubuh mulus Adel digerayangi Don.

Hari itupun tiba ketika waktu istirahat makan siang aku kirimkan offline message ke YM Don :
“ Don, nanti jam 7 malam di Café Pisa, datang sendiri, jangan bawa hp, kalau tidak bisa msg aku sebelum jam 5 sore ini’

‘Bring no HP’ adalah keharusan demi privacy karena kami tidak mau ambil resiko bila Don merekam apapun lewat kamera hp-nya.

Dengan cara rasional dan praktis saja, aku dan Adel memutuskan ketemu di Pisa Cafe jam 19.00 wib. Kupikir ada baiknya Don juga kami temui dulu di tempat tersebut. Jadi kami sama-sama makan malam sekalian.
Adel merasa perlu ‘ice breaking’ dulu sebelum lanjut ke hotel karena tentu akan amat canggung bila langsung ketemu di kamar.
Ternyata aku dan Don datang lebih dulu. Adel belakangan karena terjebak macet dari kantornya yang di jalan Sudirman.
Sementara menunggu aku sempat sedikit memberikan introduksi kepada Don bagaimana hubungan kami di ranjang selama ini. Aku tidak tahu apakah hal ini ada gunanya. Lagipula toh mereka yang akan melakukannya bukan saya. Maybe perasaan khawatir bercampur ego saya membuat saya berusaha menjelaskan do’s dan donts dalam hal berhubungan sex dgn Adel pada Don.
Rencananya mereka akan merekam hubungan intim dengan kamera karena rencana awal sebenarnya adalah mereka having sex sementara saya menyaksikan langsung tapi dibatalkan mengingat Adel protes karena katanya canggung bila harus berhubungan dengan pria
lain didepan pacarnya.
Saya paham hal itu karena bila tiba giliran saya nanti saya pasti akan memilih opsi rekam kamera katimbang ada Adel duduk kayak satpam di pinggir ranjang.
So saya jelaskan dan meminta kerjasama Don dalam hal itu.
Dari percakapan itu juga saya mengetahui betapa Don amat antusias karena sebagai fresh graduate yang baru sekitar 4 bulan bekerja, dia mempunyai rasa kagum sekaligus turn on pada wanita2 kantoran yang menurutnya amat mature dan kelihatan amat paham bagaimana merawat tubuh dan penampilan.
Well, saya hanya bisa menghela nafas menanti reaksi Don bila bertemu Adel.

Nampak Adel di ambang pintu restoran mencari kami dan kemudian mengajukan langkahnya. Duh, cantik benar Adel ini. Mungkin dia datang terlambat untuk ke salon mempercantik diri dulu. Huh sepertinya dia amat antusias juga – keluhku membatin.
Adel mengenakan celana bahan yang cukup ketat hingga bagian pinggul dan pantatnya terbungkus rapat menunjukkan lekukan yang amat sexy dan ketika Adel membuka blazernya, hem putih yang dia kenakan rapat memperlihatkan pinggangnya yang ramping dan bagian dadanya yang ketat seolah tercekik kemejanya – HIKZ
Belum lagi rambutnya digelung keatas hingga lehernya yang putih jenjang itu makin terekspos kontras dengan pipinya yang sedikit merona menggunakan blush-on karena Adel kelihatannya well – prepared untuk kesempatan ini – huh!
Sesaat sebelum Adel mencapai meja kami, Don melirik kearahku dan berbisik pelan ‘ Bro, pacar lo hot abis’ – yea enjoy that mothafu*ka! demikian batinku bergolak.

Adel langsung menghampiri dan Don berdiri mengulurkan tangannya bersalaman.
“ mbak Adel cantik sekali’
Nyosss hampir saja tinjuku melayang kearah anak muda yang sepertinya berusaha memainkan perannya sebaik mungkin.
Normally Adel akan langsung protes dan nyerocos bila dipanggil ‘mbak’ dalam kesempatan non formal – ‘deeeuh biasa aja sih, emang gw mbak2?’
Tapi Adel sepertinya amat ‘behave’ dan tersenyum manis sambil membalas ‘ eh gak usah panggil mbak, just Adel aja ok’
Diapun segera duduk dengan tidak bersandar membiarkan lekuk panggulnya terlihat jelas di depan anak muda yang lagi horny itu
– DAMN!!

Sikap keduanya langsung cair yang ditunjukkan dengan senyumannya yang sangat menawan itu. Tentu saja, walaupun kobaran cemburuku menyala, hatiku gembira melihat perkembangan yang terjadi.
Syahwatku mengaliri urat-urat darahku. Kini aku sangat ingin selekasnya menyaksikan bagaimana kekasihku ini digauli orang lain. Selama makan malam, beberapa kali aku meninggalkannya dengan alasan ke toilet atau apa. Aku ingin memberikan kesempatan menjalin keakraban di antara mereka. Nampaknya mereka tahu dan memahami tingkahku. Mereka gunakan se-efektif mungkin untuk
saling lebih dekat.

Jam 20.30 wib, saat yang pas untuk menyelesaikan acara makan malam ini.
Kami pun segera bergegas menuju hotel ‘IBS’ di jalan Wahid Hasyim yg terletak dekat dgn lokasi Pisa Café.
Aku dengan Adel sementara Don dengan motornya lengkap dengan ransel di pundaknya.
Begitu mesin mobilku menyala, Adel langsung melancarkan pertanyaan “Kamu serius say?’
Tatap matanya penuh cinta dan pengertian, hatiku makin luruh karenanya.
“ Well, menurut kamu gimana?’
“ Say, begitu aku sama dia masuk ke kamar, then there will be no turning back’
‘ Honestly aku ini monogamist sejati, and you know that, tapi if u must play this game, then I will do it 100%’ ujarnya lagi dengan tatapan lekat kepadaku.
Tangannya yang halus meraih tanganku dan ditempelkan di pipinya.
Wajahnya yg kuning langsat campuran Sunda – Menado itu semakin menggemaskanku.
“ Say its our game dan aku siap koq’ jawabku lirih.
Sudah kubuang keraguan yang ada dan tampaknya Adel juga demikian.
‘ Just remember ya say, if anything happen just call me ya’ ucapku lagi.
“ Hey silly, pasti something happen lah, emangnya aku mau ngapain kalo bukan mau ‘itu’ sama dia’
Ujarnya sambil mendorong kepalaku menggoda.
“ Iyeee I know that, puasss?’ ujarku sewot
Mata Adel yang cerdas itu terlihat mengerling nakal dan menjawab
“ gak tau deh puas apa nggak nih sama tuh brondong, menurut kamu gimana? Bakal puas gak sih aku?
Oh my God, Adel teasing me.
Perasaanku makin gemas, langsung ku ciumi bibirnya penuh nafsu.
Adel membalas dengan buas dan bibir kami berpagutan cukup lama hingga aku hampir menerobos lampu merah.
Rem berdecit seiring kami berdua tertawa lepas menuntaskan semua keraguan akan rencana kami malam itu.
“ Hey jangan terlalu hot say, ntar make up aku rusak nih kan malam ini bukan untuk kamu’
Well, Adek sebenarnya bukan tipe wanita yg gemar memakai make up tebal dan malam itu seperti biasa dia memulas wajahnya cukup

alami sebagaimana kesehariannya sbg seorang professional muda.
Hanya blush on di pipi dan lipstick warna natural melengkapi alis alaminya yang indah itu – HIKZ HIKZ HIKZ
Dan Adelpun merebahkan tubuhnya memelukku erat sepanjang sisa perjalanan yg singkat tersebut.

20:45
Di lobby hotel Don yang tiba lebih dulu sudah duduk menanti di sofa dan tatapannya berbinar melihat kedatangan kami berdua – well lebih tepatnya melihat kedatangan Adel.
Kami bertiga duduk di sofa selama sekitar 2 atau 3 menit tanpa sepatah katapun seolah saling menanti inisiatif.
Don menatapku seolah meminta persetujuan semantara aku kemudian memalingkan wajahku ke Adel nanar. Aku pasrah saja menanti reaksi Adel.
Adel kemudian menarik nafas panjang, membetulkan blazernya lalu berdiri.
Cukup lama Don terbengong sampai akhirnya Adel mengulurkan tangannya dengan gerakan tegas seperti seorang guru menuntun muridnya yg canggung kearah Don.
“ Yuk Don’ ujar Adel singkat.
Don berdiri setengah ditarik Adel.
Jantungku berhenti sejenak.
Begitu keduanya berdiri aku berbicara spontan dengan nada halus “ well, have a good time’
Tenggorokanku kering ketika mereka berbalik meninggalkanku dan tangan kiri Don meraih pinggang Adel dan keduanya beranjak menuju lift.
Aku terpana dengan tatapanku kearah sepatu nine west warna krem dgn high heel stiletto yang dikenakan Adel mengetuk ngetuk lantai lobby hotel dengan pasti dan kian menjauh hingga menghilang dibalik kelokan menuju lift.
Aku duduk memandang lantai mendengar ketukan hak sepatu Adel kian menjauh, kian menjauh kemudian berhenti.
Aku tetap mendengar ketika bunyi bel lift terdengar lalu kembali ketukan hak sepatu itu terdengar dan akhirnya menghilang seiring bunyi bel pintu lift tertutup.

5 menit, 10 menit, 15 menit hingga 30 menit berlalu aku masih duduk termenung di lobby yg sepi itu.
Terbayang apa yang mereka lakukan diatas sana.
Pasti Don yang sedang hot2nya itu langsung menyergap tubuh Adel, menelanjanginya lalu menyetubuhinya, menikmati payudara kekasihku yang ukurannya tidak besar tapi ranum dan bentuknya indah, mengulum pentilnya, menjilati kawanitaan Adel yang bulu2nya tercukur rapih – brazillian wax’, kemudian menyusupkan penisnya kedalam kewanitaan Adel dan … tiba2 nada panggil standar NOKIA berbunyi dari balik kantong celanaku!

Segera kuangkat dan dari ujung sana terdengar suara Adel.
“ Sayang, kamu masih di lobby? “
“ eh eh iya say,emm kenapa?’
“ Hmm kamu jalan2 dulu kemana gitu, ngopi2 dulu gak usah nunggu sendirian dibawah, ntar aku call lagi deh kalo udah selesai”
suara Adel terdengar normal, tidak ada desah nafas atau bunyi – bunyian orang yang sedang dibakar gairah.
Perasaanku mendingan, aku segera menjawabnya
“ Oh hmm ok, eh mm iya deh aku nongkrong ke O La la depan Sarinah aja ya’
‘’ Ok dear’ ujar Adel
‘ Hmm ok deh hmm eh e nanti jam sete… ‘ belum habis kalimat itu selesai hp Adel ditutup.
DAMN! Adrenalinku naik dan perasaan campur aduk berkecamuk dalam dadaku.
Yah ini adalah konsekwensinya dan aku akhirnya pasrah.
Dengan gontai aku melangkah keluar lobby dan meninggalkan hotel.

22.00
Jam sepuluh malam, sudah sejam mereka aku tinggalkan disana.
Aku terhenyak karena dari tadi suntuk memandangi buih cream capucinno yang mendadak rasanya jadi tawar dan spontan aku menekan tombol fast dial.
Terdengar nada tunggu, nada tunggu dan nada tunggu …
Serasa berabad abad hingga aku mendengar suara Adel diseberang sana.
“ Yes dear’
Kini jantungku benar2 berhenti.
Aku terdiam kehilangan kata2.
Suara kekasihku kini terdengar lirih dan agak berat.
Ada helaan nafas yang lebih cepat terdengar disana.
Aku mengenal betul suara itu!
Adel sedang dalam keadaan amat terangsang dan sesuatu atau seseorang sedang memberikannya kenikmatan di seberang sana !
“ Eh oh sory sory .. gak apa2 koq, ehm just call me kalo dah selesai ya “ aku gugup menjawab.
“ he’eh’ Adel menjawab terburu buru dan sekenanya saja seolah sedang diburu atau mengejar sesuatu dan kemudian hpnya ditutup.
Seolah Adel sedang terfokus sesuatu hingga dia menjawabku sekedarnya.
DAMN! DAMN! DAMN!
Hatiku bergolak tapi aku merasakan birahiku pada kekasihku juga muncul di saat bersamaan.
Saat ini, detik ini, seseorang sedang memberikan kenikmatan pada kekasihku tercinta dan aku hanya bisa mendengar tanpa bisa berbuat apa apa.

22.50
Hampir 2 jam aku menanti ketika ponselku kembali berbunyi.
Kali ini kubiarkan dering ponselku berbunyi beberapa kali baru kuraih perlahan tanpa terburu – buru.
What else? Pikirku.
Apapun itu biarlah sudah terjadi.
“ Mas ini Don, emm kita sudah selesai, mbak Adel minta dijemput 10 menit lagi di lobby’
Suara Don membuatku terhenyak sesaat.
DAMN!! Kurang ajar bener nih, pikirku tidak rela Don menggunakan ponsel Adel.
“ Oh oke, aku on the way kesana deh’ aku berusaha menghilangkan emosi apapun dari suaraku.

10 menit kemudian…

Kujumpai Don di sofa lobby hotel duduk dengan wajah berseri sementara Adel mengurus check out.
Kuhampiri dia dengan langkah gontai sambil tersenyum kecut.
Don bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya hendak bersalaman tapi entah kenapa reaksi spontan aku menghindari tangannya dan malam menepuk pundaknya coba bersikap ramah.
“ So, is everything ok?’ ucapan bodoh basa basiku berusaha segera mengakhiri malam itu.
“ Mmm, ok mas, ok banget ‘ Don sepertinya tidak bisa menyembunyikan kepuasannya.
Tampak rambutnya masih basah dan bau cologne masih menyengat tanda habis mandi.
Don rupanya merasa tidak enak dengan ucapannya itu dan berusaha menyembunyikan senyum puasnya.
“ Mas beruntung punya pacar secantik mbak Adel ‘ ujarnya sopan.
Tanganku yang masih dipundaknya secara halus menariknya mengajaknya meninggalkan lobby.
Cukup sudah bagiku, aku tidak mau Don memperpanjang lagi basa basinya.
Don paham dan mengikutiku ke pintu lobby hotel seraya menoleh kearah Adel yang masih di front desk dan mengangguk pamit.
Kulihat Adel tersenyum dan melambaikan tangannya tanpa kata kata.
“ Kamu tahu kan rulesnya?’ ujarku dengan tatapan tajam kearah anak muda itu.
“ Ok mas, thanks juga ya “
Dan diapun segera bergegas ke parkiran.

10 menit kemudian..

Aku dan Adel dalam perjalanan pulang ke tempat kost Adel dan kami duduk membisu tanpa kata.
Adel terlihat letih namun sejak tadi tidak henti menatapku dengan ekspresi menyelidik ingin tahu reaksiku.
Dia diam saja menungguku memulai percakapan.
Bathinku bergolak dengan seribu satu perasaan tapi lama kelamaan ketika cemburuku sirna kurasakan sensasi erotis dan rasa ingin tahu yang tinggi.
“ Well, my dear ‘ kalimat pembukaanku diiringi senyum puas.
“ Akhirnya kita lakuin juga ya’ nada suaraku antusias.
Adel tersenyum nakal dan kembali mengikat rambutnya yang sejak tadi sudah terurai.
“ Hmm gimana dia tadi ?’ aku penasaran.
“ Nih liat aja sendiri “ Adel menyerahkan digital kameranya kepadaku.
“ Tapi jangan diliat sekarang ya ‘ ujarnya.
Ketika aku coba mengaktifkan rekaman kamera Adel merebut kamera itu dari tanganku.
“ Yeee jangan sekarang dong say, malu nih aku’ wajahnya memerah.
Ok aku paham perasaannya dan mengiyakan permintaannya.
“ Aku horny berat nih jadinya .. gimana dong’ ucapku menggoda sambil mulai mengelus pahanya.
“ Kamu nonton dulu aja dirumah, besok kita bahas bareng ok?’ suara Adel lirih.
Akhirnya aku pulang setelah mengantar pacarku ke kostnya.

Malam itu dirumah segera aku putar kembali rekaman tersebut dengan perasaan antusias.
Jantungku berdebar dan lututku lemas ketika memencet tombol play di kamera tersebut.
Perasaan yang sama pernah kurasakan semasa SMP dulu ketika pertama kali nonton blue film.
Adegan pertama yang muncul di layar adalah Adel sedang duduk di tempat tidur masih berpakaian lengkap sedang mengaktifkan notebooknya dan menerima telpon.
Rupanya di menit2 pertama pacarku masih mendapat telpon dari atasannya dan masih sempat mengirim email.
Don mengambil adegan tersebut dari jarak yang agak jauh.
Adel tampak sibuk sendiri dan tidak begitu memperhatikan dirinya sedang direkam.
Tampak adel bicara di telpon sambil menatap layar notebooknya.
Don berulangkali men-zoom kamera kearah bibir Adel yang sedang sibuk berbicara kemudian menurunkan focus kebawah menangkap gerakan tangan kiri Adel melepas sepatu hak tingginya hingga kakinya yang putih mulus terkspos memperlihatkan jari2 kakinya
yang lentik dengan kuku yang terawatt bersih.
Kemudian focus naik lagi kearah wajah Adel yang kini menatap kamera sambil tersenyum mengedipkan mata dengan nakal.
Sesaat kemudian tampak Adel melangkah mendekati kamera sambil menelpon.
Suaranya tertangkap kamera dan aku ingat bahwa itu adalah ketika pertama kali dia menelponku saat aku masih di lobby dan memintaku pergi ngopi dulu.
Aku menelpon sambil tangan satunya melepas rambutnya yang digelung ke atas hingga terurai.
Adel berdiri dekat kamera dan Don menurunkan fokus kamera kebagian dada Adel yang dibalut hem berwarna putih.
Mendadak darahku berdesir dan jantungku berpacu keras ketika tampak tangan seorang pria melepas kancing kemeja Adel satu persatu sementara Adel masih menelponku.
Terdengar suara Adel menelponku
“ Hmm kamu jalan2 dulu kemana gitu, ngopi2 dulu gak usah nunggu sendirian dibawah, ntar aku call lagi deh kalo udah
selesai”
Seluruh kancing kemejanya sudah terbuka.
“ Oke Dear’ suara Adel kembali terdengar.
Aku ingat itu ketika Adel menutup telpon sebelum aku selesai menjawabnya.
Terlihat tangan berbulu milik seorang pria menelusup ke balik kemeja Adel yang sudah terbuka kancingnya meremas payudara kekasihku. HIKZ

Fokus kamera diperjelas lagi ketika tangan milik Don menurunkan bra krem Adel hingga putting payudara kekasihku itu menyeruak keluar lalu kemudian tampak jemari Don menjepit dan mulai memainkannya.
Sesaat kemudian gambar kamera agak terganggu karena kamera rupanya pindah tangan ke Adel.
Kini wajah Don yang penuh birahi terlihat jelas ketika mulutnya menempel di payudara kekasihku.
Mulutnya rakus mengulum puting Adel hingga beberapa kali layar kamera terlihat bergoyang karena Adel sedikit menggelinjang kegelian. Ereksiku tak tertahankan menyaksikan itu.

Berikutnya layar kembali bergerak cepat dan rupanya Don menghempaskan tubuh Adel ke kursi.
Adel mengambil adegan ini memperlihatkan Don berdiri dihadapannya sambil membuka kemejanya.
Dadanya cukup atletis dan berbulu.
Terdengar suara Adel menggoda
‘Wow’
Adegan berikutnya tampak tangan kanan Adel menunjuk bagian celana Don sepertinya Adel memerintahkan Don menanggalkan celananya.
‘ Don bergegas hendak membuka celana Adel tapi tangan Adel menampik halus
‘ No no no, kamu dulu please ‘
Don kembali berdiri dan menurunkan celana panjangnya kemudian disusul celana dalamnya hingga tubuh anak muda itu berdiri didepan focus kamera kekasihku dengan penisnya mulai teracung dilanda ereksi.
Aku sedikit terkesiap melihat postur penis Don yang cukup ‘kekar’, kokoh berurat.
Ukurannya kurang lebih sama dengan punyaku tapi kelihatannya lebih ‘gempal’
Rasa ego seorang pria menguasaiku.
Don memainkan penisnya di hadapan Adel hingga akhirnya tampak tangan Adel meraih kejantanan Don dan mulai mempermainkannya.
Jemari lentik kekasihku mengelus penis dan kemudian bagian buah zakar Don.
Ereksiku makin mengeras.
Adel adalah wanita yang paham betul bagaimana merangsang lelaki lewat ‘belaian’ halus di sekujur penis.
Aku sejenak membayangkan itu penisku yang dipermainkan Adel.
Teringat jelas betapa mudahnya kekasihku itu membuatku ejakulasi hanya dengan belaian lembut yang intens seperti itu.
Kemudian menarik tangannya dan posisi kamera sedikit menengadah keatas.
Rupanya Adel merubah posisi dudukunya yg semula tegak menjadi bersandar hingga kini bisa terlihat juga bagian perut hingga pinggang kebawah Adel yang masih mengenakan celana panjang.
Tampak Don membungkuk, membuka kancing, retsleting dan kemudian menarik celana panjang Adel hingga kedua betis jenjangnya yang kuning langsat itu terpapar jelas.
Tampak tangan kiri Adel memegang bra dan diletakan di meja sebelah kursi.
Lalu Don kembali mengulum sepasang payudara milik kekasihku dengan rakusnya.
Tarikan nafas berat dan panjang milik Adel terekam jelas ketika tubuhnya berkali kali menggelinjang kegelian menahan nikmat.
Kemudian kamera berpindah tangan dan kini tampak Adel duduk terkulai di kursi hanya mengenakan g-string berwarna krem.
Wajahnya merona dan matanya terlihat memancarkan birahi yang tinggi.
Adel kemudian menurunkan g-stringnya di depan kamera dan kemudian tangan Don menarik g-string itu hingga lepas dari kaki Adel.
Kini pemandangan indah tampak di layar.
Kekasihku terekspos polos dengan kulit kuning langsatnya nan bening dan mulus terlihat kontras dengan warna hitam bulu kemaluannya yang tipis diatas vaginanya.
Wajah Adel terlihat nakal ketika tangannya mengelus bagian rahasianya itu didepan kamera.

‘Mbak pahanya buka dong biar jelas direkam’ terdengar suara Don setengah memohon diselingi nafas yang mulai berat.
Adel tersenyum nakal dan menjawab “ ini udah dibuka ‘
Rupanya Don masih penasaran dan terlihat tangannya mendorong paha Adel kanan dan kiri dan mengaturnya dalam posisi mengangkang.
Kedua paha Adel direntangkan dan diletakan di sandaran kursi hingga Adel mengangkan dalam posisi ‘M’
Jantungku berdegup kencang penuh sensasi erotis ketika Don merekam kekasihku polos telanjang mengangkang sempurna hingga bagian vaginanya terkspos jelas.
Warna kemerahan bibir bagian dalam kewanitaany Adel terlihat dan sengaja difokus oleh Don.
Jari telunjuk Don mulai memainkan klitoris Adel dan dalam waktu singkat kemaluan pacarku itu mulai terlihat basah oleh cairan kenikmatan.
‘Oh mbak Adel, ini pengalamanku yang paling indah’ suara Don terdengar menjengkelkan nyaris bikin aku kehilangan gairah.

Kamerapun kembali pindah tangan dan kali ini jelas terlihat wajah Don dibenamkan diantara kedua paha pacarku.
Sedemikian intensnya hingga seolah wajah Don lenyap diantara selangkangan Adel.
Adel memajukan fokusnya dan kini terlihat jelas lidah Don memainkan klitorisnya dengan jilatan yang sesekali diselingi kuluman – kuluman yang diserspons jeritan – jeritan singkat Adel.
Sekitar 5 menit terlihat Don menggerayangi kemaluan pacarku diselingi gigitan2 di bagian paha Adel.
Fokus kamera makin lama makin bergoncang hingga kulihat tangan kiri Adel menjambak rambut Don lalu kemudian focus kamera mendadak bergerak tidak beraturan kearah langit langit kamar diiringi rintihan rintihan Adel yang keras tapi singkat berulang ulang hingga akhirnya ditutup dengan sebuah rintihan menggigil yang panjang.
Kukenali suara itu tiap kali kekasihku mencapai orgasme!
Layar kamera menjadi gelap sesaat dan aku menekan tombol pause untuk memberikan waktu bagi jantungku beristirahat sejenak.
Lututku lemas dan perutku mual tapi ereksiku makin menjadi.
Sial kamu DON!!

Kukuatkan diriku lagi dan kembali meneruskan rekaman itu.
Sepertinya rekaman pertama berhenti setelah Adel orgasme karena di oral Don.
Kini tampak keduanya tanpa busana diatas tempat tidur.
Rupanya mereka meletakan kamera itu diatas meja dengan sudut yang cukup luas untuk merekam posisi mereka diatas ranjang.
Dan saat tak ada lagi keraguan dan kecanggungan di antara keduanya, dan saat perkembangan di lapangan demikian maju yang ditandai dengan bibir ketemu bibir antara Don dengan pacarku, aku langsung berdiri dengan limbung sambil tetap memegang erat kamera ditanganku.
Kusaksikan bibir pacarku Adel menjemput bibir lelaki lain yang baru ditemuinya malam itu. Bibir tipis Adel mengatup menggigit kecil bibir Don. Anak muda itu me-respon dengan penuh nafsu yang memang sejak jumpa pada awalnya tadi aku sudah perhatikan bahwa Don ini sangat terpesona akan sex appeal pacarku. Mereka semua akhirnya tanpa canggung melakukan itu di depan kamera.
Aku berusaha cari pegangan untuk meneguhkan hati. Bukankah itu game yang kita rencanakan sendiri, dan juga karena aku sudah setuju, mengatur dan membolehkannya.

Tak ada suara-suara kecuali pukulan jantung pada dadaku. Yang kemudian kudengar ialah bunyi halus gesekan lembut dari gerakan Don dan Adel. Tubuh keduanya bergulingan diatas kasur saling mencumbu, berciuman penuh nafsu dan lengan Adel terlihat melingkari tubuh Don erat.
Pacarku Adel nampak amat sensual. Aku merasa agak heran karena sudah biasa aku melihatnya telanjang dan sudah ribuan kali aku mencumbuinya tapi bersama lelaki lain dia terlihat jauh lebih sexy dan menggairahkan.
Well aku sadar dan menemukan esensi dari permainan ini yaitu rasa posesif dan ego sebagai kekasih bisa diproyeksikan dengan cara ini hingga berubah menjadi gairah dan erotisme yang amat unik dan sensasional.
Beberapa kali tampak mereka berdua menghentikan gerakannya, sejenak saling memandang. Dari raut wajahnya nampak sekali mereka saling mengagumi dan terpesona. Kemudian dengan senyuman-senyuman yang penuh syahwat mereka saling berangkulan.
Bermenit-menit mereka berpagut, saling memainkan bibir dan lidah dan sedot-menyedot sebelum akhirnya kembali berguling ke kasur.

Untuk ukuran usianya, Don tampak cukup prima dan berpengalaman dalam bermain birahi diatas ranjang.
Dia tidak terburu – buru dan pandai memainkan emosi serta birahi Adel.
Variasinya banyak, mulai dari memainkan puting payurdara Adel kemudian menjilati sekujur tubuhnya, mulai dari telinga, leher, perut, kemudian sengaja melewati bagian kemaluan, menjilati paha, betis hingga tumit dan bahkan menghisap jemari kaki pacarku yg indah dan lentik satu persatu sambil tangannya memainkan klitoris Adel hingga tubuh kekasihku beberapa kali terguncang
dilanda kenikmatan yang menggelitik dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Don membalikan tubuh Adel, membuatnya telungkup lalu menjilatinya dari bagian tumit kaki hingga ke bagian punggung dan leher.
Terlihat jelas ketika lidah Don menjilati bagian tengkuknya Adel meronta dan tangannya terkepal mengejang sementara Don terus memainkan tangannya di kemaluan Adel.
Sesaat kemudian tampak Adel sudah tidak tahan lagi dan ketika Don melepaskan pagutan bibirnya dari tengkuknya Adel menaikan posisi tubuhnya dalam posisi doggy style memohon Don segera memasuki tubuhnya.
Keringat dingin membasahi tubuhku karena aku paham betul Adel senantiasa ingin memulai intercourse dengan doggy style sebagai posisi pembuka.
“ Don, Don please masukin sekarang, masukin sekarang please’
Adel lirih memohon dengan penuh gairah.
Tapi Don pandai memainkan perannya.
Dia menunduk, menjilati pinggang pacarku, menggigit pantatnya dengan gigitan2 birahi lalu terlihat menjilati bagian anus Adel.
Adel menggelinjang penuh hawa nafsu “ ah! “ terdengar jerit khas Adel yang keras dan singkat tiap kali syaraf erotisnyadisentuh.

Don kemudian memutar tubuhnya rebah di kasur dan menyelipkan kepalanya diantara kedua paha Adel yang dalam posis doggy style hingga wajah Don face – to – face dengan vagina Adel.
Adel paham maksud Don dan langsung mengangkat tubuhnya yang tadinya nungging dalam posisi doggy berubah jadi posisi duduk berlutut diatas wajah Don.
Di layar kamera tampak beberapa kali tubuh langsing pacarku tersentak keras mengiringi jeritan khasnya ‘ah!’ ‘ah!’ ‘ah!’ seirama dengan jilatan Don di kemaluannya.
Sesaat kemudian Adel ganti posisi balik badan hingga dia bisa meneruskan gerakan semula sambil mengocok penis Don.
Tubuhku bergetar dan darah berdesir ketika Adel menurunkan pundaknya dan wajahnya mendekati penis Don.
Oh GOD! – dlm hatiku, kekasihku akan mengoral pria itu.
Dugaanku tepat dan Adel sempat menoleh kearah kamera dengan ekspresi lucu seolah aku hadir disitu dan dia seperti ingin meminta persetujuanku sebelum mengulum penis Don.
Sesaat dia menatap kamera dengan wajah nanar penuh birahi dan kemudian seolah merasa mendapat persetujuan, dia langsung mengulum penis Don yang kekar dan kokoh itu dengan rakusnya.
Tubuh Don terlihat menggelinjang ketika mulut Adel memompa kejantanannya hingga tampak kepala Adel turun naik ketika dia berusaha menelan batang kemaluan Don semaksimal mungkin.

Sesaat kemudian rupanya Don tidak tahan lagi dan sedikit berontak untuk melepaskan kepalanya dari jepitan selangkangan pacarku yang sedang hot melumat penisnya.
Rupanya Adel tidak sadar Don ingin menyudahi permainan 69 itu karena keasyikan menikmati batang kokoh milik pria yang baru dikenalnya itu.
Sedikit rikuh Adel mengangkat pantatnya dan memindahkan posisi pahanya membebaskan kepala Don dari jepitannya.
“ hah sory ‘ ujar Adel singkat disela deru nafas yang memburu namun Don tidak bersuara langsung merenggut tubuhnya dan ditelentangkan diatas ranjang siap untuk penetrasi.
Sesaat sebelum itu Adel tampak berbicara dan menunjuk kearah tas kantornya.

Don turun dari ranjang dan mengambil sesuatu dari tas kantor Adel.
Sebagaimana direncanakan sebelumnya, Adel membawa kondom untuk dipakai Don.
Safety first adalah rule number one permainan ini.
Don berdiri disamping ranjang memasang kondom sementara Adel tampak membetulkan posisinya,
Sebagaimana kebiasaannya, Adel membalikan tubuhnya dalam posisi doggy style, meraih bantal dan diletakan dibawah kepalanya sementara tangannya tetap dia mainkan di kemaluannya menjaga supaya bagian sensitifnya itu tetap basah untuk menerima penetrasi.
“Mbak bisa telentang aja gak?’ Don minta Adel dalam posisi missionary.
Tampak Adel menoleh ke belakang dan menggelengkan kepalanya “ no, gini aja dulu, cepetan sih’ suaranya tidak sabar.
Don kembali naik ranjang, mendekatkan posisinya pas dibelakang pantat Adel dan menggesekkan penisnya yang keras itu di vagina Adel.
Sesaat kemudian Don mendorong maju dan kekasihku tercinta membenamkan wajahnya di bantal hingga jeritan panjangnya sedikit teredam bantal.
‘uuuuuuuuh, uuuuuh’ Adel merintih menahan penetrasi Don yang lambat tapi pasti menelusup kedalam kemaluannya.
Adel membetulkan posisinya dengan merendahkan bagian atas tubuhnya hingga terlihat dia nungging dengan lekukan di bagian pinggang hingga pantatnya benar2 naik.
Sesaat kemudian kulihat ranjang bergoncang keras ketika Don mulai memompa tubuh pacarku dari belakang.
Tubuh Adel bergetar namun jeritannya diredam oleh bantal yang menutupi wajahnya sementara suara desahan berat Don mendominasi ruangan.
Makin cepat dan kian ganas hingga pantat Adel yang beradu dengan pinggang Don menimbulkan bunyi seperti tamparan.
‘’plak plak plak’ !!
‘Oh yesssssss fu*k me!’ jerit Adel ketika akhirnya dia mengangkat wajahnya melepas semua gairah.
Don menjambak rambut Adel hingga wajah manis kekasihku terlihat jelas merah merona bersimbah peluh.
Pipinya memerah dan matanya terpejam rapat sementara mulutnya menganga mengeluarkan jeritan2 khasnya ‘ah! Ah! Ah! Ah! Ah!’
menjawab tiap dorongan penis Don menerobos kemaluannya.

Beberapa menit kemudian permainan makin ganas, ranjang berderak kasar dan Adel tampaknya mendekati klimaks.
Kedua kakinya dia kaitkan ke paha Don seolah turut mendorong Don melesakkan penisnya yang kokoh dan kekar itu kian dalam ke kemaluannya dan jeritannya makin intens diimbangi desahan erotis Don yang berpacu cepat.
Akhirnya ‘penderitaanku’ berhenti dengan rintihan Adel yang seperti menggigil sambil menutup wajahnya dengan bantal ketika Don juga mencapai ejakulasi.
Sesaat tubuh keduanya mengejang hingga akhirnya Don lunglai di punggung pacarku.

1 menit berlalu hingga Adel bangkit dan berjalan limbung kearah kamera.
Tubuh kuning langsatnya dipenuhi peluh dan bulu2 kemaluannya tampak basah kuyup akibat cairan kenikmatannya sendiri.
Tangan Adel terulur kearah kamera dan wajah cantiknya tampak pucat dan matanya sayu penuh kenikmatan sebelum layar kamera kembali gelap.

Kembali kutekan tombol pause dan aku mengambil tissue untuk membersihkan sperma yang berceceran akibat aku tanpa sadar masturbasi melihat permainan sex kekasihku dengan pria yang baru dikenalnya itu.
Kunyalakan rokok dan meneguk segelas air dingin menyiapkan diri untuk menyaksikan kelanjutan rekaman kamera yang menunjukan masih ada sisa rekaman lagi.

2 batang rokok kemudian aku kembali meraih kamera itu dan menekan tombol ‘play’
Rupanya pacarku dan Don sempat beristirahat dan di layar tampak Adel telungkup diatas ranjang didepan notebooknya sambil mengenakan kacamatanya.
Well, kekasihku adalah tipe workaholic bahkan disela sela permainan ini masih sempat dia mengecek email.
Biasanya Adel mengenakan contact lens tapi tentunya sudah dia lepas sebelum bercumbu hingga dia mengenakan kacamata bacanya.
Wajahnya yang tadi penuh gairah dan kenikmatan berubah menjadi serius hingga makin tampak cantik dan anggun sekalipun agak kontras melihat tubuh telanjang tanpa busananya diatas ranjang.
Don rupanya mengambil gambar sambil ngobrol.
“ Mbak masih aja kerja sih, udah jam berapa nih?’
“ Ya gitu deh, aku harus update ke kantor pusat di oz karena ada email dari lapangan yang musti aku forward kesana biar besok gak bikin repot’ ujar Adel sambil tetap serius memperhatikan layar LCD dihadapanya.
Tampangnya bila sedang bekerja tampak acuh dengan sekeliling.
“ Don ambilin rokok gw dong’ pintanya dingin.
Terlihat tangan Don menyerahkan sebungkus sampoerna menthol kemudian menyodorkan lighter yang disambut Adel menyulut rokok.
Kepulan asap tampak di layar kamera “ eh say, itunya di lap dulu sih’ ucap Adel enteng sambil menyodorkan tissue kearah kamera. Terdengar tawa lirih Don dan tangannya mengambil tissue dari Adel
“ Matiin dulu sih, ngapain rekam sekarang’ ujar Adel cuek sambil tatapannya tetap serius kearah layar LCD didepannya.

Adegan pun berganti cepat dan kini terpampang di layar Adel sedang berdiri di samping ranjang sambil mereguk segelas air putih dari botol aqua compliment hotel.
Tangannya masih memegang rokok dan kacamata bacanya masih dia kenakan.
Don rupanya mengambil adegan itu dalam posisi duduk di kursi yang tadinya diduduki Adel di adegan awal.Tubuh langsing kuning langsat dengan sepasang kaki jenjang milik Adel tampak polos tanpa busana mondar mandir sambil menghisap rokok menthonya seperti tidak sabar.
‘Gimana? Udah bisa lagi?’ ucapnya sambil menghembuskan asap rokok.
‘Hmm bentar mbak, belum ada 10 menit nih, bentar lagi bisa lagi koq’ ucap Don
Rupanya Don sedang berusaha membangunkan lagi penisnya yang baru bekerja keras.
Tampak di layar tangan kiri Don mengocok penisnya yang sudah mulai berdiri sementara di latar belakang Adel berjalan mondar mandir seperti gelisah.
‘Hurry up say, cowok aku parno nih kalo kelamaan’ ucap Adel cuek.
‘ wait a second mbak’ Don mempercepat kocokan penisnya.
‘ lambret nih’ ujar Adel sambil tersenyum nakal.
Adel berjalan menghampiri kamera hingga di layar hanya tampak bagian pusar hingga pahanya.
‘ U need help dear?’
Adel memainkan jarinya diatas klitorisnya yang tampak mulai basah lagi.
‘Ah that’s good’ Don antusias.

Sesaat kemudian focus dimundurkan dan Adel terlihat mengangkat kakinya dan meletakan telapak kaki kanannya diatas pangkuan paha kiri Don hingga kewanitaannya makin terekspos kemerahan dan tapak licin basah.
Terdengar nafas Don makin berpacu dan akhirnya Adel duduk bersimpuh didepan Don, wajahnya tepat didepan penis Don yang mulai mengeras.
Serta merta Adel meraih penis Don dan mulai menjilatinya.
Bibir tipis kekasihku kemudian mendarat menciumi batang kemaluan Don yang mulai mengeluarkan urat2 kokohnya.
Adel menjilati kearah pangkal kemaluan hingga lidahnya mencapai buah zakar Don.
Rupanya Adel lupa melepas kacamata bacanya hingga tersangkut di penis Don
‘’Ups sory, lupa aku’ ujarnya nakal sambil melepas kacamata bacanya.
Tanpa kacamata wajah pacarku kembali memperlihatkan erotisme dan segera Adel mengulum penis Don.
Adel mengulumnya dalam2 hingga hamper tersedak karena mencoba teknik ‘Deep Throat’
Don mendesah lirih menikmati service nikmat kekasihku tercinta.
Tepat bersamaan ereksiku kembali bagkit.

Adegan berpindah kali ini kamera tetap di tangan Don dan di layar tampak Adel terlentang diatas ranjang, pahanya membuka dan ujung kemaluan Don tertangkap layar bergerak mendekati vagina kekasihku.
‘Pelan – pelan ya say’ ucap Adel sambil berusaha menaikan posisi badannya.
Adel yang tubuhnya terlentang menggunakan dua siku tangannya menopang supaya badannya bisa sedikit tegak untuk melihat penis Don melakukan penetrasi kedua.
Somehow karena posisi itu Don agak susah memasukan penisnya hingga Adel membantunya dgn menuntun batang kemaluan Don menemukan liang kewanitaannya.
Tampak Adel berusaha menempatkan posisi kepala menunduk utk bisa melihat proses penetrasi tersebut.
Don tampak penasaran dan coba mengalihkan ujung penisnya kearah anus Adel namun Adel sigap meraih penis Don dan diarahkan ke vaginanya.
‘No no, yang itu Cuma buat cowok aku aja’ ujar Adel memperingatkan Don dengan tatapan tajam.
Well aku menyaksikannya agak terharu at least pacarku masih menyisakan tempat special itu khusus untuk aku.

Sesaat kemudian kepala penis Don sudah setengah terbenam dibalik bibir dalam kemaluan Adel yang merah dan licin.
‘Ok say, nice and slow’ ujar Adel memerintah.
Penis Don meluncur perlahan.
‘ Fokusin please’ suara Adel lirih memohon.
Fokus kamera di perjelas dan tampak kemaluan Don perlahan membelesak kedalam lipatan bibir dalam vagina kekasihku yang merah basah.
‘Perfect’ ujar Adel singkat dan kemudian focus kembali menjauh dan tampak Adel sudah rebah dengan kedua tungkai kakinya terlipat membentuk huruf ‘M’ dan kedua telapak kakinya menempel di pinggang Don.
Sesaat kemudian Don mulai memompa keluar masuk dengan irama yang pelan.
Adel merespon dengan memainkan klitorisnya dengan ujung jemarinya yang lentik.
Wajah kekasihku tampak berkonsentrasi dan tatapannya kosong kearah langit langit kamar.
Sesaat kemudian Don mulai masuk ‘gigi 2’ dengan kecepatan dipercepat tapi tusukannya dia batasi hanya setengah ukuran batangnya.
Tiap gerakan mundur, Don mengaturnya sedemikian rupa hingga kepala penisnya nyaris mencelat keluar vagina Adel.
Dengan begini jelas terlihat bibir dalam vagina Adel seperti ‘monyong’ tertarik keluar mengikuti gerak mundur penis Don.
‘Cream’ kental berwarna putih mulai terlihat menempel di batang penis Don tiap kali ditarik mundur pertanda kekasihku mulai terangsang seiring suara nafas Adel makin nyaring.

Sesaat kemudian Adel sudah benar2 basah dan kecipak cairan vaginanya terdengar berirama seiring tusukuan2 Don.
Don memegang kamera dan mengaturnya hingga seluruh tubuh Adel hingga bagian pinggang Don tertangkap layar kamera.
Darahku berdesir melihat kekasihku kian lama kian dikuasai gairah syahwat.
Awalnya hanya bunyi nafas saja tapi lama2 rintihan2 kecil Adel mulai terdengar.
‘uh uh uh’ wajah pacarku amat erotis dan seolah memohon Don memberikan kenikmatan yang lebih dan lebih lagi.
Pipinya merona dan matanya kian sayu seiring peluh membasahi tubuhnya.
2 menit berlalu dan Don akhirnya melakukan tekanan dengan lebih cepat lagi.
Kini dia membenamkan penisnya sedalam mungkin kedalam vagina Adel hingga tiap kali mendorong, bulu kemaluan keduanya seolah menyatu sebelum kembali terpisah seiring gerakan mundur penis Don.
Adel pun merentangkan kedua pahanya lebar – lebar ibarat burung merpati mengepakan sayapnya.
Pemandangan indah sekaligus membakar ego dan birahiku melihat kekasihku tercinta membuka pahanya lebar2 dengan bantuan kedua tangannya hingga penis Don bebas keluar masuk maju mundur.
Suara kecipak cairan vagina tidak lagi terdengar karena Don melakukan full penetrasi hingga tidak ada lagi ruang udara digantikan suara desah nafas Don dan rintihan2 kenikmatan Adel.
Uh uh uh uh wajah Adel sudah berubah dari wajah wanita professional yg tadinya serius didepan notebook menjadi wajah wanita yang dilanda birahi dahsyat.
Terlihat Adel juga berusaha mengatur stamina dan menahan orgasmenya selama mungkin hingga dia menahan diri tidak menjerit keras. Adel mengatur nafasnya dengan mengeluarkan suara rintihan pelan Uh uh uh uh! Bibirnya yg tipis dan indah itu terlihat agak monyong mengeluarkan suara tersebut.
Pemandangan indah dan erotis itu membuatku kembali menggenggam penisku yg sejak tadi sudah keras ereksi.

5 menit kemudian Adel menyerah, Don memang lambat berdiri tapi sekali berdiri staminanya amat mengagumkan.
Adel kembali mengeluarkan jeritan khasnya ‘ah!’ ‘ah!’ ‘ah!’
Jeritan keras dan singkat mengikuti tiap tusukan penis Don hingga akhirnya tampak Don agak membungkuk dan tangan kirinya dia gunakan menopang ke ranjang hinga tubuhnya yg tadi dlm posisi duduk tegak jadi membungkuk hingga tusukan penisnya dia lakukan
dengan bantuan bobot tubuhnya.
Kesadaran Adel mulai hilang dan dan kepalanya menggeleng ke kanan dan kekiri seiring alisnya tampak menyatu di dahinya karena matanya dipejamkan menahan nikmat.
Kedua tangan Adel memegang dan membuka pahanya selebar mungkin nyaris dalam posisi ‘Split’ sempurna dan deru nafas Don makin berat dan ranjang makin bergoncang merespons tiap tekanan tubuh Don menghujamkan penisnya ke kemaluan pacarku.
Akhirnya Adel tidak tahan dan dia mencapai puncak.
Wajahnya merah padam sambil menggigit bibirnya menggigil sementara kakinya yg sebelumnya dia rentangkan mengangkang lebar dilipat diatas perutnya.
Terlihat Don melakukan penetrasi maksimal hingga ranjang bergetar hebat dan tubuh kekasihku terguncang naik turun.
Adel tidak kuasa menahan kenikmatan ribuan volt itu akhirnya gigitan bibirnya terlepas dan dari mulutnya terdengar jerit menggigil khas tiap kali dia orgasme.
Don mengendorkan tusukannya saat Adel orgasme dan tubuh kekasihku sejenak terdiam kemudian bergetar seperti menggigil beberapa kali sebelum akhirnya matanya menjadi sayu dan wajahnya menjadi pucat.
Kedua tungkai kakinya yg tadinya melipat kini tergeletak lunglai disamping pinggang Don.
‘ Oh shit, enak bangeeeet, damn good !!’ ujar Adel sambil tetap memejamkan mata lemas.
Nafas kekasihku masih memburu dan dia berusaha menormalkan kembali.
Tampak berapa kali Adel menelan ludah karena tenggorokannya kering habis dipacu kenikmatan.
Sementara Don dengan amat mengagumkan ternyata belum mencapai ejakulasi tapi dia menurunkan temponya jadi lambat.
Penisnya tetap keluar masuk vagina Adel sementara tangan kirinya membelai payudara kekasihku dengan lembut dan mesra lalu merapikan rambut Adel yang kusut. Adel tampak menatap sayu tanpa ekspresi sambil menormalkan deru nafasnya.

Mendadak bunyi ponsel terekam kamera dan Adel yg masih lemas tampak meraih ponselnya dan kemudian di layar tampak Adel meletakan kamera di telinganya dalam posisi masih menerima penetrasi pelan dari Don.
Jantungku mau copot menyadari bahwa itu adalah saat ketika aku menelpon Adel.
Rupanya kekasihku baru saja menerima kenikmatan dari anak muda itu.

“ Yes dear’ tampak Adel menjawab dengan tatapan sayu.
Adel memberikan kode dengan mulutnya kepada Don yg masih memompa vaginanya
‘COWOK GUA NIH’ terbaca jelas dari gerak mulut Adel yg memberitahu Don tanpa bersuara.
‘He’eh’ ujar Adel menjawab singkat lalu menutup ponselnya.
DAMN! Aku ingat saat itu tadi.

Setelah menerima telpon, Adel yg masih dalam ekspresi penuh kenikmatan menatap kearah kamera dan berkata.
“ Ayo say, buruan sih, kasihan cowok aku nunggu’
Kekasihku rupanya mengkhawatirkan aku yg menunggu tapi sepertinya Adel mengerti bahwa Don belum menjapai ejakulasi dan membiarkan Don menyelesaikan.
Kamerapun pandah tangan dan kini Adel memegang kamera dan Don tampak di layar mulai memacu untuk mendapatkan jatah kenikmatannya.
Don memompa sebisa mungkin dengan desahan yang kian berat sementara Adel yg sudah mendapatkan kenikmatannya serius merekam dan membiarkan tubuhnya di bolak balik berbagai posisi oleh Don.
Setelah posisi missionary Don mencoba posisi menyamping menusuk dari samping hingga posisi Adel miring dengan kaki diangkat.
Terbayang olehku Adel pasti sulit mengambil angle itu tapi dia bisa tetap focus mengambil gambar tersebut.
1 menit, 2 menit, 3 menit berlalu Don tidak kunjung ejakulasi dan aku mulai mendengar rintihan2 lirih kekasihku lagi.
DAMN! Adel kembali mendaki kenikmatan!
Posisi berganti, kini Adel tetap memegang kamera mengambil posisi ‘woman on top’ duduk diatas penis Don sementara Don terlentang. Untuk menjaga supaya kamera tidak bergoncang, Adel tidak melakukn gerakan naik turun tapi memainkan pinggulnya maju mundur dan juga melakukn gerakan ‘mengulek’ alias memutar pinggangnya bak penari hula hula.
Lututku lemas menyaksikan kekasihku melakukan gerakan erotis dimana penis Don secara penuh ‘ditelan’ vaginanya kemudian diputer dengan gerakanmengulek.
Glek! Aku masturbasi makin cepat.
Don tidak lagi mendesah tapi mulai bersuara keras “ Oh oh, yes baby!! Faster!!’
‘hmmmm hmmmm uuuuh’ rintihan erotis Adel seiring gerakan goyang pinggulnya melumat penis Don amat dalam menembus liang kenikmatannya.

Akhirnya Adel tidak tahan dan menyerahkan kamera ke tangan Don hingga terpampang kembali di layar tubuh kekasihku menggeliat bak penari hula hula memainkan penis Don dalam kemaluannya.
Sesaat kemudian keduanya sudah diambang puncak kenikmatan dan Adel mulai melakukan gerakan memompa naik turun dengan keras dan makin ganas.
Kamera agak terguncang karena gerakan Adel membuat pegas ranjang bergerak naik turun dengan cepat.
“ Oh yeas fu*k me fu*k meeee!’ jerit Adel
‘ Ah my dear … aku dah mau keluar nih’ suara Don tenggelam dibalik deru nafasnya sendiri.
‘ Uuuuuh yes .. me too Me too !!! Adel menjerit, peluhnya seperti jagung menetes dari pipinya ke payudaranya yang seperti terlempar naik turun karena guncangan.
Sesaat kemudian jemari Adel tampak mencakar dada Don ketika tubuhnya mengejang melengkung kebelakang sementara Don mendesah panjang.
Keduanya menjemput kenikmatan bersama setelah permainan panjang yang liar.

Spermaku muncrat membasahi celana dalamku.
Belum pernah kurasakan sensasi kenikmatan menyaksikan kekasihku menikmati birahi dengan orang yang baru kita kenal.
YESSS GOD DAMN YESSS!!!!

Tampilan layar kemudian berganti dan kini tampak di kamar mandi Adel sedang duduk di closet mengarahkan jet washer kearah selangkangannya membersihkan dari sisa2 cairan kewanitaannya yg bercampur cairan spermicide dari kondom yg dikenakan Don.
Wajah Adel tampak berseri sekalipun matanya masih sayu dan pipinya pucat.
“ Ngapain kamu rekam sih adegan gak penting ini’ suara Adel sewot.
‘Eh Don tolong ambilin hp-ku dan teken tombol no 2, itu speed dial ke pacarku’
Tangan Don tampak menggenggam ponsel Adel dan menelponku.
DAMN!!
‘Sini aku bersihin punya kamu’ ujar Adel seraya menjentikan jari telunjuknya memanggil Don mendekat.
Don mendekat sambil tetap merekam.
Terlihat penisnya masih belepotan sperma kemudian digenggam Adel yg masih duduk di closet.
‘Aku bersihin ya’ Adel tampak tersenyum nakal.
Adegan berikutnya cukup membuatku terkejut.
Kekasihku mengulum penis Don yg sudah lunglai bersimbah sperma itu, kemudian menjilati sisa2 sperma yang masih tercecer sebelum menyemprotnya dgn air.
Bersamaan dengan itu terdengar suara Don bicara di ponsel
“ Mas ini Don, emm kita sudah selesai, mbak Adel minta dijemput 10 menit lagi di lobby’
GOD DAMN! Rupanya waktu Don menelpon minta jemput itu dia sedang dioral kekasihku!!
DAMN DAMN DAMN!
Terdengar lagi suara Don dari balik kamera “ Udah mbak, katanya lagi mau on the way kemari’
Tampak ponsel Adel diletakkan di samping meja rias lalu kamera diletakan Don diatas meja yg sama.

Di layar kemudian tampak Adel bangkit dari closet menuju shower, menyalakannya dan mengerling ke arah Don dan berkata “ Yuk bareng aja Don’
Dan di layar kamera tampak sosok pria bugil menghampiri kekasihku dibawah siraman shower dan mereka mandi bersama.
Mereka saling bergantian menyabuni dan membersihkan badan satu sama lain, kemudian kulihat Don mendekap tubuh Adel dari belakang dan keduanya menikmati siraman air panas di shower itu.
Tepat ketika kupikir permainannya berakhir, mendadak Adel menolek ke belakang kearah Don, membisikan sesuatu yg tidak bisa ditangkap kamera karena tersama bunyi air, lalu Adel terlihat memberikan kode menunjuk ke bagian bawah lalu Don kemudian duduk bersimpuh dan Adel mengangkat kaki kirinya tinggi hingga telapak kakinya dilatakan di keran air lalu Don kembali
mendaratkan pagutan bibirnya ka arah vagina kekasihku dan kembali mengoralnya.
Adel tampak tersenyum penuh gairah dan Don terlihat amat bersemangat menjilati kemaluan kekasihku.

Darahku kembali berdesir panas dan gairahku kembali aktif namun permainan terakhir mereka di bawah shower tidak bisa
kusaksikan sepenuhnya karena durasi recording kamera sudah keburu berakhir dan layar mendadak jadi gelap.
Ternyata mereka masih sempat 1 ronde lagi disaat aku sedang bergegas menjemput kekasihku.

GOD DAMN!!!!!!!

Gairahku membara dan kutemukan kenikmatan unik dalam permainan itu.
Malam itu juga kutelpon Adel dan mengutarakan semua perasaan dan komentarku mengenai rekaman tersebut.
Adel memastikan bahwa itu hanya One night stand dan dia tidak sabar untuk melakukan permainan berikutnya kali ini dia yg kebagian menyaksikan aku dengan perempuan lain.

‘that was a great experience my dear’ ucapnya lirih di telpon
‘ Don lumayan juga tuh’ ucapnya menggoda
‘Lumayan?’ kataku sinis
‘’Eh nggak deh, gak lumayan tapi luar biasa sih, 5 orgasm dalam 2 jam tentu luar biasa dong say, at least aku musti kasih
kredit atas servicenya dong’ ujarnya nakal.
‘ U know I can givu more than him my dear’ jawabku tidak mau kalah.
‘Yes you are darling’ ucapnya lirih ( tentu saja – aku pernah bikin dia orgasme lebih dari itu koq )
‘’So?’ jawabku lagi.
‘ So, aku udah nggak sabar liat kamu sama perempuan lain, tantangan lho, bisa gak kamu bikin rekaman sehebat yang aku bikin
sama si Don’ ucapnya.
‘ Pasti !!! ‘ jawabku tidak mau kalah.
‘ Ok deh gak sabar nunggu nih, btw my dear, kamu tetap satu2nya yang ada di hati aku, malah aku tambah sayang sama kamu’
suaranya berubah serius dan penuh perasaan.
‘Me too darling, I love you more’ Hatiku dipenuhi kehangatan.

Sejak saat itu hubungan sex kami tidak pernah standar lagi tapi malah makin hot dan menggairahkan.
Hubungan cinta makin lekat dan dekat karena kami berdua sudah saling share intimate fantasy yang paling dahsyat.
Setelah pengalaman itu tentu saja giliran aku yg melakukan permainan tsb dan kami juga melakukan hal itu beberapa kali hingga
kini.

Me & Adel : Our Private Game

Posted in Uncategorized on August 21, 2009 by ceritaindo

Aku sudah berpacaran dengan Adel selama lebih dari 2 tahun ( Februari ini menginjak 2 tahun 3 bulan ) dan selama itu hubungan kami fine – fine aja.
Terlebih soal hubungan sex, aku cukup beruntung punya pacar yang tergolong cukup aktif dan terbuka membicarakan ( dan tentu saja melakukan ) sex.
Adel adalah tipe cewek yang punya inisiatif dalam hal hubungan sex.
Sejak awal hubungan kita, soal sex adalah hal yang lumrah dibicarakan hingga akhirnya kita melakukannya saat baru berpacaran sekitar 2 bulan.
Aku adalah orang ke 3 yang pernah berhubungan sex dengannya – begitu menurut pengakuannya.
Adel sudah aktif berhubungan sex dengan pacarnya semasa kuliah dan so far saya melihat dia amat matang dan cukup dewasa dalam berhubungan sex.

Sejak awal berhubungan, saya sadar Adel sudah tidak virgin lagi but that’s ok mengingat saya pribadi tidak melihat virginity sebagai sebuah hal yang sakral atau mejadi patokan kualitas kepribadian seseorang.
Tapi saya memang tidak ingin menanyakan atau membicarakan hubungan sex Adel dgn pacarnya dulu sampai akhirnya dia menceritakannya sedikit karena tidak sengaja.
Hal itu terjadi gara – gara pembicaraan kita mengenai penisku yang agak bengkok ke kiri – sedikit sih Cuma kelihatan agak melengkung kalau sedang ereksi.
Saya menanyakan apakah hal itu mengganggu dia dalam berhubungan dan Adel menjawab bahwa hal itu normal.
Well, saya pun paham bahwa hal itu normal hanya agak sedikit ‘kaget’ karena akhirnya Adel menceritakan pengalamannya bahwa di masa kuliah, pacanya yang pertama kali mengambil keperawanannya malah lebih ‘bengkok’ dari punyaku.
Karena penasaran dan kepalang tanggung saya menanyakan sekalian sudah berapa pria yang pernah berhubungan dengan dia dan Adel menjawab bahwa sebelum saya sudah ada 2 pria yang pernah berhubungan sex dengannya.
Tambah penasaran dan kepalang tanggung saya bertanya pertanyaan yg tentunya agak ‘sensitif’ tapi saya yakin ada di benak rekan2 Bluefame sekalian “ Diantara kita bertiga, yang mana yang paling panjang? “
Cukup lama Adel berpikir untuk menjawab dan terus terang itu membuatku mendadak merasa ‘sensi’ dan pikiran buruk muncul “ jangan2 punya gua yang paling kecil nih’ – gawat!
Tapi Adel kemudian menjawab “hmm jangan tersinggung ya say, yang paling panjang itu yang pertama tapi beda dikit koq sama punya kamu ”
“Well, sedikit lega rasanya karena ternyata saya masih no.2 dan bukan yang paling pendek – tapi tetap saja ‘HIKS’ ( ternyata masih ada yg lebih panjang dari punyaku yang 15,5 cm ini )

Balik ke cerita saya lagi, setelah dua tahun lebih berpacaran, saya merasa hubungan sex menjadi standart alias hanya itu itu saja tanpa variasi.
Kami berdua punya fantasi sex yang cukup tinggi dan so far seringkali share satu dengan yang lain.
Akhirnya kita punya cara membuat hubungan ranjang kita lebih ‘hot’ dan ‘challenging’.

Adel adalah tipikal modern worker yang punya sex appeal tinggi dan bekerja sebagai purchasing manager di sebuah perusahaan pertambangan asing yang berkantor di daerah SCBD.
Pekerjaannya menuntut dia sering bertemu klien yang mayoritas pria dan dari situ tentu saja banyak yang menggoda atau sekedar mencoba flirting dengannya mengingat statusnya masih single
( well, status pacaran tidak dianggap – hikz lagi ).

Kami juga tidak pernah mengekang pergaulan satu dengan yang lain karena sama2 sibuk dan Adel masih aku berikan kebebasan untuk hangout dengan teman2nya di pub atau diskotik.
Tentu saja tawaran kencan atau sekedar ‘ngupi2’ sering dia terima baik dari kenalan2nya maupun dari klien2nya diluar jam kantor.

Solusi atas hubungan sex yang standar akhirnya kami temukan yaitu kita saling flirting dengan orang lain / stranger di hadapan pasangan kita.
Syaratnya adalah si teman kencan itu haruslah orang diluar lingkup pergaulan kita jadi bila Adel berkencan haruslah dgn pria yg tidak kenal dgn aku dan demikian sebaliknya.
Jadilah strategi itu kita jalankan gentian, bila aku ngedate dengan pasanganku maka kita janjian di satu tempat sementara Adel menyaksikan dari dekat tapi tetap berlagak tidak saling mengenal.
Demikian sebaliknya ketika Adel menerima tawaran ‘ngupi’ dari kliennya diluar jam kantor maka aku akan duduk tepat dimeja sebelah mereka berlagak tidak kenal sambil menyaksikan mereka saling flirting satu sama lain.
Ternyata hal itu amat membakar birahi dan menaikan hormone adrenalin.Melihat pria asing menggoda pacarku yang cantik, berusaha mengajaknya ‘check in’, menyentuh tangan pacarku diatas meja atau meletakkan tangan di pinggang Adel ketika meninggalkan ruangan membuat ereksiku tidak tertahan.
Hal itu biasanya dicurahkan setelah itu dengan hubungan sex yang hot dan panas karena terpicu oleh rasa cemburu dan sensasi erotis yang tinggi.
Namun hanya sebatas itu karena kami tetap berkomitmen bahwa hal itu Cuma ‘game’ yang dimainkan saat itu saja dengan batasan yang jelas dimana aku maupun dia tidak akan meneruskan dengan teman kencan masing2.
Setelah kencan kita masing2 harus berpisah dengan teman kencan kita dan membiarkan mereka penasaran.
Bila Adel yg kencan, setelah itu dia akan menolak bila diantar pulang atau diajak ‘lanjut’ karena aku siap menjemput dia dan demikian sebaliknya.

Hampir 3 bulan kita melakukan taktik ‘pemanasan’ seperti itu sebelum kita berhubungan sex sampai akhirnya kita berdua tidak bisa menahan godaan untuk melakukan yang lebih dari itu.
‘Bagaimana bila kita menyaksikan pasangan kita melakukan lebih dari itu?’
‘Tidakkah itu akan lebih hot dan erotis lagi?’

Tapi sebuah dilemma timbul karena bila kita sampai melakukan dengan teman kencan kita maka hal itu dikuatirkan akan berkepanjangan dan berlanjut hingga melibatkan emosi.
Aku dan Adel sama2 sepakat bukan itu yang kita butuhkan.
Kita tidak butuh perselingkuhan tapi hanya butuh rekreasi sex dengan pasangan yang tanpa resiko.
Pasangan yang bisa kita kendalikan dan bukan nantinya akan mengendalikan kita.
Dengan kata lain bila aku atau Adel yang melakukannya, kita akan melakukan dengan orang yang tidak memiliki akses untuk nantinya mengganggu dan merongrong hubungan kita.
Gigolo atau Call Girl bayaran?
No Way! Kilah Adel.
Akupun setuju karena kita butuh ‘orang ketiga’ yang intelek dan melakukan sex bukan karena dibayar
Akhirnya hal itu tetap menjadi angan – angan semata sampai suatu ketika aku sedang browsing di rumah dan menemukan sebuah milist khusus para swinger.
Setidaknya ada 3 milist serupa yang saya temukan dan akhirnya saya menunjukan ke Adel.

Kita kemudian sepakat memasang iklan di milist tersebut guna mencari ‘orang ketiga’ tersebut dengan cara yang lebih ‘safe’
Awalnya sempat terjadi perdebatan siapa yang akan lebih dulu mempraktekan hal itu, apakah kita akan mencari pasangan buatku atau pasangan buat Adel.
Akhirnya aku menyadari bahwa Adel lebih posesif kepadaku daripada sebaliknya.
So akhirnya aku mengalah dan setuju kita mulai dengan mencari pasangan untuk Adel baru kemudian bila sukses kita lakukan sebaliknya.
( Sejujurnya sih proposal awal yg aku ajukan adalah threesome 2 cewek, 1 cowok tapi ditentang habis oleh pacarku yang katanya tidak rela berbagi seranjang dgn wanita lain sementara bila sebaliknya, 2 cowok + 1 cewek, aku yang protes karena sama sekali
tidak terbayangkan olehku seranjang dengan pria lain dalam keadaan telanjang – bisa off nih rudal – heheh )
Akhirnya kita pasang iklan sebagai berikut :

pajamatimelovers@y…> wrote:
> Hi all,
>
> Kami berdua pacaran selama 2 tahun.
>
> Saya pria berusia 28 thn dan pacar saya 27 tahun.
> pacar kami mencari partner untuk one-on-one sex ( M-F )
> Kami memiliki fantasi ini sejak lama dan kali ini mencoba
> merealisasikannya.
>
> Kalau anda pria berusia antara 23 – 27 tahun silahkan kirim ke email
> kami ini : pajamatimelovers@y…
>
> Ceritakan ciri2 fisik, kemudian tulis apa yg akan kamu lakukan kalau kamu terpilih.
>
> Bila saya dan pacar saya setuju, nanti akan di beritahu via email utk
> membuat perjanjian utk interview berikutnya.
>
> Kami membutuhkan orang yang bisa dipercaya,
> memiliki kedewasaan dalam berhubungan sex serta punya fantasy sex yang unik.
> Tidak harus ganteng, yang penting sehat dan menarik.
> Harap diingat, ini hanya akan menjadi ONS ( One Night Stand ) tanpa kelanjutan.
> Bila berminat kirimkan juga foto diri anda terkini.

Terus terang kami tidak pernah melakukan hal itu jadi kami mencoba menulis ‘lowongan’ itu dengan bahasa sebisanya saja.

Seperti yang diduga jawaban dating lewat email amat banyak dan dalam waktu 2 hari saja sudah puluhan yang kita terima.
Tentu saja mayoritasnya adalah sampah karena isinya malah banyak yang vulgar dan childish.
Setelah lebih dari 2 minggu menunggu akhirnya kita mulai memilah ‘lamaran’ yang kita anggap serius dan ‘bisa dipertanggung – jawabkan’
Kita memilih pelamar yang mencantumkan foto atau yang menggunakan email kantor karena dari situ at least terlihat keseriusan dan kejujuran mereka.

Aku biarkan pacarku menseleksi dan menentukan siapa yang menurutnya sesuai atau mendekati seleranya.
Fase berikutnya kita coba kontak sekitar 5 pelamar dan meminta untuk melakukan chatting lewat yahoo messenger dengan menggunakan webcam ( kami tidak menggunakan webcam )
Akhirnya Adel menjatuhkan pilihannya pada seorang pria muda berusia 23 tahun, fresh graduate yang bekerja sebagai MT di sebuah perusahaan telekomunikasi.
Sebut saja namanya Don, dia cukup ganteng dan menurut pengakuannya memiliki tinggi badan 180cm – 2 centi lebih tinggi dari aku.

Berikutnya aku aja Don ‘interview’ langsung dengan datang ke kantornya ( sekaligus menyelidiki keabsahan datanya ).
Don bekerja di kawasan Thamrin dan kebetulan di lobby gedung kantornya ada coffeshop dan kami ngobrol disitu.
Adel hadir ditempat yang sama tapi duduk di lain meja tanpa sepengetahuan Don menyaksikan pembicaraan kami.
Pembicaraannya agak canggung karena kami berdua sama sekali belum pernah mengalami hal itu dan tentu saja perasaan saya berkecamuk karena saya sedang bicara dengan pria yang bakal menikmati tubuh kekasih yang saya cintai.
Awalnya Don bersikeras meminta foto pacar saya tapi tidak saya berikan kecuali saya memastikan bila saatnya nanti Don tidak merasa cocok dengan pacar saya, dia bisa membatalkan perjanjian di saat terakhir.
Saya pikir itu merupakan pilihan yang safe.
Don adalah anak muda yang punya fantasy sex yang cukup tinggi dan dari pengakuannya dia cukup berpengalaman dalam berhubungan sex.
Saya hanya tegaskan bahwa saya minta sex yang aman ( menggunakan kondom ) dan dia setuju serta saya mengajukan syarat bahwa hubungan ini hanya One Night Stand, tidak lebih.
Don mengiyakan, bagi dia bisa merasakan pengalaman ini saja sudah merupakan satu hal yang sensasional dalam kehidupan sex-nya.
Interview itu tidak lebih dari 20 menit saja dan kami berpisah.

Aku menjemput Adel di lobby karena kita keluar terpisah dan ketika kutanyakan pendapatnya Adel hanya melirik sambil senyum tanpa menjawab.
Kerlingan dan senyuman nakal itu cukup membuat rasa cemburuku terpicu karena aku paham betul gesture demikian adalah body language Adel dalam menunjukan suatu hal yang dia inginkan – HIKZ.

“ So, kapan nih ?’ ujarnya menggoda
Srrr jantungku serasa mau copot dan ingin rasanya aku membatalkan hal itu tapi tentunya sudah terlambat karena sudah jadi komitmen kita.
‘Ingat lo, setelah kamu nanti giliranku ya’ aku menjawabnya sedikit sewot.
Adelpun menaikan kaki jenjangnya diatas dashboard sambil membuka stocking yang dia kenakan, menurunkan g-string berwarna hitam yang dia kenakan dan kemudian menarik tangan kiriku dari persneling lalu dia letakan dibalik roknya tepat diatas
kewanitaannya yang sudah basah. Akupun langsung memacu mobil ke tempat kost Adel di daerah Karet dan kami melakukan sex yang panas dan penuh gairah.
Sekalipun demikian, pikiranku bercabang selama hubungan sex membayangkan tubuh mulus Adel digerayangi Don.

Hari itupun tiba ketika waktu istirahat makan siang aku kirimkan offline message ke YM Don :
“ Don, nanti jam 7 malam di Café Pisa, datang sendiri, jangan bawa hp, kalau tidak bisa msg aku sebelum jam 5 sore ini’

‘Bring no HP’ adalah keharusan demi privacy karena kami tidak mau ambil resiko bila Don merekam apapun lewat kamera hp-nya.

Dengan cara rasional dan praktis saja, aku dan Adel memutuskan ketemu di Pisa Cafe jam 19.00 wib. Kupikir ada baiknya Don juga kami temui dulu di tempat tersebut. Jadi kami sama-sama makan malam sekalian.
Adel merasa perlu ‘ice breaking’ dulu sebelum lanjut ke hotel karena tentu akan amat canggung bila langsung ketemu di kamar.
Ternyata aku dan Don datang lebih dulu. Adel belakangan karena terjebak macet dari kantornya yang di jalan Sudirman.
Sementara menunggu aku sempat sedikit memberikan introduksi kepada Don bagaimana hubungan kami di ranjang selama ini. Aku tidak tahu apakah hal ini ada gunanya. Lagipula toh mereka yang akan melakukannya bukan saya. Maybe perasaan khawatir bercampur ego saya membuat saya berusaha menjelaskan do’s dan donts dalam hal berhubungan sex dgn Adel pada Don.
Rencananya mereka akan merekam hubungan intim dengan kamera karena rencana awal sebenarnya adalah mereka having sex sementara saya menyaksikan langsung tapi dibatalkan mengingat Adel protes karena katanya canggung bila harus berhubungan dengan pria
lain didepan pacarnya.
Saya paham hal itu karena bila tiba giliran saya nanti saya pasti akan memilih opsi rekam kamera katimbang ada Adel duduk kayak satpam di pinggir ranjang.
So saya jelaskan dan meminta kerjasama Don dalam hal itu.
Dari percakapan itu juga saya mengetahui betapa Don amat antusias karena sebagai fresh graduate yang baru sekitar 4 bulan bekerja, dia mempunyai rasa kagum sekaligus turn on pada wanita2 kantoran yang menurutnya amat mature dan kelihatan amat paham bagaimana merawat tubuh dan penampilan.
Well, saya hanya bisa menghela nafas menanti reaksi Don bila bertemu Adel.

Nampak Adel di ambang pintu restoran mencari kami dan kemudian mengajukan langkahnya. Duh, cantik benar Adel ini. Mungkin dia datang terlambat untuk ke salon mempercantik diri dulu. Huh sepertinya dia amat antusias juga – keluhku membatin.
Adel mengenakan celana bahan yang cukup ketat hingga bagian pinggul dan pantatnya terbungkus rapat menunjukkan lekukan yang amat sexy dan ketika Adel membuka blazernya, hem putih yang dia kenakan rapat memperlihatkan pinggangnya yang ramping dan bagian dadanya yang ketat seolah tercekik kemejanya – HIKZ
Belum lagi rambutnya digelung keatas hingga lehernya yang putih jenjang itu makin terekspos kontras dengan pipinya yang sedikit merona menggunakan blush-on karena Adel kelihatannya well – prepared untuk kesempatan ini – huh!
Sesaat sebelum Adel mencapai meja kami, Don melirik kearahku dan berbisik pelan ‘ Bro, pacar lo hot abis’ – yea enjoy that mothafu*ka! demikian batinku bergolak.

Adel langsung menghampiri dan Don berdiri mengulurkan tangannya bersalaman.
“ mbak Adel cantik sekali’
Nyosss hampir saja tinjuku melayang kearah anak muda yang sepertinya berusaha memainkan perannya sebaik mungkin.
Normally Adel akan langsung protes dan nyerocos bila dipanggil ‘mbak’ dalam kesempatan non formal – ‘deeeuh biasa aja sih, emang gw mbak2?’
Tapi Adel sepertinya amat ‘behave’ dan tersenyum manis sambil membalas ‘ eh gak usah panggil mbak, just Adel aja ok’
Diapun segera duduk dengan tidak bersandar membiarkan lekuk panggulnya terlihat jelas di depan anak muda yang lagi horny itu
– DAMN!!

Sikap keduanya langsung cair yang ditunjukkan dengan senyumannya yang sangat menawan itu. Tentu saja, walaupun kobaran cemburuku menyala, hatiku gembira melihat perkembangan yang terjadi.
Syahwatku mengaliri urat-urat darahku. Kini aku sangat ingin selekasnya menyaksikan bagaimana kekasihku ini digauli orang lain. Selama makan malam, beberapa kali aku meninggalkannya dengan alasan ke toilet atau apa. Aku ingin memberikan kesempatan menjalin keakraban di antara mereka. Nampaknya mereka tahu dan memahami tingkahku. Mereka gunakan se-efektif mungkin untuk
saling lebih dekat.

Jam 20.30 wib, saat yang pas untuk menyelesaikan acara makan malam ini.
Kami pun segera bergegas menuju hotel ‘IBS’ di jalan Wahid Hasyim yg terletak dekat dgn lokasi Pisa Café.
Aku dengan Adel sementara Don dengan motornya lengkap dengan ransel di pundaknya.
Begitu mesin mobilku menyala, Adel langsung melancarkan pertanyaan “Kamu serius say?’
Tatap matanya penuh cinta dan pengertian, hatiku makin luruh karenanya.
“ Well, menurut kamu gimana?’
“ Say, begitu aku sama dia masuk ke kamar, then there will be no turning back’
‘ Honestly aku ini monogamist sejati, and you know that, tapi if u must play this game, then I will do it 100%’ ujarnya lagi dengan tatapan lekat kepadaku.
Tangannya yang halus meraih tanganku dan ditempelkan di pipinya.
Wajahnya yg kuning langsat campuran Sunda – Menado itu semakin menggemaskanku.
“ Say its our game dan aku siap koq’ jawabku lirih.
Sudah kubuang keraguan yang ada dan tampaknya Adel juga demikian.
‘ Just remember ya say, if anything happen just call me ya’ ucapku lagi.
“ Hey silly, pasti something happen lah, emangnya aku mau ngapain kalo bukan mau ‘itu’ sama dia’
Ujarnya sambil mendorong kepalaku menggoda.
“ Iyeee I know that, puasss?’ ujarku sewot
Mata Adel yang cerdas itu terlihat mengerling nakal dan menjawab
“ gak tau deh puas apa nggak nih sama tuh brondong, menurut kamu gimana? Bakal puas gak sih aku?
Oh my God, Adel teasing me.
Perasaanku makin gemas, langsung ku ciumi bibirnya penuh nafsu.
Adel membalas dengan buas dan bibir kami berpagutan cukup lama hingga aku hampir menerobos lampu merah.
Rem berdecit seiring kami berdua tertawa lepas menuntaskan semua keraguan akan rencana kami malam itu.
“ Hey jangan terlalu hot say, ntar make up aku rusak nih kan malam ini bukan untuk kamu’
Well, Adek sebenarnya bukan tipe wanita yg gemar memakai make up tebal dan malam itu seperti biasa dia memulas wajahnya cukup

alami sebagaimana kesehariannya sbg seorang professional muda.
Hanya blush on di pipi dan lipstick warna natural melengkapi alis alaminya yang indah itu – HIKZ HIKZ HIKZ
Dan Adelpun merebahkan tubuhnya memelukku erat sepanjang sisa perjalanan yg singkat tersebut.

20:45
Di lobby hotel Don yang tiba lebih dulu sudah duduk menanti di sofa dan tatapannya berbinar melihat kedatangan kami berdua – well lebih tepatnya melihat kedatangan Adel.
Kami bertiga duduk di sofa selama sekitar 2 atau 3 menit tanpa sepatah katapun seolah saling menanti inisiatif.
Don menatapku seolah meminta persetujuan semantara aku kemudian memalingkan wajahku ke Adel nanar. Aku pasrah saja menanti reaksi Adel.
Adel kemudian menarik nafas panjang, membetulkan blazernya lalu berdiri.
Cukup lama Don terbengong sampai akhirnya Adel mengulurkan tangannya dengan gerakan tegas seperti seorang guru menuntun muridnya yg canggung kearah Don.
“ Yuk Don’ ujar Adel singkat.
Don berdiri setengah ditarik Adel.
Jantungku berhenti sejenak.
Begitu keduanya berdiri aku berbicara spontan dengan nada halus “ well, have a good time’
Tenggorokanku kering ketika mereka berbalik meninggalkanku dan tangan kiri Don meraih pinggang Adel dan keduanya beranjak menuju lift.
Aku terpana dengan tatapanku kearah sepatu nine west warna krem dgn high heel stiletto yang dikenakan Adel mengetuk ngetuk lantai lobby hotel dengan pasti dan kian menjauh hingga menghilang dibalik kelokan menuju lift.
Aku duduk memandang lantai mendengar ketukan hak sepatu Adel kian menjauh, kian menjauh kemudian berhenti.
Aku tetap mendengar ketika bunyi bel lift terdengar lalu kembali ketukan hak sepatu itu terdengar dan akhirnya menghilang seiring bunyi bel pintu lift tertutup.

5 menit, 10 menit, 15 menit hingga 30 menit berlalu aku masih duduk termenung di lobby yg sepi itu.
Terbayang apa yang mereka lakukan diatas sana.
Pasti Don yang sedang hot2nya itu langsung menyergap tubuh Adel, menelanjanginya lalu menyetubuhinya, menikmati payudara kekasihku yang ukurannya tidak besar tapi ranum dan bentuknya indah, mengulum pentilnya, menjilati kawanitaan Adel yang bulu2nya tercukur rapih – brazillian wax’, kemudian menyusupkan penisnya kedalam kewanitaan Adel dan … tiba2 nada panggil standar NOKIA berbunyi dari balik kantong celanaku!

Segera kuangkat dan dari ujung sana terdengar suara Adel.
“ Sayang, kamu masih di lobby? “
“ eh eh iya say,emm kenapa?’
“ Hmm kamu jalan2 dulu kemana gitu, ngopi2 dulu gak usah nunggu sendirian dibawah, ntar aku call lagi deh kalo udah selesai”
suara Adel terdengar normal, tidak ada desah nafas atau bunyi – bunyian orang yang sedang dibakar gairah.
Perasaanku mendingan, aku segera menjawabnya
“ Oh hmm ok, eh mm iya deh aku nongkrong ke O La la depan Sarinah aja ya’
‘’ Ok dear’ ujar Adel
‘ Hmm ok deh hmm eh e nanti jam sete… ‘ belum habis kalimat itu selesai hp Adel ditutup.
DAMN! Adrenalinku naik dan perasaan campur aduk berkecamuk dalam dadaku.
Yah ini adalah konsekwensinya dan aku akhirnya pasrah.
Dengan gontai aku melangkah keluar lobby dan meninggalkan hotel.

22.00
Jam sepuluh malam, sudah sejam mereka aku tinggalkan disana.
Aku terhenyak karena dari tadi suntuk memandangi buih cream capucinno yang mendadak rasanya jadi tawar dan spontan aku menekan tombol fast dial.
Terdengar nada tunggu, nada tunggu dan nada tunggu …
Serasa berabad abad hingga aku mendengar suara Adel diseberang sana.
“ Yes dear’
Kini jantungku benar2 berhenti.
Aku terdiam kehilangan kata2.
Suara kekasihku kini terdengar lirih dan agak berat.
Ada helaan nafas yang lebih cepat terdengar disana.
Aku mengenal betul suara itu!
Adel sedang dalam keadaan amat terangsang dan sesuatu atau seseorang sedang memberikannya kenikmatan di seberang sana !
“ Eh oh sory sory .. gak apa2 koq, ehm just call me kalo dah selesai ya “ aku gugup menjawab.
“ he’eh’ Adel menjawab terburu buru dan sekenanya saja seolah sedang diburu atau mengejar sesuatu dan kemudian hpnya ditutup.
Seolah Adel sedang terfokus sesuatu hingga dia menjawabku sekedarnya.
DAMN! DAMN! DAMN!
Hatiku bergolak tapi aku merasakan birahiku pada kekasihku juga muncul di saat bersamaan.
Saat ini, detik ini, seseorang sedang memberikan kenikmatan pada kekasihku tercinta dan aku hanya bisa mendengar tanpa bisa berbuat apa apa.

22.50
Hampir 2 jam aku menanti ketika ponselku kembali berbunyi.
Kali ini kubiarkan dering ponselku berbunyi beberapa kali baru kuraih perlahan tanpa terburu – buru.
What else? Pikirku.
Apapun itu biarlah sudah terjadi.
“ Mas ini Don, emm kita sudah selesai, mbak Adel minta dijemput 10 menit lagi di lobby’
Suara Don membuatku terhenyak sesaat.
DAMN!! Kurang ajar bener nih, pikirku tidak rela Don menggunakan ponsel Adel.
“ Oh oke, aku on the way kesana deh’ aku berusaha menghilangkan emosi apapun dari suaraku.

10 menit kemudian…

Kujumpai Don di sofa lobby hotel duduk dengan wajah berseri sementara Adel mengurus check out.
Kuhampiri dia dengan langkah gontai sambil tersenyum kecut.
Don bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya hendak bersalaman tapi entah kenapa reaksi spontan aku menghindari tangannya dan malam menepuk pundaknya coba bersikap ramah.
“ So, is everything ok?’ ucapan bodoh basa basiku berusaha segera mengakhiri malam itu.
“ Mmm, ok mas, ok banget ‘ Don sepertinya tidak bisa menyembunyikan kepuasannya.
Tampak rambutnya masih basah dan bau cologne masih menyengat tanda habis mandi.
Don rupanya merasa tidak enak dengan ucapannya itu dan berusaha menyembunyikan senyum puasnya.
“ Mas beruntung punya pacar secantik mbak Adel ‘ ujarnya sopan.
Tanganku yang masih dipundaknya secara halus menariknya mengajaknya meninggalkan lobby.
Cukup sudah bagiku, aku tidak mau Don memperpanjang lagi basa basinya.
Don paham dan mengikutiku ke pintu lobby hotel seraya menoleh kearah Adel yang masih di front desk dan mengangguk pamit.
Kulihat Adel tersenyum dan melambaikan tangannya tanpa kata kata.
“ Kamu tahu kan rulesnya?’ ujarku dengan tatapan tajam kearah anak muda itu.
“ Ok mas, thanks juga ya “
Dan diapun segera bergegas ke parkiran.

10 menit kemudian..

Aku dan Adel dalam perjalanan pulang ke tempat kost Adel dan kami duduk membisu tanpa kata.
Adel terlihat letih namun sejak tadi tidak henti menatapku dengan ekspresi menyelidik ingin tahu reaksiku.
Dia diam saja menungguku memulai percakapan.
Bathinku bergolak dengan seribu satu perasaan tapi lama kelamaan ketika cemburuku sirna kurasakan sensasi erotis dan rasa ingin tahu yang tinggi.
“ Well, my dear ‘ kalimat pembukaanku diiringi senyum puas.
“ Akhirnya kita lakuin juga ya’ nada suaraku antusias.
Adel tersenyum nakal dan kembali mengikat rambutnya yang sejak tadi sudah terurai.
“ Hmm gimana dia tadi ?’ aku penasaran.
“ Nih liat aja sendiri “ Adel menyerahkan digital kameranya kepadaku.
“ Tapi jangan diliat sekarang ya ‘ ujarnya.
Ketika aku coba mengaktifkan rekaman kamera Adel merebut kamera itu dari tanganku.
“ Yeee jangan sekarang dong say, malu nih aku’ wajahnya memerah.
Ok aku paham perasaannya dan mengiyakan permintaannya.
“ Aku horny berat nih jadinya .. gimana dong’ ucapku menggoda sambil mulai mengelus pahanya.
“ Kamu nonton dulu aja dirumah, besok kita bahas bareng ok?’ suara Adel lirih.
Akhirnya aku pulang setelah mengantar pacarku ke kostnya.

Malam itu dirumah segera aku putar kembali rekaman tersebut dengan perasaan antusias.
Jantungku berdebar dan lututku lemas ketika memencet tombol play di kamera tersebut.
Perasaan yang sama pernah kurasakan semasa SMP dulu ketika pertama kali nonton blue film.
Adegan pertama yang muncul di layar adalah Adel sedang duduk di tempat tidur masih berpakaian lengkap sedang mengaktifkan notebooknya dan menerima telpon.
Rupanya di menit2 pertama pacarku masih mendapat telpon dari atasannya dan masih sempat mengirim email.
Don mengambil adegan tersebut dari jarak yang agak jauh.
Adel tampak sibuk sendiri dan tidak begitu memperhatikan dirinya sedang direkam.
Tampak adel bicara di telpon sambil menatap layar notebooknya.
Don berulangkali men-zoom kamera kearah bibir Adel yang sedang sibuk berbicara kemudian menurunkan focus kebawah menangkap gerakan tangan kiri Adel melepas sepatu hak tingginya hingga kakinya yang putih mulus terkspos memperlihatkan jari2 kakinya
yang lentik dengan kuku yang terawatt bersih.
Kemudian focus naik lagi kearah wajah Adel yang kini menatap kamera sambil tersenyum mengedipkan mata dengan nakal.
Sesaat kemudian tampak Adel melangkah mendekati kamera sambil menelpon.
Suaranya tertangkap kamera dan aku ingat bahwa itu adalah ketika pertama kali dia menelponku saat aku masih di lobby dan memintaku pergi ngopi dulu.
Aku menelpon sambil tangan satunya melepas rambutnya yang digelung ke atas hingga terurai.
Adel berdiri dekat kamera dan Don menurunkan fokus kamera kebagian dada Adel yang dibalut hem berwarna putih.
Mendadak darahku berdesir dan jantungku berpacu keras ketika tampak tangan seorang pria melepas kancing kemeja Adel satu persatu sementara Adel masih menelponku.
Terdengar suara Adel menelponku
“ Hmm kamu jalan2 dulu kemana gitu, ngopi2 dulu gak usah nunggu sendirian dibawah, ntar aku call lagi deh kalo udah
selesai”
Seluruh kancing kemejanya sudah terbuka.
“ Oke Dear’ suara Adel kembali terdengar.
Aku ingat itu ketika Adel menutup telpon sebelum aku selesai menjawabnya.
Terlihat tangan berbulu milik seorang pria menelusup ke balik kemeja Adel yang sudah terbuka kancingnya meremas payudara kekasihku. HIKZ

Fokus kamera diperjelas lagi ketika tangan milik Don menurunkan bra krem Adel hingga putting payudara kekasihku itu menyeruak keluar lalu kemudian tampak jemari Don menjepit dan mulai memainkannya.
Sesaat kemudian gambar kamera agak terganggu karena kamera rupanya pindah tangan ke Adel.
Kini wajah Don yang penuh birahi terlihat jelas ketika mulutnya menempel di payudara kekasihku.
Mulutnya rakus mengulum puting Adel hingga beberapa kali layar kamera terlihat bergoyang karena Adel sedikit menggelinjang kegelian. Ereksiku tak tertahankan menyaksikan itu.

Berikutnya layar kembali bergerak cepat dan rupanya Don menghempaskan tubuh Adel ke kursi.
Adel mengambil adegan ini memperlihatkan Don berdiri dihadapannya sambil membuka kemejanya.
Dadanya cukup atletis dan berbulu.
Terdengar suara Adel menggoda
‘Wow’
Adegan berikutnya tampak tangan kanan Adel menunjuk bagian celana Don sepertinya Adel memerintahkan Don menanggalkan celananya.
‘ Don bergegas hendak membuka celana Adel tapi tangan Adel menampik halus
‘ No no no, kamu dulu please ‘
Don kembali berdiri dan menurunkan celana panjangnya kemudian disusul celana dalamnya hingga tubuh anak muda itu berdiri didepan focus kamera kekasihku dengan penisnya mulai teracung dilanda ereksi.
Aku sedikit terkesiap melihat postur penis Don yang cukup ‘kekar’, kokoh berurat.
Ukurannya kurang lebih sama dengan punyaku tapi kelihatannya lebih ‘gempal’
Rasa ego seorang pria menguasaiku.
Don memainkan penisnya di hadapan Adel hingga akhirnya tampak tangan Adel meraih kejantanan Don dan mulai mempermainkannya.
Jemari lentik kekasihku mengelus penis dan kemudian bagian buah zakar Don.
Ereksiku makin mengeras.
Adel adalah wanita yang paham betul bagaimana merangsang lelaki lewat ‘belaian’ halus di sekujur penis.
Aku sejenak membayangkan itu penisku yang dipermainkan Adel.
Teringat jelas betapa mudahnya kekasihku itu membuatku ejakulasi hanya dengan belaian lembut yang intens seperti itu.
Kemudian menarik tangannya dan posisi kamera sedikit menengadah keatas.
Rupanya Adel merubah posisi dudukunya yg semula tegak menjadi bersandar hingga kini bisa terlihat juga bagian perut hingga pinggang kebawah Adel yang masih mengenakan celana panjang.
Tampak Don membungkuk, membuka kancing, retsleting dan kemudian menarik celana panjang Adel hingga kedua betis jenjangnya yang kuning langsat itu terpapar jelas.
Tampak tangan kiri Adel memegang bra dan diletakan di meja sebelah kursi.
Lalu Don kembali mengulum sepasang payudara milik kekasihku dengan rakusnya.
Tarikan nafas berat dan panjang milik Adel terekam jelas ketika tubuhnya berkali kali menggelinjang kegelian menahan nikmat.
Kemudian kamera berpindah tangan dan kini tampak Adel duduk terkulai di kursi hanya mengenakan g-string berwarna krem.
Wajahnya merona dan matanya terlihat memancarkan birahi yang tinggi.
Adel kemudian menurunkan g-stringnya di depan kamera dan kemudian tangan Don menarik g-string itu hingga lepas dari kaki Adel.
Kini pemandangan indah tampak di layar.
Kekasihku terekspos polos dengan kulit kuning langsatnya nan bening dan mulus terlihat kontras dengan warna hitam bulu kemaluannya yang tipis diatas vaginanya.
Wajah Adel terlihat nakal ketika tangannya mengelus bagian rahasianya itu didepan kamera.

‘Mbak pahanya buka dong biar jelas direkam’ terdengar suara Don setengah memohon diselingi nafas yang mulai berat.
Adel tersenyum nakal dan menjawab “ ini udah dibuka ‘
Rupanya Don masih penasaran dan terlihat tangannya mendorong paha Adel kanan dan kiri dan mengaturnya dalam posisi mengangkang.
Kedua paha Adel direntangkan dan diletakan di sandaran kursi hingga Adel mengangkan dalam posisi ‘M’
Jantungku berdegup kencang penuh sensasi erotis ketika Don merekam kekasihku polos telanjang mengangkang sempurna hingga bagian vaginanya terkspos jelas.
Warna kemerahan bibir bagian dalam kewanitaany Adel terlihat dan sengaja difokus oleh Don.
Jari telunjuk Don mulai memainkan klitoris Adel dan dalam waktu singkat kemaluan pacarku itu mulai terlihat basah oleh cairan kenikmatan.
‘Oh mbak Adel, ini pengalamanku yang paling indah’ suara Don terdengar menjengkelkan nyaris bikin aku kehilangan gairah.

Kamerapun kembali pindah tangan dan kali ini jelas terlihat wajah Don dibenamkan diantara kedua paha pacarku.
Sedemikian intensnya hingga seolah wajah Don lenyap diantara selangkangan Adel.
Adel memajukan fokusnya dan kini terlihat jelas lidah Don memainkan klitorisnya dengan jilatan yang sesekali diselingi kuluman – kuluman yang diserspons jeritan – jeritan singkat Adel.
Sekitar 5 menit terlihat Don menggerayangi kemaluan pacarku diselingi gigitan2 di bagian paha Adel.
Fokus kamera makin lama makin bergoncang hingga kulihat tangan kiri Adel menjambak rambut Don lalu kemudian focus kamera mendadak bergerak tidak beraturan kearah langit langit kamar diiringi rintihan rintihan Adel yang keras tapi singkat berulang ulang hingga akhirnya ditutup dengan sebuah rintihan menggigil yang panjang.
Kukenali suara itu tiap kali kekasihku mencapai orgasme!
Layar kamera menjadi gelap sesaat dan aku menekan tombol pause untuk memberikan waktu bagi jantungku beristirahat sejenak.
Lututku lemas dan perutku mual tapi ereksiku makin menjadi.
Sial kamu DON!!

Kukuatkan diriku lagi dan kembali meneruskan rekaman itu.
Sepertinya rekaman pertama berhenti setelah Adel orgasme karena di oral Don.
Kini tampak keduanya tanpa busana diatas tempat tidur.
Rupanya mereka meletakan kamera itu diatas meja dengan sudut yang cukup luas untuk merekam posisi mereka diatas ranjang.
Dan saat tak ada lagi keraguan dan kecanggungan di antara keduanya, dan saat perkembangan di lapangan demikian maju yang ditandai dengan bibir ketemu bibir antara Don dengan pacarku, aku langsung berdiri dengan limbung sambil tetap memegang erat kamera ditanganku.
Kusaksikan bibir pacarku Adel menjemput bibir lelaki lain yang baru ditemuinya malam itu. Bibir tipis Adel mengatup menggigit kecil bibir Don. Anak muda itu me-respon dengan penuh nafsu yang memang sejak jumpa pada awalnya tadi aku sudah perhatikan bahwa Don ini sangat terpesona akan sex appeal pacarku. Mereka semua akhirnya tanpa canggung melakukan itu di depan kamera.
Aku berusaha cari pegangan untuk meneguhkan hati. Bukankah itu game yang kita rencanakan sendiri, dan juga karena aku sudah setuju, mengatur dan membolehkannya.

Tak ada suara-suara kecuali pukulan jantung pada dadaku. Yang kemudian kudengar ialah bunyi halus gesekan lembut dari gerakan Don dan Adel. Tubuh keduanya bergulingan diatas kasur saling mencumbu, berciuman penuh nafsu dan lengan Adel terlihat melingkari tubuh Don erat.
Pacarku Adel nampak amat sensual. Aku merasa agak heran karena sudah biasa aku melihatnya telanjang dan sudah ribuan kali aku mencumbuinya tapi bersama lelaki lain dia terlihat jauh lebih sexy dan menggairahkan.
Well aku sadar dan menemukan esensi dari permainan ini yaitu rasa posesif dan ego sebagai kekasih bisa diproyeksikan dengan cara ini hingga berubah menjadi gairah dan erotisme yang amat unik dan sensasional.
Beberapa kali tampak mereka berdua menghentikan gerakannya, sejenak saling memandang. Dari raut wajahnya nampak sekali mereka saling mengagumi dan terpesona. Kemudian dengan senyuman-senyuman yang penuh syahwat mereka saling berangkulan.
Bermenit-menit mereka berpagut, saling memainkan bibir dan lidah dan sedot-menyedot sebelum akhirnya kembali berguling ke kasur.

Untuk ukuran usianya, Don tampak cukup prima dan berpengalaman dalam bermain birahi diatas ranjang.
Dia tidak terburu – buru dan pandai memainkan emosi serta birahi Adel.
Variasinya banyak, mulai dari memainkan puting payurdara Adel kemudian menjilati sekujur tubuhnya, mulai dari telinga, leher, perut, kemudian sengaja melewati bagian kemaluan, menjilati paha, betis hingga tumit dan bahkan menghisap jemari kaki pacarku yg indah dan lentik satu persatu sambil tangannya memainkan klitoris Adel hingga tubuh kekasihku beberapa kali terguncang
dilanda kenikmatan yang menggelitik dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Don membalikan tubuh Adel, membuatnya telungkup lalu menjilatinya dari bagian tumit kaki hingga ke bagian punggung dan leher.
Terlihat jelas ketika lidah Don menjilati bagian tengkuknya Adel meronta dan tangannya terkepal mengejang sementara Don terus memainkan tangannya di kemaluan Adel.
Sesaat kemudian tampak Adel sudah tidak tahan lagi dan ketika Don melepaskan pagutan bibirnya dari tengkuknya Adel menaikan posisi tubuhnya dalam posisi doggy style memohon Don segera memasuki tubuhnya.
Keringat dingin membasahi tubuhku karena aku paham betul Adel senantiasa ingin memulai intercourse dengan doggy style sebagai posisi pembuka.
“ Don, Don please masukin sekarang, masukin sekarang please’
Adel lirih memohon dengan penuh gairah.
Tapi Don pandai memainkan perannya.
Dia menunduk, menjilati pinggang pacarku, menggigit pantatnya dengan gigitan2 birahi lalu terlihat menjilati bagian anus Adel.
Adel menggelinjang penuh hawa nafsu “ ah! “ terdengar jerit khas Adel yang keras dan singkat tiap kali syaraf erotisnyadisentuh.

Don kemudian memutar tubuhnya rebah di kasur dan menyelipkan kepalanya diantara kedua paha Adel yang dalam posis doggy style hingga wajah Don face – to – face dengan vagina Adel.
Adel paham maksud Don dan langsung mengangkat tubuhnya yang tadinya nungging dalam posisi doggy berubah jadi posisi duduk berlutut diatas wajah Don.
Di layar kamera tampak beberapa kali tubuh langsing pacarku tersentak keras mengiringi jeritan khasnya ‘ah!’ ‘ah!’ ‘ah!’ seirama dengan jilatan Don di kemaluannya.
Sesaat kemudian Adel ganti posisi balik badan hingga dia bisa meneruskan gerakan semula sambil mengocok penis Don.
Tubuhku bergetar dan darah berdesir ketika Adel menurunkan pundaknya dan wajahnya mendekati penis Don.
Oh GOD! – dlm hatiku, kekasihku akan mengoral pria itu.
Dugaanku tepat dan Adel sempat menoleh kearah kamera dengan ekspresi lucu seolah aku hadir disitu dan dia seperti ingin meminta persetujuanku sebelum mengulum penis Don.
Sesaat dia menatap kamera dengan wajah nanar penuh birahi dan kemudian seolah merasa mendapat persetujuan, dia langsung mengulum penis Don yang kekar dan kokoh itu dengan rakusnya.
Tubuh Don terlihat menggelinjang ketika mulut Adel memompa kejantanannya hingga tampak kepala Adel turun naik ketika dia berusaha menelan batang kemaluan Don semaksimal mungkin.

Sesaat kemudian rupanya Don tidak tahan lagi dan sedikit berontak untuk melepaskan kepalanya dari jepitan selangkangan pacarku yang sedang hot melumat penisnya.
Rupanya Adel tidak sadar Don ingin menyudahi permainan 69 itu karena keasyikan menikmati batang kokoh milik pria yang baru dikenalnya itu.
Sedikit rikuh Adel mengangkat pantatnya dan memindahkan posisi pahanya membebaskan kepala Don dari jepitannya.
“ hah sory ‘ ujar Adel singkat disela deru nafas yang memburu namun Don tidak bersuara langsung merenggut tubuhnya dan ditelentangkan diatas ranjang siap untuk penetrasi.
Sesaat sebelum itu Adel tampak berbicara dan menunjuk kearah tas kantornya.

Don turun dari ranjang dan mengambil sesuatu dari tas kantor Adel.
Sebagaimana direncanakan sebelumnya, Adel membawa kondom untuk dipakai Don.
Safety first adalah rule number one permainan ini.
Don berdiri disamping ranjang memasang kondom sementara Adel tampak membetulkan posisinya,
Sebagaimana kebiasaannya, Adel membalikan tubuhnya dalam posisi doggy style, meraih bantal dan diletakan dibawah kepalanya sementara tangannya tetap dia mainkan di kemaluannya menjaga supaya bagian sensitifnya itu tetap basah untuk menerima penetrasi.
“Mbak bisa telentang aja gak?’ Don minta Adel dalam posisi missionary.
Tampak Adel menoleh ke belakang dan menggelengkan kepalanya “ no, gini aja dulu, cepetan sih’ suaranya tidak sabar.
Don kembali naik ranjang, mendekatkan posisinya pas dibelakang pantat Adel dan menggesekkan penisnya yang keras itu di vagina Adel.
Sesaat kemudian Don mendorong maju dan kekasihku tercinta membenamkan wajahnya di bantal hingga jeritan panjangnya sedikit teredam bantal.
‘uuuuuuuuh, uuuuuh’ Adel merintih menahan penetrasi Don yang lambat tapi pasti menelusup kedalam kemaluannya.
Adel membetulkan posisinya dengan merendahkan bagian atas tubuhnya hingga terlihat dia nungging dengan lekukan di bagian pinggang hingga pantatnya benar2 naik.
Sesaat kemudian kulihat ranjang bergoncang keras ketika Don mulai memompa tubuh pacarku dari belakang.
Tubuh Adel bergetar namun jeritannya diredam oleh bantal yang menutupi wajahnya sementara suara desahan berat Don mendominasi ruangan.
Makin cepat dan kian ganas hingga pantat Adel yang beradu dengan pinggang Don menimbulkan bunyi seperti tamparan.
‘’plak plak plak’ !!
‘Oh yesssssss fu*k me!’ jerit Adel ketika akhirnya dia mengangkat wajahnya melepas semua gairah.
Don menjambak rambut Adel hingga wajah manis kekasihku terlihat jelas merah merona bersimbah peluh.
Pipinya memerah dan matanya terpejam rapat sementara mulutnya menganga mengeluarkan jeritan2 khasnya ‘ah! Ah! Ah! Ah! Ah!’
menjawab tiap dorongan penis Don menerobos kemaluannya.

Beberapa menit kemudian permainan makin ganas, ranjang berderak kasar dan Adel tampaknya mendekati klimaks.
Kedua kakinya dia kaitkan ke paha Don seolah turut mendorong Don melesakkan penisnya yang kokoh dan kekar itu kian dalam ke kemaluannya dan jeritannya makin intens diimbangi desahan erotis Don yang berpacu cepat.
Akhirnya ‘penderitaanku’ berhenti dengan rintihan Adel yang seperti menggigil sambil menutup wajahnya dengan bantal ketika Don juga mencapai ejakulasi.
Sesaat tubuh keduanya mengejang hingga akhirnya Don lunglai di punggung pacarku.

1 menit berlalu hingga Adel bangkit dan berjalan limbung kearah kamera.
Tubuh kuning langsatnya dipenuhi peluh dan bulu2 kemaluannya tampak basah kuyup akibat cairan kenikmatannya sendiri.
Tangan Adel terulur kearah kamera dan wajah cantiknya tampak pucat dan matanya sayu penuh kenikmatan sebelum layar kamera kembali gelap.

Kembali kutekan tombol pause dan aku mengambil tissue untuk membersihkan sperma yang berceceran akibat aku tanpa sadar masturbasi melihat permainan sex kekasihku dengan pria yang baru dikenalnya itu.
Kunyalakan rokok dan meneguk segelas air dingin menyiapkan diri untuk menyaksikan kelanjutan rekaman kamera yang menunjukan masih ada sisa rekaman lagi.

2 batang rokok kemudian aku kembali meraih kamera itu dan menekan tombol ‘play’
Rupanya pacarku dan Don sempat beristirahat dan di layar tampak Adel telungkup diatas ranjang didepan notebooknya sambil mengenakan kacamatanya.
Well, kekasihku adalah tipe workaholic bahkan disela sela permainan ini masih sempat dia mengecek email.
Biasanya Adel mengenakan contact lens tapi tentunya sudah dia lepas sebelum bercumbu hingga dia mengenakan kacamata bacanya.
Wajahnya yang tadi penuh gairah dan kenikmatan berubah menjadi serius hingga makin tampak cantik dan anggun sekalipun agak kontras melihat tubuh telanjang tanpa busananya diatas ranjang.
Don rupanya mengambil gambar sambil ngobrol.
“ Mbak masih aja kerja sih, udah jam berapa nih?’
“ Ya gitu deh, aku harus update ke kantor pusat di oz karena ada email dari lapangan yang musti aku forward kesana biar besok gak bikin repot’ ujar Adel sambil tetap serius memperhatikan layar LCD dihadapanya.
Tampangnya bila sedang bekerja tampak acuh dengan sekeliling.
“ Don ambilin rokok gw dong’ pintanya dingin.
Terlihat tangan Don menyerahkan sebungkus sampoerna menthol kemudian menyodorkan lighter yang disambut Adel menyulut rokok.
Kepulan asap tampak di layar kamera “ eh say, itunya di lap dulu sih’ ucap Adel enteng sambil menyodorkan tissue kearah kamera. Terdengar tawa lirih Don dan tangannya mengambil tissue dari Adel
“ Matiin dulu sih, ngapain rekam sekarang’ ujar Adel cuek sambil tatapannya tetap serius kearah layar LCD didepannya.

Adegan pun berganti cepat dan kini terpampang di layar Adel sedang berdiri di samping ranjang sambil mereguk segelas air putih dari botol aqua compliment hotel.
Tangannya masih memegang rokok dan kacamata bacanya masih dia kenakan.
Don rupanya mengambil adegan itu dalam posisi duduk di kursi yang tadinya diduduki Adel di adegan awal.Tubuh langsing kuning langsat dengan sepasang kaki jenjang milik Adel tampak polos tanpa busana mondar mandir sambil menghisap rokok menthonya seperti tidak sabar.
‘Gimana? Udah bisa lagi?’ ucapnya sambil menghembuskan asap rokok.
‘Hmm bentar mbak, belum ada 10 menit nih, bentar lagi bisa lagi koq’ ucap Don
Rupanya Don sedang berusaha membangunkan lagi penisnya yang baru bekerja keras.
Tampak di layar tangan kiri Don mengocok penisnya yang sudah mulai berdiri sementara di latar belakang Adel berjalan mondar mandir seperti gelisah.
‘Hurry up say, cowok aku parno nih kalo kelamaan’ ucap Adel cuek.
‘ wait a second mbak’ Don mempercepat kocokan penisnya.
‘ lambret nih’ ujar Adel sambil tersenyum nakal.
Adel berjalan menghampiri kamera hingga di layar hanya tampak bagian pusar hingga pahanya.
‘ U need help dear?’
Adel memainkan jarinya diatas klitorisnya yang tampak mulai basah lagi.
‘Ah that’s good’ Don antusias.

Sesaat kemudian focus dimundurkan dan Adel terlihat mengangkat kakinya dan meletakan telapak kaki kanannya diatas pangkuan paha kiri Don hingga kewanitaannya makin terekspos kemerahan dan tapak licin basah.
Terdengar nafas Don makin berpacu dan akhirnya Adel duduk bersimpuh didepan Don, wajahnya tepat didepan penis Don yang mulai mengeras.
Serta merta Adel meraih penis Don dan mulai menjilatinya.
Bibir tipis kekasihku kemudian mendarat menciumi batang kemaluan Don yang mulai mengeluarkan urat2 kokohnya.
Adel menjilati kearah pangkal kemaluan hingga lidahnya mencapai buah zakar Don.
Rupanya Adel lupa melepas kacamata bacanya hingga tersangkut di penis Don
‘’Ups sory, lupa aku’ ujarnya nakal sambil melepas kacamata bacanya.
Tanpa kacamata wajah pacarku kembali memperlihatkan erotisme dan segera Adel mengulum penis Don.
Adel mengulumnya dalam2 hingga hamper tersedak karena mencoba teknik ‘Deep Throat’
Don mendesah lirih menikmati service nikmat kekasihku tercinta.
Tepat bersamaan ereksiku kembali bagkit.

Adegan berpindah kali ini kamera tetap di tangan Don dan di layar tampak Adel terlentang diatas ranjang, pahanya membuka dan ujung kemaluan Don tertangkap layar bergerak mendekati vagina kekasihku.
‘Pelan – pelan ya say’ ucap Adel sambil berusaha menaikan posisi badannya.
Adel yang tubuhnya terlentang menggunakan dua siku tangannya menopang supaya badannya bisa sedikit tegak untuk melihat penis Don melakukan penetrasi kedua.
Somehow karena posisi itu Don agak susah memasukan penisnya hingga Adel membantunya dgn menuntun batang kemaluan Don menemukan liang kewanitaannya.
Tampak Adel berusaha menempatkan posisi kepala menunduk utk bisa melihat proses penetrasi tersebut.
Don tampak penasaran dan coba mengalihkan ujung penisnya kearah anus Adel namun Adel sigap meraih penis Don dan diarahkan ke vaginanya.
‘No no, yang itu Cuma buat cowok aku aja’ ujar Adel memperingatkan Don dengan tatapan tajam.
Well aku menyaksikannya agak terharu at least pacarku masih menyisakan tempat special itu khusus untuk aku.

Sesaat kemudian kepala penis Don sudah setengah terbenam dibalik bibir dalam kemaluan Adel yang merah dan licin.
‘Ok say, nice and slow’ ujar Adel memerintah.
Penis Don meluncur perlahan.
‘ Fokusin please’ suara Adel lirih memohon.
Fokus kamera di perjelas dan tampak kemaluan Don perlahan membelesak kedalam lipatan bibir dalam vagina kekasihku yang merah basah.
‘Perfect’ ujar Adel singkat dan kemudian focus kembali menjauh dan tampak Adel sudah rebah dengan kedua tungkai kakinya terlipat membentuk huruf ‘M’ dan kedua telapak kakinya menempel di pinggang Don.
Sesaat kemudian Don mulai memompa keluar masuk dengan irama yang pelan.
Adel merespon dengan memainkan klitorisnya dengan ujung jemarinya yang lentik.
Wajah kekasihku tampak berkonsentrasi dan tatapannya kosong kearah langit langit kamar.
Sesaat kemudian Don mulai masuk ‘gigi 2’ dengan kecepatan dipercepat tapi tusukannya dia batasi hanya setengah ukuran batangnya.
Tiap gerakan mundur, Don mengaturnya sedemikian rupa hingga kepala penisnya nyaris mencelat keluar vagina Adel.
Dengan begini jelas terlihat bibir dalam vagina Adel seperti ‘monyong’ tertarik keluar mengikuti gerak mundur penis Don.
‘Cream’ kental berwarna putih mulai terlihat menempel di batang penis Don tiap kali ditarik mundur pertanda kekasihku mulai terangsang seiring suara nafas Adel makin nyaring.

Sesaat kemudian Adel sudah benar2 basah dan kecipak cairan vaginanya terdengar berirama seiring tusukuan2 Don.
Don memegang kamera dan mengaturnya hingga seluruh tubuh Adel hingga bagian pinggang Don tertangkap layar kamera.
Darahku berdesir melihat kekasihku kian lama kian dikuasai gairah syahwat.
Awalnya hanya bunyi nafas saja tapi lama2 rintihan2 kecil Adel mulai terdengar.
‘uh uh uh’ wajah pacarku amat erotis dan seolah memohon Don memberikan kenikmatan yang lebih dan lebih lagi.
Pipinya merona dan matanya kian sayu seiring peluh membasahi tubuhnya.
2 menit berlalu dan Don akhirnya melakukan tekanan dengan lebih cepat lagi.
Kini dia membenamkan penisnya sedalam mungkin kedalam vagina Adel hingga tiap kali mendorong, bulu kemaluan keduanya seolah menyatu sebelum kembali terpisah seiring gerakan mundur penis Don.
Adel pun merentangkan kedua pahanya lebar – lebar ibarat burung merpati mengepakan sayapnya.
Pemandangan indah sekaligus membakar ego dan birahiku melihat kekasihku tercinta membuka pahanya lebar2 dengan bantuan kedua tangannya hingga penis Don bebas keluar masuk maju mundur.
Suara kecipak cairan vagina tidak lagi terdengar karena Don melakukan full penetrasi hingga tidak ada lagi ruang udara digantikan suara desah nafas Don dan rintihan2 kenikmatan Adel.
Uh uh uh uh wajah Adel sudah berubah dari wajah wanita professional yg tadinya serius didepan notebook menjadi wajah wanita yang dilanda birahi dahsyat.
Terlihat Adel juga berusaha mengatur stamina dan menahan orgasmenya selama mungkin hingga dia menahan diri tidak menjerit keras. Adel mengatur nafasnya dengan mengeluarkan suara rintihan pelan Uh uh uh uh! Bibirnya yg tipis dan indah itu terlihat agak monyong mengeluarkan suara tersebut.
Pemandangan indah dan erotis itu membuatku kembali menggenggam penisku yg sejak tadi sudah keras ereksi.

5 menit kemudian Adel menyerah, Don memang lambat berdiri tapi sekali berdiri staminanya amat mengagumkan.
Adel kembali mengeluarkan jeritan khasnya ‘ah!’ ‘ah!’ ‘ah!’
Jeritan keras dan singkat mengikuti tiap tusukan penis Don hingga akhirnya tampak Don agak membungkuk dan tangan kirinya dia gunakan menopang ke ranjang hinga tubuhnya yg tadi dlm posisi duduk tegak jadi membungkuk hingga tusukan penisnya dia lakukan
dengan bantuan bobot tubuhnya.
Kesadaran Adel mulai hilang dan dan kepalanya menggeleng ke kanan dan kekiri seiring alisnya tampak menyatu di dahinya karena matanya dipejamkan menahan nikmat.
Kedua tangan Adel memegang dan membuka pahanya selebar mungkin nyaris dalam posisi ‘Split’ sempurna dan deru nafas Don makin berat dan ranjang makin bergoncang merespons tiap tekanan tubuh Don menghujamkan penisnya ke kemaluan pacarku.
Akhirnya Adel tidak tahan dan dia mencapai puncak.
Wajahnya merah padam sambil menggigit bibirnya menggigil sementara kakinya yg sebelumnya dia rentangkan mengangkang lebar dilipat diatas perutnya.
Terlihat Don melakukan penetrasi maksimal hingga ranjang bergetar hebat dan tubuh kekasihku terguncang naik turun.
Adel tidak kuasa menahan kenikmatan ribuan volt itu akhirnya gigitan bibirnya terlepas dan dari mulutnya terdengar jerit menggigil khas tiap kali dia orgasme.
Don mengendorkan tusukannya saat Adel orgasme dan tubuh kekasihku sejenak terdiam kemudian bergetar seperti menggigil beberapa kali sebelum akhirnya matanya menjadi sayu dan wajahnya menjadi pucat.
Kedua tungkai kakinya yg tadinya melipat kini tergeletak lunglai disamping pinggang Don.
‘ Oh shit, enak bangeeeet, damn good !!’ ujar Adel sambil tetap memejamkan mata lemas.
Nafas kekasihku masih memburu dan dia berusaha menormalkan kembali.
Tampak berapa kali Adel menelan ludah karena tenggorokannya kering habis dipacu kenikmatan.
Sementara Don dengan amat mengagumkan ternyata belum mencapai ejakulasi tapi dia menurunkan temponya jadi lambat.
Penisnya tetap keluar masuk vagina Adel sementara tangan kirinya membelai payudara kekasihku dengan lembut dan mesra lalu merapikan rambut Adel yang kusut. Adel tampak menatap sayu tanpa ekspresi sambil menormalkan deru nafasnya.

Mendadak bunyi ponsel terekam kamera dan Adel yg masih lemas tampak meraih ponselnya dan kemudian di layar tampak Adel meletakan kamera di telinganya dalam posisi masih menerima penetrasi pelan dari Don.
Jantungku mau copot menyadari bahwa itu adalah saat ketika aku menelpon Adel.
Rupanya kekasihku baru saja menerima kenikmatan dari anak muda itu.

“ Yes dear’ tampak Adel menjawab dengan tatapan sayu.
Adel memberikan kode dengan mulutnya kepada Don yg masih memompa vaginanya
‘COWOK GUA NIH’ terbaca jelas dari gerak mulut Adel yg memberitahu Don tanpa bersuara.
‘He’eh’ ujar Adel menjawab singkat lalu menutup ponselnya.
DAMN! Aku ingat saat itu tadi.

Setelah menerima telpon, Adel yg masih dalam ekspresi penuh kenikmatan menatap kearah kamera dan berkata.
“ Ayo say, buruan sih, kasihan cowok aku nunggu’
Kekasihku rupanya mengkhawatirkan aku yg menunggu tapi sepertinya Adel mengerti bahwa Don belum menjapai ejakulasi dan membiarkan Don menyelesaikan.
Kamerapun pandah tangan dan kini Adel memegang kamera dan Don tampak di layar mulai memacu untuk mendapatkan jatah kenikmatannya.
Don memompa sebisa mungkin dengan desahan yang kian berat sementara Adel yg sudah mendapatkan kenikmatannya serius merekam dan membiarkan tubuhnya di bolak balik berbagai posisi oleh Don.
Setelah posisi missionary Don mencoba posisi menyamping menusuk dari samping hingga posisi Adel miring dengan kaki diangkat.
Terbayang olehku Adel pasti sulit mengambil angle itu tapi dia bisa tetap focus mengambil gambar tersebut.
1 menit, 2 menit, 3 menit berlalu Don tidak kunjung ejakulasi dan aku mulai mendengar rintihan2 lirih kekasihku lagi.
DAMN! Adel kembali mendaki kenikmatan!
Posisi berganti, kini Adel tetap memegang kamera mengambil posisi ‘woman on top’ duduk diatas penis Don sementara Don terlentang. Untuk menjaga supaya kamera tidak bergoncang, Adel tidak melakukn gerakan naik turun tapi memainkan pinggulnya maju mundur dan juga melakukn gerakan ‘mengulek’ alias memutar pinggangnya bak penari hula hula.
Lututku lemas menyaksikan kekasihku melakukan gerakan erotis dimana penis Don secara penuh ‘ditelan’ vaginanya kemudian diputer dengan gerakanmengulek.
Glek! Aku masturbasi makin cepat.
Don tidak lagi mendesah tapi mulai bersuara keras “ Oh oh, yes baby!! Faster!!’
‘hmmmm hmmmm uuuuh’ rintihan erotis Adel seiring gerakan goyang pinggulnya melumat penis Don amat dalam menembus liang kenikmatannya.

Akhirnya Adel tidak tahan dan menyerahkan kamera ke tangan Don hingga terpampang kembali di layar tubuh kekasihku menggeliat bak penari hula hula memainkan penis Don dalam kemaluannya.
Sesaat kemudian keduanya sudah diambang puncak kenikmatan dan Adel mulai melakukan gerakan memompa naik turun dengan keras dan makin ganas.
Kamera agak terguncang karena gerakan Adel membuat pegas ranjang bergerak naik turun dengan cepat.
“ Oh yeas fu*k me fu*k meeee!’ jerit Adel
‘ Ah my dear … aku dah mau keluar nih’ suara Don tenggelam dibalik deru nafasnya sendiri.
‘ Uuuuuh yes .. me too Me too !!! Adel menjerit, peluhnya seperti jagung menetes dari pipinya ke payudaranya yang seperti terlempar naik turun karena guncangan.
Sesaat kemudian jemari Adel tampak mencakar dada Don ketika tubuhnya mengejang melengkung kebelakang sementara Don mendesah panjang.
Keduanya menjemput kenikmatan bersama setelah permainan panjang yang liar.

Spermaku muncrat membasahi celana dalamku.
Belum pernah kurasakan sensasi kenikmatan menyaksikan kekasihku menikmati birahi dengan orang yang baru kita kenal.
YESSS GOD DAMN YESSS!!!!

Tampilan layar kemudian berganti dan kini tampak di kamar mandi Adel sedang duduk di closet mengarahkan jet washer kearah selangkangannya membersihkan dari sisa2 cairan kewanitaannya yg bercampur cairan spermicide dari kondom yg dikenakan Don.
Wajah Adel tampak berseri sekalipun matanya masih sayu dan pipinya pucat.
“ Ngapain kamu rekam sih adegan gak penting ini’ suara Adel sewot.
‘Eh Don tolong ambilin hp-ku dan teken tombol no 2, itu speed dial ke pacarku’
Tangan Don tampak menggenggam ponsel Adel dan menelponku.
DAMN!!
‘Sini aku bersihin punya kamu’ ujar Adel seraya menjentikan jari telunjuknya memanggil Don mendekat.
Don mendekat sambil tetap merekam.
Terlihat penisnya masih belepotan sperma kemudian digenggam Adel yg masih duduk di closet.
‘Aku bersihin ya’ Adel tampak tersenyum nakal.
Adegan berikutnya cukup membuatku terkejut.
Kekasihku mengulum penis Don yg sudah lunglai bersimbah sperma itu, kemudian menjilati sisa2 sperma yang masih tercecer sebelum menyemprotnya dgn air.
Bersamaan dengan itu terdengar suara Don bicara di ponsel
“ Mas ini Don, emm kita sudah selesai, mbak Adel minta dijemput 10 menit lagi di lobby’
GOD DAMN! Rupanya waktu Don menelpon minta jemput itu dia sedang dioral kekasihku!!
DAMN DAMN DAMN!
Terdengar lagi suara Don dari balik kamera “ Udah mbak, katanya lagi mau on the way kemari’
Tampak ponsel Adel diletakkan di samping meja rias lalu kamera diletakan Don diatas meja yg sama.

Di layar kemudian tampak Adel bangkit dari closet menuju shower, menyalakannya dan mengerling ke arah Don dan berkata “ Yuk bareng aja Don’
Dan di layar kamera tampak sosok pria bugil menghampiri kekasihku dibawah siraman shower dan mereka mandi bersama.
Mereka saling bergantian menyabuni dan membersihkan badan satu sama lain, kemudian kulihat Don mendekap tubuh Adel dari belakang dan keduanya menikmati siraman air panas di shower itu.
Tepat ketika kupikir permainannya berakhir, mendadak Adel menolek ke belakang kearah Don, membisikan sesuatu yg tidak bisa ditangkap kamera karena tersama bunyi air, lalu Adel terlihat memberikan kode menunjuk ke bagian bawah lalu Don kemudian duduk bersimpuh dan Adel mengangkat kaki kirinya tinggi hingga telapak kakinya dilatakan di keran air lalu Don kembali
mendaratkan pagutan bibirnya ka arah vagina kekasihku dan kembali mengoralnya.
Adel tampak tersenyum penuh gairah dan Don terlihat amat bersemangat menjilati kemaluan kekasihku.

Darahku kembali berdesir panas dan gairahku kembali aktif namun permainan terakhir mereka di bawah shower tidak bisa
kusaksikan sepenuhnya karena durasi recording kamera sudah keburu berakhir dan layar mendadak jadi gelap.
Ternyata mereka masih sempat 1 ronde lagi disaat aku sedang bergegas menjemput kekasihku.

GOD DAMN!!!!!!!

Gairahku membara dan kutemukan kenikmatan unik dalam permainan itu.
Malam itu juga kutelpon Adel dan mengutarakan semua perasaan dan komentarku mengenai rekaman tersebut.
Adel memastikan bahwa itu hanya One night stand dan dia tidak sabar untuk melakukan permainan berikutnya kali ini dia yg kebagian menyaksikan aku dengan perempuan lain.

‘that was a great experience my dear’ ucapnya lirih di telpon
‘ Don lumayan juga tuh’ ucapnya menggoda
‘Lumayan?’ kataku sinis
‘’Eh nggak deh, gak lumayan tapi luar biasa sih, 5 orgasm dalam 2 jam tentu luar biasa dong say, at least aku musti kasih
kredit atas servicenya dong’ ujarnya nakal.
‘ U know I can givu more than him my dear’ jawabku tidak mau kalah.
‘Yes you are darling’ ucapnya lirih ( tentu saja – aku pernah bikin dia orgasme lebih dari itu koq )
‘’So?’ jawabku lagi.
‘ So, aku udah nggak sabar liat kamu sama perempuan lain, tantangan lho, bisa gak kamu bikin rekaman sehebat yang aku bikin
sama si Don’ ucapnya.
‘ Pasti !!! ‘ jawabku tidak mau kalah.
‘ Ok deh gak sabar nunggu nih, btw my dear, kamu tetap satu2nya yang ada di hati aku, malah aku tambah sayang sama kamu’
suaranya berubah serius dan penuh perasaan.
‘Me too darling, I love you more’ Hatiku dipenuhi kehangatan.

Sejak saat itu hubungan sex kami tidak pernah standar lagi tapi malah makin hot dan menggairahkan.
Hubungan cinta makin lekat dan dekat karena kami berdua sudah saling share intimate fantasy yang paling dahsyat.
Setelah pengalaman itu tentu saja giliran aku yg melakukan permainan tsb dan kami juga melakukan hal itu beberapa kali hingga
kini.

Katie’s Massage (Part 5)

Posted in Katie’s Massage on June 24, 2009 by ceritaindo

“Sorry,” said Katie, “I must have dosed of.”

“That’s fine. That’s what’s meant to happen at this point. I’ve started the bath running and added some bath salts, so once I’ve sponged you down I suggest you soak for a while. Normally I’d offer to get in with you to see the whole session through to the finish but unfortunately I have an appointment with a regular.”

“If you have to go that’s fine, I’ll be right from here.”

“Certainly not, I’ve still got a few minutes. This is one of my favourite bits of the massage. I like to see a client go from being tense and uncertain to completely relaxed, and showing that unmistakable glow that follows a good orgasm. To me it’s almost the most sensual part”

All the time Joel was sponging the oil from Katie, the mixture causing small droplets to form over her oily skin. Her nipples hardened again either due to the stimulation, or perhaps just the evaporation of the water. Approaching her pubic region he placed the sponge over his cock so that it pushed down between her cunt lips.

“We seem to have relaxed that a bit. Are you sure your regular wont mind?”

“I think she’ll still be satisfied,” replied Joel, as his cock hardened between her thighs.

“Gee, I suppose that’s a bit of an advantage in your line of work!” said Katie admiring his stiffening prick.

“And I last longer second time around. Now roll over before I cancel my next appointment.”

Finishing his mopping up, which included sponging his own cum from Katie’s lips, Joel climbed off Katie and began dressing.

“Well thankyou for such a pleasurable afternoon. If you’re ever back in town feel free to look me up.” Taking a business card from his pocket, he passed it to Katie.

“Joel and friends massage,” read Katie. “So there’s more like you are there?”

“Well sometimes we get together to provide a very special service. That’s a fair bit more “exotic” than the standard service. Aaah, but another day perhaps.”

Finishing dressing, Joel packed his things and left with a last goodbye. Shortly afterwards Katie rose from the bed and went to the bathroom for her bath.

The only thing left was for me to leave my “meeting”, and front up to my wife. But that’s another story.

Katie’s Massage (Part 4)

Posted in Katie’s Massage on June 24, 2009 by ceritaindo

Joel moved one hand behind his back, taking the string running up between his buttocks, and drew the G-string from under his scrotum out behind him, throwing it to the floor at the foot of the bed. Katie would now be feeling his bare scrotum on her shaved pubic mound. Rather than bring his hand back to Katie’s breast, Joel lightly ran his fingers up and down her leg, while the other hand continued to play with her breast. He adjusted his position on Katie, moving slightly forward. This allowed him more access to Katie’s mound, and sensing this Katie brazenly opened he legs. It also meant that Katie’s hands were now reaching Joel’s waist and couldn’t rest there comfortably without the need to hold on. Rather than let her arms slide down his thighs onto the bed she flexed her elbows and placed her hands on her belly.

My view of Katie’s hands was now partially blocked by Joel’s thigh. Only my angle from above allowed me any vision at all. Her hands were nestled between his thighs but I couldn’t tell if she was touching or perhaps even playing with his nuts. This was driving me crazy! Was my sweet innocent wife feeling up this guy? I didn’t initially think she would, and now that there was the possibility that she was, or would, I was unsure how to feel about it. It was strangely thrilling though, and my own cock was so hard it almost ached.

I flicked back to the other view to find Katie’s legs even further apart and Joel stroking her inner thighs, teasing a finger along her labia. He then extended his middle three fingers spreading them slightly and dragged them along the length of her vulva. Katie flinched at the first contact to her clitoris. The next few strokes Joel touched only her labia. Katie groaned and tried to arch her pelvis into his fingers. Joel again stroked her clitoris on a downward stroke as Katie sighed almost as though in relief. A few more gentle strokes up and down, then Joel let his finger linger on the hood of her clitoris, drawing little circles so that the skin moved over the head of her swollen clitoris, rhythmically exposing and covering it.

That’s fine,” I heard Joel quietly say. Wondering what this was in response to I changed my view to reveal my wife’s hands around the base of Joel’s penis. Her eyes were now closed and she was clearly revelling in the experience, totally consumed, and giving herself fully to her senses. Katie was tentatively playing with the base of his cock, without stroking its shaft, much like a comfort toy while her mind was elsewhere.

Back at my wife’s cunt Joel was again running his fingers up and down the length of her slit. He stopped briefly at the base of her clitoris and this time as his middle finger ran down the centre of her slit he applied a little more pressure. His finger slipped easily between the folds half submerging as her labia parted then enveloped over the sides of the digit. Katie shuddered. At the end of the stroke he lifted his hand back to the top, trailing a long thick trail of mucus. He again partially submerged his finger in her sea of cunt juice, but this time lingered, subtly flexing his finger, testing the tension in her hole. I could see the lips of her vagina closing more and more over the finger as Joel threatened to penetrate her. I had no idea what was happening at the other end, I couldn’t take my eyes of the vision in front of me. Then it happened. Amidst an almighty groan from Katie the end of Joel’s finger disappeared up Katie’s hole as though cut off at the second joint. He kept still for a moment then started rubbing his palm against her clitoris. Within seconds another shuddering orgasm his Katie With steady control Joel kept her going for what seemed like a minute of full on intensity.

As Katie began to relax, as her orgasm came to an end, Joel eased his finger out of her. Slipped out would probably be a better description, there was that much slippery mucus pouring out of her.

“No, please don’t,” pleaded Katie. “Jesus, I’ve never come so hard before.”

Unhurriedly Joel replaced his middle finger with his thumb, easing it in, and using the base of his thumb to slowly start to massage her clitoral area again. He was leaning back, placing his other hand on the bed behind him to steady himself, and give his right hand better control on Katie’s cunt. This meant of course that there was no hand free to play with her breasts but I’m sure Katie was happy with this small sacrifice.

From my other view I could see Katie still almost absent-mindedly playing with the base of Joel’s cock. Every now and then as a spasm of pleasure passed through her, her grip would tighten and move up the shaft again. With Joel leaning back a clearer view of his cock and balls was available. His pubes and scrotum appeared almost totally shaved except for a small “Eiffel tower” of tight black curls extending up from the base of his organ. His nuts appeared enormous, although Katie’s hands still obscured a good view. Katie’s delicate white hand struggled to encircle the base of his cock, whish while no longer than my own was a good deal thicker. The ridge of engorged flesh running on the underside of his cock stood out like the keel of a bout.

Katie was flinching, in pleasure not pain, in time with every thrust Joel made into her cunt. Each time she would squeeze her fist and move the skin over the base of his penis in a mini-masturbating movement.

“Here let me help you there,” came Joel’s voice, leaning forward and picking up the oil bottle. He placed his hand loosely around his shaft then squirted a generous amount of oil into his palm, before rubbing it over the shaft and head. He then took Katie’s right hand, palm upwards, and filled it with oil. Putting down the bottle he lifted his scrotum and deposited his cum filled testicles into her upturned hand.

“Is it OK to play with it?” asked Katie somewhat nervously.

“Of course it is. This is your massage Katie, any requests will almost certainly be granted. The only aim is to leave you totally satisfied, whatever that may entail. And of course if it feels good for me, well that’s an added bonus.”

Katie gasped and flinched again, as obviously her cunt was again entered by some part of Joel’s hand. I was too captivated by my wife’s hands to check whether it was his thumb, finger or anything else for that matter. Here was my timid little wife greasing up another man’s pole with one hand and exploring his scrotum with the other. She was clearly giving herself to the moment and loving it. The way she was feeling his testicles, and savouring the feel of the head of his cock, as though this was the first and last time she was ever going to have such an opportunity, filled me with both jealousy and an intense feeling of eroticism. As more pre-cum leaked from the end of his cock, Katie collected it with the tip of her finger, and used it to lubricate the head of his cock.

By this time Joel had begun thrusting his pelvis in time with Katie’s wrist movements. Perhaps because he was about to come, perhaps because he had other plans, Joel suddenly and smoothly re-took control of the situation. Sliding his ass backwards, his cock released it’s self from Katie’s firm grip. At the same time, he bought his legs together, outside Katie’s, closing hers tightly together. His head was now at the level of her throat, his cock and balls resting snugly between her thighs, only inches below her pubic mound. His elbows rested on the bed beside her abdomen, his hands were placed on the soft curves between her clavicles and the commencement of the mounds of her breasts.

“Time for some more body slide, don’t you think.”

In the space of a simple “Ah ha,” Katie’s tone shifted from disappointment at losing both her grip on that wonderful black organ and the pleasure her cunt was experiencing, to the nervous excitement of what the next instalment of this sexual adventure may have in stall.

Joel’s hands moved to fully encompass, and massage, her breasts, while his pelvis began to slide up and down her thighs. Whether she was holding her legs together or he was not letting them open as part of his plan, was not possible to say, but the tension in the muscles was clear. In a sawing motion, Joel was rubbing the keel of his penis up and down between Katie’s labia. You didn’t need to be a doctor to know that this meant the brunt of the pleasure was being taken directly on her clitoris, nor a sex therapist to realise that Katie had just about lost all self control under the influence of total sexual pleasure. Katie’s hands had now moved to Joel’s buttocks and were helping him grind his pelvis into hers.

It was clear now that Katie was trying to let her legs part, desperate to increase the contact between genitals. Finally Joel relented, letting her legs part slightly, and resting his between hers, but not losing a beat in the rhythm of his faux fucking. With each slide downwards, he would pause the head of his cock at the base of her clit, so that the engorged labia would spread around the head, and just before it looked as though they would close around and engulf it, he would thrust forward causing Katie to grunt in anguish. Each backward stroke would see his cock slip further between her legs, but he maintained careful control so that it didn’t slip into her longing tunnel uninvited.

Letting his cock fall between her legs, he wedged it between her buttocks, before dragging it up between her legs, spreading her labia with the head, until it flicked over her clitoris. At this point he again applied the pressure of the base of his cock to the apex of her slit, as he ran the length of his shaft forward, his balls eventually emerging either side of the base. The slickness of the head of his cock attested to Katie’s state of arousal, with clear cunt juice running down from the head of Joel’s cock, where it had been scooped from between Katie’s thighs. There were no complaints from Katie with this level of intimacy, as Joel repeated the manoeuvre again and again. As the tip of his cock dragged across the entrance to her vagina, Katie’s legs would close slightly as if to trap it in that position. Joel however, was in full control, and Katie was going to have to make her wishes very clear if she wanted to change Joel’s approach.

After a few more thrusts, Joel came to rest on top of Katie, again placing his legs outside hers, keeping them most of the way together. There he rested for what seemed a minute or two to allow them both to catch their breaths, and possibly to let Katie clear her thoughts about what may happen next. It was impossible to see for certain but I suspected from the position he was in, the head of his cock would be nestled between Katie’s labia. This became clear as she began moaning and grasping his ass, as Joel rotated his pelvis in small circular motions, then thrusting back and forth, the head of his cock pressing against her sphincter, threatening to enter her fully. This was driving Katie wild. The pressure of a warm cock head on the verge of penetration would always have Katie begging for full penetration and the feeling of being internally filled by a solid cock. How would she handle another man’s cock, particularly in her current state of arousal?

Joel didn’t push the issue. Every now and then he would let his cock slip up onto her bare belly, only to be met with a whimper of disappointment.

“Oh fuck, I shouldn’t be doing this. Gees, fuck, …aaah.” Joel continued to gently probe back and forth at the entrance to her vagina. Katie managed to manoeuvre her thighs outside his and was, with the help of her hands on his ass, trying to help his cock into her.

“Do you want me to put a condom on?” Here it was. Was Katie going to let this man fuck her? As much as she hated condoms she would surely insist on protection. She was obviously torn between desperately wanting a thorough fucking and her sense that this was against her normal values. Or so I thought. Her response floored me.

“No, ……just don’t come in me.”

“Are you sure, Katie?”

“No, I just need to be fucked. Please, before I lose the moment.”

With that she wrapped her legs around his, as Joel slowly let the full length of his cock slip into Katie. Immediately, Katie began to shudder, having her most powerful orgasm to date. Moaning and groaning, Katie threw her head back, eyes closed and hands clenched on Joel’s buttocks. Joel meanwhile was in complete control, very slowly easing his now glistening cock in and out of my wife’s sodden cunt, pausing at the entrance before plunging back in. I could see Joel’s scrotum bounce against Katie’s ass with every stroke.

I wasn’t sure what to do at this stage. Katie was obviously in a state of ecstasy she had never known before. I had wanted to loosen her up a bit but I had fully expected her to draw the line well before this. I didn’t know whether I should phone the room and speak to her, turn off the monitor or continue drooling over vision of my once shy, conservative wife, fucking a man she’d only met an hour or so ago. I chose the latter.

As her orgasm subsided, Joel let his cock slide out. It bounced up against his abdomen with a little “thwack”, Katie’s cunt juice splattering.

“Are you cumming?” asked Katie hurriedly, either concerned she may have cum inside her, or more likely worried that her fuck session was over.

“No, I thought you might like to try something different.” With that he turned her over and raised her hips so that she was on her knees with her ass and cunt in the air. Taking his cock he rubbed the head around her lips, then sunk the full length deep into her, forcing the rest of her body to rock forward on the bed. Katie turned her head to the side so that she could view Joel’s cock in the mirror, disappearing in and of her body, occasionally closing her eyes as the sensations became too intense.

Joel leaned forward on his elbows so that her could take Katie’s breasts in his hands, kneading them and teasing her nipples, which always makes her clitoris stiffen. Katie reached a hand back to take Joel’s balls in her grasp, raking her fingernails across his scrotum, and occasionally grasping his shaft. Katie had completely given herself over to the rawness of the situation, and any inhibitions she had previously had were no longer to be seen.

Katie was pushing back against Joel’s thrusts while Joel was using his large hands to steady her pelvis by grasping her narrow waist. The music had long since stopped, allowing me to hear not only Katie’s moans, and Joel’s soft encouraging words, but also the sloshing and pounding that her cunt was receiving.

Katie turned her head back to bury it in her pillow, muffling only slightly her increasing guttural groans with each thrust of Joel’s piston, signalling another approaching climax.

“Come on baby. That’s it, let it go.” Whispered Joel.

This pushed her over the edge. Katie stiffened, held her ass high and steady, and screamed her pleasure into the pillow. As her orgasm subsided, she slumped forward onto the bed; causing Joel’s cock to release it’s self from her slit. I was glad to see that it was still rock hard, hopefully indicating that he hadn’t come in her.

“Had enough massage for one day?” he cheekily enquired.

“Shit. Actually, no. I’ve come this far, and I don’t know if I’ll be given this chance again. There’s one thing I’d like to try.”

“Sure, I’m up to just about anything.”

“This isn’t the first time you’ve done this sort of thing, is it?”

“Well, no. Not all sessions are this enjoyable though”

“Well I hope my husband knows what he’s gotten himself into. O.K. lie down on your back. And please remember not to come in me. We really should use a condom, but I just love the warmth of a big cock in me.”

With that Katie started to climb on top of Joel, and I knew exactly what she was going to do. Katie’s favourite position for sex is reverse cowgirl. Climbing astride she positioned herself over Joel’s cock, took the base of his shaft in her right hand, and milked his organ so that a large glob of pre-cum oozed from the tip. Katie wiped this away then lowered herself until the head was just touching her pouting labia. My view of this action was stunning. Little more than a few feet in front of me was my wife’s sweaty torso inching up and down on a strangers black cock head. Now she was doing the teasing, letting the mushroom head pop just inside the constriction of her vaginal sphincter then lifting up so that it popped out, with the tip still resting between her labia. Finally Katie relented and sank smoothly down the full length of his shaft. I could see his cock disappearing inch-by-inch, deep into Katie’s pelvis. At the bottom she began rotating her pelvis, grinding harder and harder onto Joel’s cock, before lifting herself up and all but free. As she did so I could see Joel’s cock reappear, this time glistening with my wife’s cum. Now both Katie’s and Joel’s groans could be heard, as she quickened the pace. Watching her lithe body do squats up and down on the black shaft between her legs, thighs spread, abdominals standing firm and drenched in sweat, gave me a strange sense of pride mixed with a small amount of jealousy and anxiety.

They were both obviously enjoying themselves and by the increasing noises coming from Joel it was clear that he couldn’t hold on much longer. Katie slowed and rotated round to face her partner, keeping Joel’s cock buried inside her. The view was again exquisite, this time showing her beautiful firm ass, her puckered hole stretched by the thick cock lodged deeply in the cunt in front of it. As she rode up, the rim at the base of Joel’s cock head would cause a small ripple of the anus, before the labia rolled back to reveal the burgeoning head. Before it could slip free, Katie would plunge down again hungrily engulfing its length. The rhythm was fast and furious now, and it was clear that they were both close to orgasming. It appeared to be a race to see if Katie could squeeze one more orgasm in before Joel blew his load.

As Katie began her orgasm, she sensed Joel’s impending eruption, and putting her hand between her legs, she grasped the base of his cock riding off it just as the first stream of cum spewed forth spraying white streaks across her vulva. With pleasure out-weighing her concerns, she immediately sat down on the under surface of the length of the shaft, sliding her vulva along the base, while continuing to milk Joel’s cock of it’s sperm with her fist. Katie’s orgasm continued as she watched spurts of Joel’s cum fly from between her thighs onto Joel’s abdomen.

Eventually the pace slowed, and Katie fell to her side to lie on her back beside Joel. “Christ, that had to stop soon or I was going to pass out. I hope you charge by the session, not by the orgasm, or I’m going to be broke!”

“Don’t worry the account is taken care of.”

“Mmm, I wonder how that will show up on the hotel account?”

“No problem, it was settled in advance, in cash, by your husband.”

“Oh, God, my husband! What am I going to tell him!”

“I’d thank him for arranging a really good massage. I’m sure he’ll understand.”

“But I arranged it!”

“Really. Are you sure? Look lie there and just relax, now is not the time to stress. The time immediately after a massage is a critical part of the whole experience. And anyway, I have another appointment to get to so I wont be able to “de-stress” you any longer.

I’m just going to pop into the shower then I’ll be back to clean up.”

The shower could be heard running in the bathroom while Katie lay peacefully in the middle of the bed. A few minutes later the shower stopped, the bath started running, and Joel returned, still stark naked, with a bowel of water and a large sea sponge. Straddling Katie again, and judging by her startled response, waking her, he began gently sponging her down.

Katie’s Massage (Part 3)

Posted in Katie’s Massage on June 24, 2009 by ceritaindo

If there was any lingering doubt that Katie was finding this highly erotic, then one glance at her sopping cunt would settle the matter immediately. Even in the limited light it was clearly a gooey mess. This was no misplaced massage oil. There is no mistaking the consistency of fresh fanny juice. It had streamed out between her lips and had formed a small mound where her lips met the bed sheet. It looked as if she stood up she’d have a string of mucus reaching to the floor. Just how far was this going to go. I began to worry that maybe I had let Katie have too much champagne at lunch. Was she going to regret her actions? Even though I had a raging hard on in my free hand, with it’s own thin stream of pre-cum stretching to the seat of my chair, I was a little concerned as to how I’d feel if things went much further. I resolved however that this was probably a once in a lifetime event and I’d see it all the way through, whatever the result. As I’d arranged things, I could hardly blame Katie if she was seduced further than I thought she would be.

Joel’s hands were slowly moving up Katie’s thigh the left and right hands rhythmically rotating around the outer and inner aspects respectively. Katie’s breathing became more rapid and shallow the closer he got to her cunt lips. He was close enough now that my view of her dripping snatch was at times obscured. All of a sudden Katie let out a groan as I could see her right outer lip pushed up and back by the pressure of Joel’s palm. Katie made no move to neither stop his advances nor close her legs. Joel’s large hands were now rotating and massaging the ball of her hip joint. The tips of his left fingers intermittently appeared between her legs nudging against the clitoral end of her pussy. As they disappeared back under her leg the right hand would sweep down the crack between her leg and cunt, the edge of his palm brushing back and forth along the edge of her mound. Her breathing continued to quicken, was then drawn in and held briefly before being released in a long slow moan that she tried unsuccessfully to suppress, as her body tensed and relaxed, her pelvis arching to meet the downward sweep of Joel’s palm. This allowed even greater access under her leg and around to her cunt lips for his left hand. There was now a constant to and fro motion against the side of her cunt and what little light there was flickered off the wetness that was being massaged out from between her lips. Still, there appeared to be no direct contact with her clitoris or entry into her vagina.

Finally Katie couldn’t hold back any longer. Her breathing was erratic and uncontrolled. Her eyes closed as her whole body tensed. Katie, having done her best to suppress it for the last 5 to 10 minutes, was having her first orgasm as a result of another man’s touch. Joel meanwhile continued his work. As he orgasm faded he changed to long gentle strokes up and down her thigh, lightly brushing her vulva as he passed.

“I’m sorry,” said Katie, “nothing like that has ever happened before.”

“That’s fine Katie, just relax.”

“God, I’m so embarrassed”

“Don’t be silly, it’s all very natural. I’m sorry if I’ve caused you embarrassment. I didn’t sense what was happening otherwise I would have stopped or at least checked to see if you wanted me to continue. It’s a complement that you could become so relaxed as to respond in such a way to such minimal stimulation. You’re obviously a very sensual woman.”

“No, it’s not your fault. The massage was so good I was in an almost dream like state. I feel so silly, I don’t suppose that sort of thing happens very often.”

“Actually it’s more common than you may think. Some people fight it, which I suppose is unfortunate for them. Not many will respond to such minimally intimate contact as you though. That’s a compliment to you of course.

Some of my regular private customers prefer a more sensual style massage which I’m happy to provide as long as we’re both clear on boundaries. Different people have different expectations from their massage, but as long as they leave totally relaxed and satisfied, I feel my job is done.

Ok, if you’re ready to continue we have more work to do on your left leg. Remember though if you feel uncomfortable, or embarrassed, please let me know, or perhaps just ask me to “move on”, if that’s easier.”

The left leg proceeded pretty much as for the right. Katie seemed more relaxed and when Joel flexed her hip to the side leaving the now somewhat forgotten towel covering little more than her lower right buttock, she made no move to cover the full and complete view that was available of her engorged pussy. Her recent orgasm certainly hadn’t stemmed the flow of pussy juice. This time, as he approached her cunt lips his actions appeared slower and more deliberate. Whether this was to tease her even more, or to test the waters of acceptance, I wasn’t sure. The result was that Katie was more vocal than before. The gentle moans escaping her signalled her state of arousal.

“Are you quite comfortable?” asked Joel.

“Ah, ha,” was all she could muster.

On this signal, Joel changed his approach. He carefully eased the towel completely off Katie. Checking her response, and seeing no move to resist, he began lightly running his fingers over the skin of both legs. As he stretched down to her ankles his cock would again press against the small of her back, but now with greater pressure and purpose. Weaving his fingertips up her legs he deliberately avoided touching her pussy lips, which made Katie wiggle her bum in the hope of initiating contact. The next time Joel stretched down to her ankles he slid his groin up Katie’s back, bringing his face inches from her anus and cunt, and visibly inhaled deeply. Katie always has the sweetest smelling vagina especially when it was flowing. At times I’d go down on her after a work out at the gym just to experience a dirtier aroma. Joel would be getting nothing but that sweet musk aroma today. As he sat up and his head moved away, he breathed out through pursed lips, along the length of her pussy and straight across her anus, which twitched and quivered as his breath passed. Without giving her the chance to contemplate this new development his fingers traced their way back up, between her legs, the right involuntarily spreading to mirror the position of the left.

My view between her legs was now uninterrupted. Here was Katie lying on her stomach, legs spread, with a near naked muscle bound black man rubbing his clearly erect cock into her back, as his fingers played lightly over her buttocks and down between her legs, occasionally drifting over her swollen labia.

Taking the bottle of oil Joel dribbled more across her cheeks, allowing a pool to form just at the top of her crack. As it overflowed and a trickle ran down over her anus Joel quickly placed his finger on the patch of skin between her vagina and anus as though to stop the “accidental” flow. Katie flinched and then groaned as his finger moved upwards over her anus, scooping up the excess oil but causing her sphincter to constrict involuntarily. He then took a buttock firmly in each hand, his hands moving in sweeps from the centre out, stretching her anus, then back inwards down onto her upper inner thighs, his hands following the crease between her buttock and thigh. This resulted in her pussy lips being forced together, opening like a flower, as his hands came together deep between her legs. The groan from Katie was ominous. She wasn’t going to be able to hold back another orgasm for long. Would she ask him to “move on”, would she be satisfied with one orgasm, or would she really let him bring her to orgasm in the full knowledge that they both knew what was going on.

Joel’s strokes were now getting shorter, running much more vertically down the midline, still stretching her anus and now also causing the part of her pussy closest to her anus to gape, exposing both the opening to her vagina and the large quantity of juice pooled within. As his fingers moved further down the length of her slit, her inner lips and clitoris would momentarily pop into view. His groin was now nestled against the back of her neck, his face and mouth inches above her anus and vulva. With each deep breath in I could see him savouring the mixed aromas arising from both her puckering and relaxing arse hole, and her streaming cunt. Once inhaled, he would blow on her anus and onto her fanny in time with their stretching. How he resisted plunging his tongue in, I don’t know, I was almost tonguing the screen myself.

Each stroke was now causing a guttural groan from Katie. It was obvious what was about to happen and clearly she was more comfortable than earlier. Her inhibitions relaxed, either by the alcohol or by Joel’s earlier reassurances, Katie was going to fully give herself to the next orgasm.

Joel’s strokes were even shorter now, just forming small arcs around her labia, her inner lips and clitoris protruding the whole time, but being constantly jostled by his movements. Copious amounts of cunt juice continued to flow out of her hole and over her clitoris. Short rasping breaths came from Katie as she tensed and let the spasms of her orgasm flow over her.

“Oh god, fuckkk…yesss,” groaned Katie, as she appeared to move her crotch back and forth trying to gain extra contact with Joel’s hands. Joel either had other plans or wasn’t sure if she wanted more direct genital contact, I suspect the former, as all he gave her was his thumbs resting lightly on her anus. As her spasms and groans slowed so did his hands, having the effect of milking every last ounce of pleasure from her exhausted body. I’d never in all our time together seen her orgasm for so long.

“Shit, I shouldn’t be doing this, but it feels unbelievably good.”

“Thankyou, I’m glad you enjoyed it. You seemed much more relaxed. It’s good to be able to feel comfortable in such a setting in order to be able to experience the pleasures of massage fully.”

“Funnily enough my husband’s been trying to get me to have an intimate massage, with a professional provider of course, for a long time.”

‘That’s sort of thing is a very common fantasy for many men, though most make the mistake of involving friends or acquaintances. Then when things don’t work out for one reason or another they’ve got on going problems on their hands. Your husband’s approach is much safer all round.”

Whilst chatting away Joel was delicately running his fingers over Katie’s thighs, buttocks and occasionally very lightly running over her swollen engorged labia and her anus, eliciting small flinches from the pleasurable sensation. Katie made no move to close her legs.

“Would you like to try a body slide, or have you had enough for today?”

“Well, I may not be back here for a while, and it’s still an hour or more till my husband is due back, so I’m game to give it a try even if I’m not exactly sure what it is.”

“Ok then but again, the same rules apply if you’re uncomfortable.” Joel stood and moved to the foot end of the bed. Katie watched him as he moved. “Watched” perhaps isn’t the right word; her eyes roamed his body obviously admiring his physique.

Joel placed his hands around Katie’s ankles and after a last glance straight up to her sopping cunt drew the ankles together, closing the view. He then stood, hooked his thumbs into the sides of his Lycra shorts, and pushed them down.

“Wha…!” began Katie, as the shorts were removed revealing a tiny leather G-string. “Oh, Sorry,” said Katie, “I thought you weren’t going to have anything on under that!”

“My apologies for startling you Katie, the Lycra makes the slide quite uncomfortable on sensitive skin.”

“Oh, fine,” replied Katie. Yeah, sure, I thought.

Joel then began covering his upper body and legs in oil, and aware that Katie was watching his reflection in the mirror, putting on a show of doing so, emphasising his admittedly sensational physique. His muscle definition was superb without his being over muscled. He ran the oil across his six-pack of abdominal’s down to the low cut top of his G-string. His G-string consisted of little more than a thin, soft leather pouch, barely containing what was obviously a rigid cock, held up by a thin leather string tied at the left hip. Leaning forward to oil up his legs, he allowed his forearm to knock the side of his groin so that the movement within the G-string made it obvious that whatever was in there was as stiff as an iron bar.

Crawling onto the bed he placed his knees either side of Katie’s legs and lowered his well-oiled torso down onto Katie’s. His groin nestled in the groove between Katie’s thighs, a few inches below her crotch. He lay there for a while letting her get use to the pressure. Holding her shoulders he then slid his body forward, his barely covered cock and balls gliding up and over her buttocks and onto her back. His chest was now up and over her head, and the view that both Katie and I could see was of a large black oiled body almost engulfing Katie’s petite frame. He slid back down, his cock again slipping into the crack in her buttocks and further on down her thighs until his chest was resting on the curve of her bum. He continued this a number of times then came to rest with his cock wedged in between her buttock cheeks. Joel had kept his legs either side of Katie’s so that hers remained tightly close, giving me no view between, just a view of Joel’s bare (but for the G-string) ass rippling away as he ground himself against my wife’s body.

In this position Katie must have been able to feel his cock directly against her pussy but made no move to change position.

“Not too heavy?” enquired Noel.

“No, not at all. That skin to skin contact feels wonderful”

“Hey, it’s too quiet, I didn’t notice the music had finished. I’ll just change the cd.”

Joel jumped up and moved to change the cd. As he did so his erection was even more obvious. The oil had soaked into the flimsy material and now clung to, and clearly outlined, his genitals. On top of that, as he stood a trail of mucus ran down the shaft, onto his scrotum and out into the air, until it was about six inches long at which point it fell to the floor. One thing for certain was that this was not oil, and there was not no doubt where his cock had been hiding!

The music back on, Joel resumed his previous position. Katie’s legs had parted slightly while Joel was up so that when he lay back down his cock and balls pushed harder against her own genitals.

“Now where were we…..?” whispered Joel. “OK now, just put your arms out sideways. That’s right.” Katie now had her arms at right angles to her body and her elbows flexed also. Joel places his oiled hands at the sides of her chest then slipped them round to cup her breasts. In doing so his pelvis rocked gently from side to side.

“Ooh, that feels a bit naughty!” giggled Katie.

“Mmmm, naughty but nice perhaps?” replied Joel as he began to rotate his hips so that his leather covered cock was massaging back and forth across her cunt. Another moan escaped from Katie. Joel alternated his movements; sometimes rotating other times pumping back and forth as though he was fucking her. Katie was right into it now, meeting his thrusts as best as she could while trapped under his massive frame. That she was building to another orgasm was clear, but rather than let her reach it, Joel teasingly slowed his motions, repeatedly lifting his pelvis off her buttocks and easing them back down. Katie continued to groan and lift her pelvis to maintain contact with his cock. Even with the soft background music, I imagined I could hear the squelch of my little wife’s sopping cunt as Joel’s genitals sunk in and out of the wetness.

“Ready to turn over?”

“Oh shit. I don’t think I’ve got the energy.”

“Come on.” Said Joel, getting off her and helping her turn over. No cover was offered and none was asked for, as my wife lay on her back totally naked with an all but naked, oil covered, man perched above her admiring her totally surrendered body. Joel straddled her groin again and immediately started massaging both her breasts.

“That feels so good.”

“It’s meant to Katie.”

Her nipples were both rapidly erect as Joel moved his hands around them massaging the tissue of her breasts. With fingers splayed he lightly drew them into the centre of her breasts, teasing the nipples more and more with each stroke. Katie was openly gazing at his body, particularly at his abdominals and also the cock straining at the confines of its pouch. Appearing to take the heat out of the situation, Joel moved onto Katie’s right shoulder then on down the arm, resting it on his knee as he went. When he’d finished with the fingers on the right hand, he moved to the left shoulder but draped the right arm along his thigh so that the fingers rested no more than an inch from his leather-covered cock. Every time Joel leaned forward, Katie’s fingers would press against his cock, and each time he leaned back her hand was just that bit closer, until before long they were resting against the side of his shaft. Now each time Joel leaned back and forth Katie’s fingers, without her having to do anything, would rub up and down the side of his shaft. She closed her eyes, as if that made her actions less obvious.

“So what did your husband get you for your anniversary?”

“I don’t know yet. He said it was something I’ve always wanted and will be delivered to our room this afternoon.” She didn’t seem to realise that it already had.

“I hope it doesn’t disturb us.”

“I’m sure it wont,” replied Joel with a slight smile. The tone of his voice made Katie open her eyes and look up at Joel, who hastily added, “I put the “Do Not Disturb” sign on the door.”

“Ah, OK,” said Katie, the tone of her voice was suspicious. Shit, I thought, I think she suspects something. “Maybe it’s already arrived?” she added in a slightly cheeky tone.

“Would you like me to ring reception and check,” asked Joel, continuing the game of cat and mouse.

“I don’t think that will be necessary,” she replied in a more confident manner.

Katie had now moved her hand so that her index finger was hooked in the waist strap of the G-string, away from the side of his cock. Joel finished with the left hand and placed it on his own left thigh, though this time not quite so close to his groin. Perhaps he felt Katie was suspicious or perhaps the fact that she had moved her right hand away from his cock signalled the limit of her involvement. It seemed he was going to wait for signals from her before resuming any further intimacy.

“Would you like any more work on your upper body?”

“How about some of that light fingered work. It gives me goose bumps all over.”

“Sure thing.”

Joel began delicately running his fingers up and down her arms, across her shoulders and gently across her breast. Sensing no problems he concentrated on her breasts.

Katie’s fingers had been busy though. She had moved them further to the hip and had hooked them around the small leather bow that was all that held up Joel’s G-string.

With one small flick she undid the bow, and with that the straps fell away closely followed by the pouch of leather, revealing Joel’s erect cock, hugging the skin of his abdomen.

“Oops, sorry,” giggled Katie. Joel moved one hand to pick up the front of his G-string, but Katie was having none of that. “Hey, that’s not fair! I’m lying here all exposed, shouldn’t you be also?”

“That would only seem fair. Some of my regulars insist on it. I’m completely comfortable so long as the client is.”

From my angle I could only see a side on view of Joel’s cock. It was a good length but not one of those “fantasy 12 inch monsters”. The thing that would impress Katie was its thickness. The head in particular formed a bulbous mushroom swelling on the end of his shaft. The shaft glistened slightly from the oil that had soaked through the G-string. A small amount of pubic hair was visible but clearly most had been shaved away.

Katie’s Massage (Part 2)

Posted in Katie’s Massage on June 24, 2009 by ceritaindo

Joel had placed Katie on the middle of the bed and positioned he so that her toes hung just over the end of the bed. This left plenty of room between Katie’s head and the head end of the bed. He then knelt beside her left side and pulled the towel down to expose her back as far as the upper third of her buttocks. Katie had turned her head to the right, away from Joel so that she was looking directly towards camera 1. I was a little worried she may see the camera but as it was slightly above her line of sight and well hidden in the shadows of the bookshelf it was pretty unlikely.

Joel began by squirting some massage oil over Katie’s exposed back and gently spreading it around. He then began what was obviously a professional standard massage. He began at her neck and slowly worked his way down her spine before concentrating on the shoulders and upper arms. He then took her arm, laid it in the cleft between his thighs, and continued to massage down her arms to her fingers. The whole time her hand rested no further up than the mid thigh. Next he moved to he other side repeating the process. Intermittently there was small talk but no lengthy conversations. Joel reiterated that the essences in this particular oil may make her skin very sensitive, and will only be used for the first part of the massage. Finishing with her left arm, Joel then sat on the towel astride her buttocks giving a firmer massage to the midline of her back, using his upper body weight for extra pressure. During this he asked if he was too heavy to which Katie replied, “No, it feels great.” Next he very lightly ran his fingers over all her exposed skin causing Katie to squirm and mutter “Now that feels good”.

“We’re just beginning,” replied Joel.

Joel then moved to the end of the bed but not before he folded the towel covering her buttocks and thighs in half from below. This seemed to be in preference to just lifting it up to cover her back again. The overall effect was to leave Katie more exposed but not excessively so. The next five minutes were spent on foot massage, something that Katie adores. Gradually things progressed up the calf then onto the thigh. Joel was running his thumbs up the middle of the back of the thighs, with the fingers wrapping round both the outside and inside of the thighs. Reaching the top of the thigh, and still being careful to avoid any overtly sexual contact, Joel took the towel, moving one edge into the cleft between the buttocks, thereby exposing the left buttock. Camera 2 showed that there was still no genital exposure, but as he massaged her, pushing her buttock muscles to the side, it was clear that glimpses of her labia were occurring. If Katie was finding any of this inappropriate she gave no sign. Before moving on to the other leg Joel again gave the light finger routine concentrating on the buttock and upper, inner thigh. Soft sighs and giggles said Katie was both enjoying this and feeling the effects of the champagne.

The second leg proceeded as for the first, only this time, as Joel moved up the thigh, rolling the muscles of the inner thigh outwards, Katie’s legs parted with the pressure, allowing greater access to the upper, inner thigh. As Joel’s hands reached the top of the leg Katie rotated her head to watch proceedings in the mirror. Subtly she lifted her pelvis as if to reposition from lying in the one spot all the time. When she rested back down, it was clear that her legs were now further apart, giving even greater access. With each pass of Joel’s hands up the thighs he moved closer and closer to her vulva.

“That’s very relaxing, Joel”, I heard her say, as the wave of skin moving in front of Joel’s hands brushed against the edge of the towel now barely covering her labia. Whether his hands actually applied any pressure to her vulva was not clear from my view, but it was clear that Katie was enjoying the sensuality of the massage. Somewhat surprisingly, as I thought he was on a winner tactic, Joel changed to the fingertip approach. Using both hands, he ran his fingers over the backs of the thigh, but one hand concentrated on the buttock, the fingers regularly slipping down the slope leading to the cleft between her cheeks. Almost imperceptibly as he did so Katie rotated her leg outwards, inviting deeper access. Again Joel resisted the temptation, either deliberately prolonging the tease or perhaps waiting for even more conformation that more intimate contact was allowed.

By this time my own cock was raging hard. I was rubbing it through my pants and could feel the cool wetness of a small amount of pre-cum leaking out onto the skin of my stomach. How much further was this going to go, I wondered. One thing was for certain; Joel was an expert at his trade.

Joel now replaced the towel so that it covered basically just the buttocks, then explained to Katie what to expect next. “We’re now going to expel the air from the lower portion of your lungs, that doesn’t normally get expelled. I want you to take a deep breath in, and when you feel the pressure, slowly breath out as completely as you can. We’ll repeat the process a few times.” With that he placed her legs together again, assumed a “push-up” position above Katie and slowly, but progressively, lowered himself down onto her so that his groin rested between the mid portions of her thighs. As he continued to lower himself his abdomen covered her buttocks and lower back and finally his chest engulfed her much more petite upper back. He lay there for a few seconds before reversing the process. After the second pass Katie looked restless. “Is everything Ok?” asked Joel. “It’s great,” replied Katie, “but the oil seems to have made my skin so sensitive that your top irritates it.”

“I’m sorry” said Joel, and immediately whipped of his top and continued the third press. Katie had not been watching him when he took of his top, but immediately opened her eyes when she felt the bare skin of Joel’s abdomen and chest press against her own naked flesh. “Are you comfortable with that?” enquired Joel, the double meaning making Katie’s “ah ha” reply as ambiguous as the question.

After one more body press Joel told Katie it was time to roll over, and that he would just be in the bathroom changing the oil while she got comfortable. Very “proper” I thought. Joel left and Katie rolled over repositioning the towel to cover her front. As she did so she ran a finger between her legs then lifted it to her face to inspect. She needn’t have done so as the trail of mucus was obvious. She wiped her hand on the towel, then pushed the towel between her legs to wipe away any more tell tale signs of her arousal. She was perhaps a little embarrassed that Joel would see her freely running cunt, particularly now that she was fully shaven. She positioned the towel to cover as much of her thighs as possible without exposing her breasts. The towel was obviously not long enough for both these purposes and as Joel walked back into the room Katie had the upper half of her breasts exposed, but at least the nipples covered, with the lower end of the towel little more than 6 inches below her crotch.

Joel moved to the head end of the bed, kneeling with legs either side of Katie’s head. She closed her eyes as he began gently massaging her face. Soon he swung around so that he was straddling her body and continued to massage her face and the back of her neck. “Do you usually have your chest massaged?” enquired Joel as he applied the fingertip approach to her face. “Sure,” came the reflex response, and before Katie could think about what she had just agreed to, Joel had moved the towel down to fully expose her breasts. Now Katie had had her breasts massaged before, but as far as I knew only by female masseuses. I’m sure she would have told me even if she’d been offered such a service from a male. As Joel reached for the oil Katie opened her eyes and looked up at the torso above her, quickly gaining her first good look at his semi-naked body. In what seemed to be a trend lately, Joel’s chest was completely smooth, and for that matter there didn’t seem to be any hair on his body at all. She glanced down and would have noticed his rippling six pack, Katie’s second most favourite part of a mans body to look at. Below that were only his low cut skin-tight licra shorts, containing a well-defined bulge. She closed her eyes again as Joel squirted some warm oil across both breasts and sat down straddling her groin. As his hands began so spread the oil over her right breast, any rigidity that had been lost from my cock was quickly regained as for the first time since I’d begun dating Katie another man was caressing her breasts. Initially Joel avoided the nipple concentrating on the fleshy part of her breast. Almost immediately Katie’s nipples stiffened, following which Joel included the areola in his ministrations, sliding the nipple between his fingers as his hands glided over her breast. Although there was no view of her crotch at this stage through camera 2, with Joel planted firmly on it, there was little doubt that things would likely be flowing pretty freely beneath the towel.

Joel now shifted to the left breast where the nipple was already well and truly erect. He traced circles of oil around the breast, this time running a trail directly across the nipple, causing an involuntary flinch from Katie. He again carefully kneaded the peripheral tissue before paying any attention to the nipple. When this breast had received the same attention the right had Joel placed one hand on each and continued his gentle but firm massaging. Now, Katie is quite naïve about these sorts of things, and can rarely tell when someone is flirting with her. She just thinks they’re being friendly and are very “tactile” people. Clearly she was enjoying her massage in a sensual fashion but I wondered whether she realised at this stage that things were preceding beyond the “strictly therapeutic” stage. Joel had now moved to the fingertip routine. Using a hand on each breast he was lightly running his fingers around the base of the breasts in constantly altering paths. The effect on Katie’s nipples was amazing; I’d never seen them so erect, they looked ready to explode! The motions then became more rhythmical. Joel placed his palms directly over her nipples, with his fingers spread widely. He then slowly lifted his hands so that his fingers contracted towards the nipple. On reaching the nipple his thumbs, index and middle fingers closed around the base of each and gently drew them out. When released, he repeated the process a few more times. Judging by how flushed Katie appeared she was either highly aroused or feeling the full effects of the champagne she had consumed. I suspect both. She really adores breast massage and can often orgasm with only a little pressure applied to her clitoris in conjunction with the proper administrations to her nipples. Right now she had a near naked hunky black man giving her breasts an awe inspiring massage whilst he had his bum and groin resting (and probably pressing) against her pelvis.

Before things got too out of hand, Joel repositioned himself to Katie’s left, facing her feet. Rather than covering her breasts he moved the towel down even further so that in now cut a straight line across her lower stomach, just below the bony peaks of her hips. I suspect, by the way he crept it down the last couple of inches, he was looking for the top of her pubic hair as a place to lower it to. Certainly if Katie hadn’t had her wax her pubic hair would be well and truly exposed. As he began spreading more oil and massaging her side muscles by running one hand over the other pulling the muscles in towards the middle followed by the reverse, pushing the muscles outward, starting at the top and moving down. As he did so Katie started some idle conversation.

“Your physique is amazing. What do you do to keep in shape?”

“Thanks, I have to work pretty hard at it. I do a lot of cycling and a lot of strength work in the gym. You obviously keep in shape yourself. I assure you it’s much more pleasant working on an attractive well maintained body than some of the ones I get.”

“I don’t suppose you get much choice, do you?”

“Actually I do in a way. I really only work with women. My style of massage, with the body press and body slides doesn’t really work with the guys, which suits me fine, I only work part time”

“Bodyslide? I think I know what you mean by the body press, but what’s the body slide?”

“It’s an extension of the body press. I only offer it to clients that I’ve seen a few times, once a level of confidence in each other has been established.”

“Gee, that’s disappointing. I’m not here very often, and I have to say this is the best massage I’ve had. It would be a shame to miss out on the full service.”

“Thankyou for the compliment. Look, we’ll see how we go. If you feel uncomfortable at any time though, you must say so. We normally start with a back slide, so we need to wait till we’re back on to your back. I assume you’ve not had one before.”

“No, I’m not sure what it is to be honest.”

“Ah, that’s the best way to experience it. It can be a bit confronting at first, but it really is the pinnacle of massage.”

While this conversation was progressing Joel’s hands had progressed to massage her lower abdomen. His hands were working down the sides, then sweeping into the middle, regularly sliding a few centimetres beneath the already low-slung towel. There were no complaints from Katie. If anything there was a slight tilting of her pelvis with each downward pass of his hands. His fingers would have surely reached her pubic bone and he would certainly be aware that there was not much pubic hair to be found.

Joel was obviously an expert at his craft of sensual massage. He had taken a previously shy, demure lady, who would not even go topless at the beach, let alone entertain the idea of a nudist beach, to the point where she was requesting a body slide massage. Even if she said she didn’t know what one was, I for one knew that she had a pretty good idea what was involved!

Repeating the process from the other side, it was now back to the feet. The towel had been placed further up Katie’s abdomen, the lower edge again about six inches below her crotch. The foot and lower leg massage was pretty standard. Slowly he moved beyond the knee and onto her right thigh, using long strokes from the knee to the top of the thigh. With each stroke the hands moved further to the in- and outsides of the thigh, the fingers again slipping up under the towel. Despite my camera, there was not enough light to see whether any contact was being made, the towel creating an annoying shadow over her crotch. If there was any contact, then it was only brief with each stroke, as Joel kept his hands moving rhythmically. The left leg was treated in the same way. In the process of doing this not only had Katie’s legs parted some more, but also the towel had moved higher up her legs allowing me to get a vague glimpse of her cunt. Although he was making no obvious attempts, I’m sure that Joel could see a lot more detail than I currently could.

“Time to turn over again. We’re going to work more deeply now but again if you become uncomfortable please let me know.”

“Sure,” replied Katie.

“Can I get you anything? Do you need a drink?”

“That would be great thanks. There’s a part empty bottle of champagne in the mini-bar, it would be criminal not to finish it. Pour yourself a glass if you like, the glasses are in the top drawer.”

“Thanks, but not while I’m working. I’ll get you one though. A bit of alcohol and massage tend to mix very well. I suppose it’s both the mental and physical relaxation it induces.”

As Joel turned to the mini-bar Katie turned herself over, covering her buttocks.

“Gee I hope you didn’t drink this all alone,” said Joel pouring one last glass from the bottle.

“No, my husband and I shared it over lunch, it’s our anniversary.”

In actual fact I’d barely had a glass, to ensure there was plenty for Katie.

“Congratulations, where is he now?”

“Unfortunately he has meetings, and wont be back for another couple of hours yet.”

“OK, lets concentrate on the areas that need extra work. You seemed most tense in your lower back and thighs. Would you like me to start there?”

“Sure”, said Katie, rapidly downing the glass and placing it on the bedside table. Katie wasn’t a big drinker and a couple of glasses of champagne goes straight to her head. The situation was that she had now consumed almost an entire bottle in little over one hour! Perhaps she was just building up some Dutch courage or perhaps she wanted an excuse for her actions. Whatever the answer, her flushed face and enthusiasm to continue indicated that things might get even hotter than they already were.

For variation, Joel straddled Katie’s upper back facing her feet. He commenced firm strokes along the muscles either side of her spine, fanning out as he reached the buttocks. With each stroke he would move further onto the flesh of her buttock, pausing every so often to position the towel a little further south. Before too long it was half way down with the top of her cleft well exposed. Still a legitimate massage I suppose, but the limits of that were about to be tested.

Moving to concentrate on her right cheek, her last remaining piece of covering became the lower quadrant of her left buttock. The edge of the towel now sat neatly in the crack between he cheeks, but because it had already been lowered so far it was probably at the level of her anus. My views were too limited but surely Joel was getting an eyeful of her neat little starfish. Perhaps a little surprised, Katie turned her head to check things in the mirror. Joel immediately started concentrating his attention on the rounded flesh beneath his hands, querying, “You OK?”

“Yeah, feels great”, was the muffled reply.

Joel’s hands kneaded her flesh, one hand on each side of her buttock, rotating, drawing together, and the whole time exposing more of what lay below her anus. His hands now swept down onto the back of her thigh the left hand working round the outer side of the thigh, the right following the crease between the buttock and thigh to the inside of the thigh. Katie gave a little flinch and a stifled gasp escaped her mouth as obviously contact had become more intimate. Teasingly, after this one intimate contact he moved back to the middle of the muscle and repeated the process. Anticipating further contact Katie let the pressure of the massage part her legs ever so slightly. Then it came again, only this time slightly slower, and more lingering.

Taking the right knee Joel drew it up so that both the hip and knee were flexed. Katie’s pose was now like one of those glamour shots, without being overtly pornographic, with the model strewn across the bed as if asleep. From camera one there was a full view of Katie’s hairless cunt. Quite “properly”, but completely unexpectedly, Joel moved the towel back into the midline and raised it to now recover her anus. Whether this was all part of the tease, to keep her guessing as to whether previous intimate contact was intended or not, or whether he was backing off to be sure that he wasn’t overstepping the mark, I wasn’t sure, but again it was clear that this guy knew the art of sensual massage.

With the leg at an angle of about 45 degrees Joel leaned over to reach the bottom of her hamstring. With his tight licra shorts on it was clear that Joel was also enjoying the session. A reasonable sized erection was stretching almost to the top of his shorts, and from her side-on view in the mirror Katie could hardly mistake what she was seeing. As Joel leaned forward he let his erection graze the small of her back, causing Katie to close her eyes and savour the sensation. Meanwhile Joel’s hands were continuing their progress along her hamstring. He paid particular attention to the insertion of the muscle into the pelvic bone. The next to receive attention was the quads muscle in the front of the thigh, again paying attention to the insertion point. His left hand remained gently caressing the hollow on the inside of the quads formed by her leg being at ninety degrees, while the right moved back down the leg, around the inside, and began massaging the other muscle group on the inside of the thigh. As Joel’s right hand approached the insertion of this muscle group, which was immediately adjacent to her pussy lips, his outer hand was forced against the mound of her cunt, covered only by the thin layer of towel. With each movement of his hand Katie let out a soft, barely audible moan, her left fist clenching and relaxing with each brush against her. Before she could go over the edge into an orgasm, Joel ran his hands along the length of the muscle one or two times then started again at the lower end, slowly progressing up. Obviously in anticipation of where this would end, Katie shifted slightly and at the same time clenched the edge of her towel in her left hand, so that when she settled it had shifted and now exposed most of her cunt and all of her anus. She may have thought it a subtle move but it was unlikely that Joel was going to interpret it as anything but an invitation for more intimacy.

Katie’s Massage (part 1)

Posted in Katie’s Massage on June 24, 2009 by ceritaindo

Katie and I had met as childhood sweethearts when we were both only 14 years of age. We have been a couple ever since, married at 20, and about to celebrate our 15th wedding anniversary. Our marriage was as perfect as you could get. If you were to believe in soul mates then that’s certainly what we were. We were, most importantly, best friends.

Our sex life was great, Katie was always a bit conservative, but there wasn’t much we hadn’t done over the years. Katie had never been with another man, and despite some minor role-playing games, had never expressed a clear desire to do so. We are both into sensual massage, and the only thing she had even hinted at was the possibility of having a nude massage by a well-proportioned male. When I had pushed the idea however, her conservatism came through. It seemed she was happier, or perhaps more comfortable, keeping the idea in role-play.

Having said that she was a sucker for a good therapeutic massage. On a regular basis she would get a body massage and preferred to have a male perform the massage. She said this was because they had stronger hands, and there was always a risk of getting a soft wimpy massage if the therapist was female. She had long gotten use to the idea of lying naked, partially covered by towels, under the hands of a male masseur. By giving her a massage at home, and simulating what would be happening at the various stages of a therapeutic massage, she was a little surprised at just how much of her body was on display. However, she was also quite clearly turned on by this small display of “safe” exhibitionism. She would then try to tease me by asking, while I was giving her a massage, if I liked the idea of some other man copping a view between her legs. My hard on probably told her well enough that I didn’t mind. I would then turn the tables by asking if she would mind if he did “this”, as I “accidentally” brush my hands against her outer lips. The more we played this game the more adventurous she would get before that ingrained “conservatism” would take over. Universally though, at some point, she would beg for penetration and a thorough fucking. She just couldn’t continue the role-playing to that extent.

With our anniversary coming up I decided to do something special. I was unfortunately going to be out of town for some business meetings, but used this as an excuse to take Katie with me, for a couple of days at our favourite hotel. We would often do these things on the spur of the moment, taking in a good restaurant, and always having a couple of days of good sex. This particular Hilton was our favourite for a number of reasons. Firstly the rooms are huge, with massive king sized beds, wonderful views, and the best bathrooms I’ve ever seen in a hotel. The baths are huge and invite a long soak both before and after an extended session of sex.

Secondly they still have adjoining rooms, and while we usually travel alone, we sometimes go away with friends, and it’s always nice to have the connecting doors. On this occasion it was going to serve a different purpose.

Thirdly, it was one of the few hotels that when a woman rang and booked a massage and requested a male masseur, they would actually try to provide one. I suspected that most hotels were worried about the consequences of a complaint from a woman being massaged by a male and hence actively “failed” to fulfil the request.

Katie liked the idea. The trip was a week away, which gave me plenty of time to make the necessary arrangements. Essentially the plan was for Katie to make as many of the arrangements as possible so as to allay any suspicions. This meant I needed her to book both the accommodation and her massage.

The next part of my plan involved replacing the hotel masseur. Here Google came in handy. Typing in “massage”, “male”, and “escort” produced a huge list of services. Unfortunately most of these were directed at the gay community, but by screening through and only selecting those who saw female clients only, I was able to narrow it down to a manageable number. Next I selected only those who provided photos or would send them over the net. This still left more than 50 “applicants”, so next I selected only those who stated that they had massage experience. I realised that the whole session may go no further than a simple massage so there had to be some degree of expertise to ensure it wasn’t a complete dud of a session. Also I didn’t want it being so bad that a complaint to the hotel management would be made!

I then sent an email detailing my request to about a dozen sites, some of them agencies, some of them independents. The agency replies were all pretty standard and it seemed like they had a pre-prepared response, which was to be expected I suppose as they probably get a lot of junk emails to contend with. The independents fell into two groups. Firstly, and easily discarded were the ones obviously just out for a free root. Their services were either free, or some nominal fee, indicating they weren’t the professional service I was after. The second group gave much more thought to their responses, and one stood out a mile on almost all fronts.

Joel’s reply began with the words, “Thankyou for considering me for this service….”. He went on to describe himself in more detail than his web site gave. He was an amateur athlete, having completed at national level, who was currently putting himself through college. Cycling was his sport, and obviously he kept himself in very good physical shape. To help cover his costs he did both therapeutic and sensual massage. Discretion was important to him and he guaranteed it for his customers. His fee was $200 per session, whether it lasted 15 minutes or 2 hours. This was unusual I thought, but impressed me as indicating he had a certain pride in his work, seeing each session as job to be completed rather than something to watch the clock by.

Further confirming a professional attitude, Joel also asked questions which he wanted answered before continuing further. In particular he wanted to know two things. One was what was to happen should Katie take offence? He would require either a note signed by myself, or my mobile phone number he could ring at the time of any trouble. He also wanted to know how far I was prepared to let this encounter go. He accepted that in this instance I was the “paying” customer, and therefore could place limits as I wished. He also reassuringly stated that he would also go no further than Katie wished to go. He would need signs from her to precede each step beyond a simple, sensual, but non-sexual, massage. He asked me to consider this carefully, as he accepted that both Katie and I would be his customers who needed to leave satisfied. He warned me he was extremely good at what he did and I should consider that she might wish to proceed further than I anticipate. This started me wondering just how far I wanted it to go and also how far I thought Katie would let it go. She certainly gets pretty wild once she’s turned on, but I couldn’t imagine her letting it get too far out of control. I thought she may allow a bit of touching of her labia and clitoris as long as it was discreet, and possibly some pressure or gentle insertion of a finger just inside her vagina. I was fairly confident she would stop short of orgasming in front of a stranger, which was a little disappointing as Katie was well and truly multi-orgasmic and if she really was being turned on by the experience it would be good to see her take full advantage. This combined with the hard on I had just thinking about what I was arranging for Katie convinced me to reply that I would leave matters entirely up to Katie and him. It felt strange that I was beginning to trust someone who was a complete stranger with my wife.

The final factor that confirmed to me that this was the best choice was his physical appearance. He was clean cut, good looking, and being a cyclist he obviously had a pretty good physique. I’m no slob myself, but this guy certainly left me for dead. His body fat level must have been close to zero, and he was very well muscled, not in a distorted “body builder” way, more of a “built for speed fashion”. Add to that the fact that he was black and I at least knew that Katie was not going to be disappointed in the visual department. Looking at the photos on his web site, and those additional, slightly more risqué, ones sent in his email, I was beginning to understand why white women all seemed to have black man fantasies.

I emailed my response, and arranged dates and times. He requested half payment in advance, half after the event. As we usually bill massages directly to the room, I thought it simpler just to pay the whole fee in advance. After all it was only $200. I had a convention to attend on the Friday, and told Katie I also had meetings to attend on Saturday. I suggested she join me on the Saturday, which happened to be our anniversary. She had to work on the Friday so this plan suited her. I told her I had two meetings that day, the first between 10am and 11:30, the second from 2pm till 4pm. I suggested she might wish to go shopping in the morning, and have a massage in the afternoon, perhaps joining me for lunch in between. I suggested she book early so as to be sure to get a male masseur. She came back a few minutes later to say it was all arranged but that the massage would have to be in the room as they are renovating the health club. This meant a portable massage table would be bought to the room, which Katie had had before, and while it wasn’t her preference, it made my plans much simpler. My plans were coming together…

The remainder of the week seemed to pass excruciatingly slowly. I was horny all week and we had sex every day. This only serves to make Katie more randy. Things really were coming together! I also made sure that we got to the gym and had a hard work out each day. There’s nothing better than a good massage after a few days of solid workout, and I wanted Katie to be in the mood for a thorough massage.

Friday morning came and off I set. I checked in and made arrangements that would be necessary for the completion of my, and hopefully Katie’s, fantasy. I told reception that not only would my wife be joining me tomorrow but that good friends would also like a room, and could we have an adjoining room that had a connection doorway. The night’s stay was to be a gift to the other couple, so I would pay for the room, and pick the key up in the morning before I pick them up from the airport. There were no problems so I set off to my convention. The conference was on surveillance and monitoring. I part owned a small to medium security firm, and attending these conferences was important in order to keep up with any advances, and usually to meet with suppliers to arrange orders. This was a smaller conference and contrary to what I’d told Katie, there were no meetings scheduled for the next day. I must say that it was a waste of time attending as I was completely distracted by thoughts of the following day.

Having picked Katie up and taken her back to the hotel, I made my exit for my first meeting. As planned Katie was to go shopping so we walked the first couple of blocks together. I left her in an area that contains her favourite lingerie shops, walked on a block further, then doubled back to the hotel. I usually enjoy going lingerie shopping with Katie, let’s face it, they usually have the horniest sales assistants, but today I had more important things to arrange.

Back at the hotel I picked up the key to the other room and unpacked my “work case”. This contained two small surveillance cameras, appropriate lengths of wiring and portable video recording devices. There was also a connection that I could plug into the hotel TV and a controller to switch between the two. The first camera I set up in a bookshelf to the side of the king-sized bed, which was also the shared wall between the rooms. This gave me a slight angle from above and also a view across the other side of the room to the mirror on the opposite wall. The door to the room entered through the wall perpendicular to the far wall, which was the wall the head of the bed was against. Camera 2 I placed under the top of a table situated at the foot of the bed. This gave me a clear view from the foot of the bed, just slightly above the height of the bed. The wires I ran back under the connecting door to my second room set up. Checking the angles on the TV I realised that the only area I couldn’t get a good view of was the bathroom. There was a partial view through the door, and a little more due to the heavy use of mirrors, which I thought was adequate, as I didn’t expect much action to be taking place in the bathroom. Basically I was pretty happy with my work, then again as this was my profession I should be able to get a simple job like this right.

For anyone contemplating a similar set up, sure my equipment would be of higher quality than the average person could get hold of, but for as little as a couple of hundred dollars, a more than adequate system is available at most electronic stores capable of good quality, low lux recordings. It may be thought of as a betrayal of trust filming my wife like this, but Katie was use to me doing this and got off on watching the videos later. Also I had to remember that although Joel sounded very professional, I still felt it safer to have a little control.

A few minutes later Katie returned carrying a few shopping bags. It was a little early for me to “return” so I watched for a while. Knowing that in a few hours time I may be watching something quite different started a stirring in the loins. Katie took out the items she’d bought and placed them on the bed. She then proceeded to undress, obviously to try on her purchases. It was obvious that she had been busy in the couple of hours she’d been out. Standing naked in front of the mirror she slowly ran her hand down her belly and over her newly waxed pubic region. She knows I like this look and had obviously done it for our anniversary. Even allowing for my potential bias, she really does have a great body. Standing 5 feet 7 inches tall, with beautiful olive skin, dark hair and dark eyes, anyone would be pleased to have the opportunity to give her a massage. Her abdominal muscles stood out in the oblique light and her C cup breasts had to date defied gravity. Even though she was now mid-30’s her physique would put most women 10 years younger than her to shame. Seeing her standing there now cupping her breasts and tweaking her nipples made me want to rush in there and fuck her brains out. I suspected if I waited a few minutes longer I may be treated to a masturbation show, but unfortunately we had a timetable to stick to.

I left my (second) room and inserted my entry card into the lock of our room. As I entered Katie was hurriedly putting on her underwear, with her back to me, obviously wanting to leave her little waxing surprise till later. “How was the meeting?” she asked. “O.K.” I replied, “I’m hoping this afternoon’s will be more interesting. Spend much? “

“You didn’t give me time!” she replied.

As planned we headed out for a quick lunch at the hotel bistro. Although we didn’t have much time I ordered a bottle of Moet champagne. It doesn’t take much to get Katie pissed and there’s absolutely no doubt that the best way to get her to lose he inhibitions is to give her a few glasses of French champagne. This was, after all, our fifteenth wedding anniversary, so why shouldn’t we spoil ourselves. Having pushed a few glasses through Katie and with time marching on I suggested we head back to the room so that she could get ready for her massage and I could get my last meeting over and done with. Katie, already starting to flush from the effects of the alcohol, suggested I cancel both my meeting and her massage, and we finish off the champagne in the spa back at the room. Clearly the champagne was having the desired effect! I declined the invitation, but took the remainder of the champagne back to the room with us, and poured another glass for Katie in the room. Katie began to undress for a shower before her massage, and in her slightly disinhibited state, and while holding both hands over her crutch, rubbing back and forth, teasingly said, “I hope they send a hunky man for my massage’. Knowing that this was indeed the case, and picking up on her obvious innuendo, I casually said that that was fine as long as she wasn’t worn out by the time I got back. With a giggle and a glass of champagne she stumbled off to the bathroom, and I made to leave for my meeting.

By the time she emerged from the bathroom, wearing a white luxurious hotel bathrobe, it was five minutes to two, and I was well ensconced in my control (or lack of control) room next door. Katie finished the last few sips of her wine and admired her wax job in the mirror until there was a quiet knock at the door.

Answering the door I heard Katie say “Hi” followed be a slightly muffled reply, “hello, I’m Joel, I’m here to give you your massage”

“Sure, come on in”, replied Katie, doing her best to sound sober, but failing miserably. Joel moved into the room and in one smooth movement took the Do Not Disturb sign off the inside door knob, and placed it on the outside. I felt a wave of nervous anticipation wash over me, and was aware of my cock being already semi erect. “I’m very sorry”, said Joel, but as the leisure centre is being renovated and there are a limited number of portable massage tables, I have to ask if you feel comfortable using the bed for today’s treatment? If you prefer we can wait till 3:15 when one will be available.” As we had planned Katie was quite comfortable with this arrangement, as it would otherwise have meant he massage would not have been completed before I returned. “Great”, said Joel, and proceeded to unpack the bag he was carrying, laying out a couple of large towels on the bed. While he was doing this I was able to observe Katie clearly checking out her masseur. His physical presence was impressive. Whilst dressed only in an oversized tracksuit it was clear that he was very well built. His head was completely shaven, and he stood probably 6 feet three inches tall with wide muscular shoulders. His web photos were clearly not fakes. Joel suggested Katie make herself comfortable while he freshened up. He said he had ridden here on his bike and hadn’t had time to shower, so if it were O.K. with her he would have a quick rinse before starting. He asked her to lie on her stomach and handed her a towel to place over herself.

A few minutes later Joel returned to the room, wearing a loose fitting Larker’s basketball top and a pair of tight fitting Lycra bike shorts. While he made some small talk and prepared his massage oils, I could see Katie, with her head turned away from me but facing the mirror directly opposite, continuing to check out her masseur. Joel took a small CD player out of his pack and turned on some relaxing “massage therapy” music. Joel then proceeded to explain his massage technique. He explained that the massage comprised two parts. The first would comprise a gentle and more superficial massage, with the second part involving deeper probing of the tissues. If at any time Katie felt the probing was too deep or if she was uncomfortable in any other way she should feel comfortable indicating this so that he could adjust his technique. Likewise if there was an area that she felt needed extra attention to please indicate this. Most important was for her to feel completely relaxed and he promised her it would be the most relaxing and at the same time invigorating massage she had ever experienced. Katie said this was fine and that she usually preferred a massage that was at least in part good and firm. Joel also explained that he used a number of different massage oils and that the first oil in particular may make her skin feel quite sensitive to touch. Things were about to get underway. I realised it may end in nothing more than a simple massage or may end who knows where. The nervous excitement I was feeling, mixed with a degree of apprehension, was almost unbearable. There was no turning back now.

Nikmatnya Teman Pacarku

Posted in Uncategorized on June 15, 2009 by ceritaindo

Sejak berpacaran dengan Lina, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas
terkemuka di Bandung, yang berbeda dua angkatan dengannya, Andi mulai
bergaul dengan teman-teman Lina. Aktifitas Lina membawanya sering
berkumpul dengan anak-anak Hukum yang seperti teman-teman baru bagi
Andi. Kenyataan ia satu-satunya anak Ekonomi saat berkumpul dengan
teman-teman Lina membuatnya mudah dikenali. Dari sering berkumpul ini
pula ia mulai kenal satu persatu anak Hukum. Sikapnya yang mudah
bergaul membuat ia juga diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas
anak-anak Hukum.

Sebagai anak Ekonomi dan punya pengalaman organisasi lebih banyak
dibanding teman-teman Lina, membuatnya sering memberikan wawasan baru
bagi anak-anak Hukum angkatan Lina. Di sini juga ia menjadi kenal Lira,
yang sama seperti teman Lina yang lain, sekedar kenal dengannya. Lira
sering ikut datang karena statusnya sebagai pacar Boy, salah satu
pentolan angkatan Lina. Tidak ada perhatian khusus Andi kepada Lira,
kecuali tentu saja, sebagai laki-laki normal, dadanya yang super. Meski
bersikap biasa kepada Lira dan cenderung bersikap sama terhadap teman
Lina yang lain, kelebihan pada tubuh Lira kerap membuatnya tak kuasa
melirik lebih dalam, terutama saat Lira memakai baju yang memamerkan
lekuk tubuhnya secara sempurna, apalagi kulit Lira putih bersih dan
mulus.

Perkenalan lebih terjadi saat Lina meminta Andi mengantarnya ke kost
Lira karena perlu meminjam bahan kuliah. Saat itu pun Andi masih belum
sadar Lira itu siapa, dan baru paham setelah disebutkan pacar Boy.
Meminjam buku menjadi waktu bertamu yang lebih lama setelah Andi dan
Lira ternyata punya selera musik yang sama. Obrolan itu masih dalam
batas koridor pertemanan, hanya bedanya setelah itu, Andi jadi lebih
ingat siapa Lira, paling tidak namanya. Lira sendiri sebetulnya bukan
teman akrab Lina. Bisa dikatakan beda gank, tapi hubungan mereka baik.

Aktifitas mengantar Lina ke kampus pun kini menjadi lebih menyenangkan
bagi Andi karena ia sering bertemu Lira. Namun, sekali lagi ini sebatas
karena mereka punya selera musik yang sama. Paling tidak, saat menunggu
Lina berurusan dengan orang lain, terutama di lingkungan organisasi
mahasiswa kampus, Andi punya teman ngobrol baru yang nyambung diajak
ngobrol. Lina pun merasa beruntung Andi mengenal Lira karena ia jadi
lebih santai mengerjakan sesuatu di kampus terutama jika ia minta Andi
menunggunya.

Sampai tiba masa-masa sibuk di organisasi mahasiwa Hukum yaitu
pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Rapat-rapat sering digelar
untuk merumuskan strategi kampanye. Kasihan kepada Andi, pada suatu
hari Lina tidak minta ditunggu lagi oleh pacarnya itu, tapi ia minta
dijemput lagi pukul empat sore, dua jam setelah rapat dimulai. Andi pun
memutuskan untuk menunggu di kost-an salah satu teman yang kost di
dekat kampus. Sayang, saat tiba di kost-kostan tersebut temannya sedang
keluar. Tak habis akal ia menuju kost-an temannya yang lain. Namun,
jalan ke kost-an temannya itu melewati kost-an Lira. Dari jalan, yang
hanya berjarak sekitar 15 meter dari deretan kamar kost tersebut. Ia
melihat Lira keluar dari kamarnya hendak menjemur handuk. Andi
melambatkan motornya dan berharap Lira melihat. Dan, harapannya
terkabul. Ia akhirnya memutuskan main di kost Lira sembari menunggu
Lina selesai rapat.

“Lina lagi rapat ya?”
Lira membuka pembicaraan sambil sibuk menata rambutnya yang basah. Ia
mempersilakan Andi duduk di atas karpet karena di kamarnya memang tidak
ada kursi. Semua perabot terletak di bawah termasuk sebidang meja kecil
tempat Lira belajar.

“Iya. Loe kok ngga ikut Lir?”
“Males. Gue tau pasti lama. Lagian sekarang kan yang rapat pentolan aja.”
“Boy di sana juga?”
“Iyalah, dia kan proyeknya. Masa’ dia ngga dateng. Ini juga gue lagi
nungguin dia. Janjian ntar gue jemput jam enam, mau nonton.”

Andi baru sadar kalau ini adalah malam Minggu dan ia belum punya
rencana. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari rambut ikal sebahu
Lira yang basah habis mandi. Ia hanya bisa menelan ludah melihat Lira
yang seksi sekali dalam kondisi seperti itu. Aroma yang cukup familiar
baginya merebak dari rambut Lira yang masih basah.

“Shampo loe shampo bayi ya, Deedee kan, rasa strawbery?”
“Hahaha, kecium ya, kok tau sih?
“Yah, elo Lir, gue kan juga pake Deedee. Cemen yah?”
“Buset, orang kayak loe shamponya Deedee? Lina yang mau apa emang elo yang suka?”
“Gue udah pake shampo itu sejak SMA,”
“Hihihi…, geli gue, lucu aja, liat loe shamponya Deedee,” ledek Lira sambil tertawa geli.

Keduanya terdiam sesaat. Sampai tawa Lira berderai lagi.
“Kok sama lagi sih. Kita emang udah jodoh ketemu kali nih. Jodoh jadi temen gitu maksud gue.”

Lira berusaha meluruskan kalimatnya karena sadar perkataannya bisa
diartikan berbeda. Keduanya memang saling nyambung awalnya karena punya
selera musik yang sama.

“Mungkin kali ya…., loe bocor sih,” sahut Andi terkekeh.
Obrolan pun terus berlanjut mengalir seperti sungai. Lira yang cerewet
selalu punya bahan pembicaraan menarik demikian pula dengan Andi.
Uniknya obrolan tersebut selalu nyambung. Di tengah ngobrol Andi
sekali-sekali melirik dua tonjolan di dada Lira yang luar biasa ranum.
Soal cewe, selera Andi memang yang memiliki dada besar. Ia sudah
bersyukur punya Lina yang berdada lumayan berisi, namun melihat Lira,
rasanya rugi kalau diabaikan, membuat darahnya berdesir kencang.

Saat melihat dari jalan tadi, Andi menemukan Lira hanya memakai kimono
mandi dan sedang menjemur handuk. Ia sempat diminta menunggu cukup lama
oleh Lira karena harus berpakaian dulu. Harapannya, Lira keluar dengan
pakaian lebih tertutup, tapi yang didapati adalah Lira hanya memakai
tank top putih yang memamerkan ceplakan branya dengan jelas hingga
renda-renda di dalamnya berikut celana pendek yang membuat 3/4 pahanya
terbuka.

“Eh, Lir, gue mo nanya nih….”
“Apaan?”
“Tapi jawab jujur ya….”
“Apaan dulu??
“Ya ini gue mo nanya?.”
“Oke, jujur….”
“Anak-anak Hukum sebetulnya risih ngga sih gue sering ngumpul bareng mereka.”
“Angkatan gue??
“Iya.”
“Jujur kan?…Ngga, yakin gue. Eh, tapi maksudnya ngumpul karena loe nemenin Lina kan?”
“Iya.”
“Ya ngga sama sekali. Yang suka sama loe banyak kok.”
“Bener loe? Kalo cowo-cowonya gimana?”
“Ngga juga. Kenapa sih? Ya kalo ada paling yang dulu naksir Lina tapi keserobot elo?hahahaha….”
“Sialan loe?, serius nih gue.”
“Gue juga serius. Bener kok, percaya deh sama gue.”
“Mereka, terutama yang cewe, malah yang gue tau pada keki sama Lina.”
“Keki kenapa? emang salah gue apa?”
“Maksudnya keki soalnya Lina dapet cowo kayak elo.”
“Emang gue kenapa?”
“Ya?loe kan sabar banget tuh mau nungguin Lina, terus gabung sama kita-kita, maen bareng?”
“Gitu ya…?”
“Iya pak Andi. Nih ya, gue kasih bandingan: cowo gue yang dulu, itu
sama sekali ngga mau gabung. Sebates nganterin gue aja. Sombong banget,
kayak ngeliat apaan gitu kalo kita ngumpul. Ngga tau, pembawaan anak
teknik kali ya, berasa pintar sedunia.”

Lira nyerocos tapi dari sorot matanya terlihat ia sangat serius.
“Dulu gue tuh sering nahan hati soalnya cowo gue itu diomongin terus
sama temen-temen gue. Sombong lah, belagu lah. Ya mereka sih ngomongnya
baik-baik, minta gue ajak dia bergabung. Tapi cowo gue ngga mau gimana.
Jadi serba salah kan?”
“Anak teknik? Dani maksud loe?”
“Betul pak! Dani. Mungkin juga karena ketuaan kali ya? Tapi ngga tau
ah! Nah, ketika loe masuk dan mau mencoba berbaur. Temen-temen gue,
ngga cewe ngga cowo, jelas seneng. Apalagi loe bisa nyambung. Yang cowo
respek sama loe, yang cewe,….hihihi, demen.”

Lira sengaja hanya sampai kata itu. Sebetulnya ia ingin bilang ke Andi
bahwa anak-anak, cewe-cewe tentunya, banyak yang naksir Andi.
“Demen apaan?” Andi berusaha memaksa Lira memperjelas omongannya sambil tergelak.
“Ya demen…ih, loe GR ya?” kata Lira sambil menunjuk Andi.
“GR apaan? kan gue cuman minta diperjelas,”
“Nih ya, ada satu temen gue yang bilang berharap banget loe putus sama
Lina. Katanya, gue mau deh, biar bekas temen juga…tuh…”
“Yang bener loe? Siapa?”
“Ngga usah gue kasih tau. Kalo perasaan loe peka, loe pasti tau deh!
Eh, bener tuh, dalem hati loe pasti seneng juga kan disenengin
cewe-cewe….hahaha.”
“Sialan loe!” balas Andi sambil terkekeh.

Tanpa sadar, Andi mendorong paha kiri Lina. Sejak perkenalan pertama
mereka saat ngumpul bersama teman-teman yang lain sepuluhan bulan yang
lalu. Baru kali ini mereka benar-benar saling bersentuhan secara fisik.
Meski sebuah sentuhan tanpa maksud apa-apa, tak kurang Lira tertegun
sejenak. Syaraf sensorik di pahanya seperti mengalirkan sesuatu yang
menbuatnya berdesir. Hampir tidak ada yang tahu, bagian yang didorong
dan disentuh Andi justru bagian paling sensitif pada Lira, bagian yang
mampu mengalirkan perasaan erotik dalam diri cewe berumur 20 tahun itu.

Lira berusaha tidak memandang mata Andi, tapi ia tak kuasa menahannya.
Rangkaian kejadian yang hanya berlangsung sekitar satu detik itu
seperti membuat tubuhnya mengalirkan darah demikian cepat.
“Eh, Lir, sorry ya kalo terlalu keras. Ngga sakit kan?”

Kali ini Lira malah berharap Andi kembali menyentuhnya. Desiran akibat
sentuhan tak sengaja tadi benar-benar membuatnya merasakan sensasi yang
selama ini belum pernah ia rasakan. Tapi, ia berusaha mengendalikan
diri. Pahanya yang merinding tersentuh tangan Andi berusaha ia tutupi.

“Ngga kok Ndi, ngga papa, cuma kaget.”
“Aduh, gue jadi ngga enak. Bukan maksud gue mau lancang ke loe kok, Lir reflek aja.”
“Iya gue tau,” Lira berusaha menahan agar mulutnya tidak mengatakan
bahwa bagian yang Andi sentuh adalah daerah paling sensitif dari
tubuhnya.

Andi benar-benar jadi tidak enak dan salah tingkah. Lira bukan tidak
menyadari hal tersebut. Ia kini paham, Andi memang bukan tipe cowo yang
suka merayu perempuan, bukan cowo yang suka pegang-pegang perempuan
sembarangan. Memang tidak salah teman-teman di kampusnya banyak yang
suka pada Andi. Sikapnya gentleman banget, sama sekali tidak terlihat
dibuat-buat. Dan, kenyataannya Andi memang benar-benar menyesal telah
berlaku kasar, menurut ukurannya, kepada seorang perempuan. Ia adalah
laki-laki yang paling tidak bisa berbuat kasar pada perempuan.

“Gue juga termasuk yang dongkol sama Lina, kenapa gue justru nyambung
sama cowo-nya…hahaha,” Lira berusaha mencairkan suasana dengan
melontarkan joke yang sejujurnya ngga lucu.

Andi pun tertawa meski masih agak dipaksa. Ia benar-benar merasa
bersalah karena tanpa terkontrol menyentuh paha Lira terlalu dalam.
Maksudnya hanya pengakuan ‘kekalahan’ karena didesak soal banyak
perempuan yang menyenanginya. Sejujurnya ia juga suka Lira karena ia
anggap perempuan yang suka bicara tanpa basa basi, apalagi dengan orang
yang ia rasa bisa membuatnya nyaman. Sikapnya itu membuat Andi merasa
lebih dekat dengannya, meski dengan dasar suka sebagai teman.

Dari sisi laki-laki, Andi juga terkesiap dengan sentuhannya itu. Ia
jadi menyadari Lira memiliki tubuh yang kencang dengan kulit yang
halus. Benar-benar membuat kelaki-lakiannya bangkit. Ingin rasanya
berbuat lebih dari itu. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana. Ia juga
sadar, situasi seperti ini sudah cukup sebagai tanda bahaya bagi dua
insan berlainan jenis yang berada dalam satu ruangan. Hanya ia juga tak
kuasa dan tak mengerti bagaimana menghentikannya. Langsung pergi, jelas
akan membuat Lira marah, ia bisa menangkap bahwa Lira tidak
menginginkan itu.

Masih diliputi perasaan tak menentu dan membuatnya tertegun seperti
patung, Andi terkejut ketika Lira sudah menjulurkan tangan dan meraih
tangannya. Tapak tangannya digenggam kedua tangan Lira dan diarahkan ke
bibirnya. Dalam keadaan terbuka, Lira menciumi perlahan-lahan permukaan
telapak tangan kanannya. Andi benar-benar tegang bercampur kaget. Ia
tahu itu sudah lebih dari sekedar pertanda Lira menginginkan sesuatu,
lebih dari sekedar sentuhan tanpa sengaja. Lira pun bukan tanpa maksud
seperti itu. Ia sadar antara dirinya dan Andi baru benar-benar kenal
beberapa bulan belakangan. Tapi, akal sehatnya tak kuasa menahan
keinginannya untuk disentuh lebih dalam oleh Andi.

Andi benar-benar bimbang. Ia tahu, Lira sudah membuka gerbang dan kini
dialah yang harus memainkan bola. Semua ada di tangannya. Di antara
bimbang untuk meneruskan, yang artinya ia dan Lira sudah melanggar
komitmen pada pasangan masing-masing, atau menghentikan, yang artinya
ia bisa kehilangan kesempatan merasakan sesuatu yang selama ini sering
membuat badannya bergetar dan hanya ia lampiaskan pada Lina, tangannya
seperti bergerak sendiri membelai pipi kiri Lira. Jantung Andi berdegup
kencang, bukan lagi takut Lira akan menolak, tapi sadar ia telah
membuat sebuah pilihan penuh resiko tapi pasti sangat menyenangkan.

Lira tersenyum. Merasakan belaian lembut jemari Andi di pipinya. Andi
pun bergerak menyisir leher dan tengkuk Lira. Sampai di punggung,
tangan kirinya ikut merangkul Lira dan seketika keduanya sudah
berpelukan. Lira membenamkan seluruh tubuhnya ke Andi. Pelukannya
bahkan lebih kuat dari Andi dan pantatnya ia geser mendekat. Keduanya
masih duduk di lantai beralaskan sebuah karpet tebal berwarna merah.
Andi mengangkat wajah Lira perlahan. Ia bisa melihat Lira tersenyum
bahagia merasakan kehangatan tersebut. Andi sadar, ia melakukannya
bukan untuk mengejar perasaan Lira, tapi lebih pada nafsu. Nalurinya
sebagai laki-laki berkata bahwa ini adalah kesempatan merasakan
nikmatnya tubuh seksi Lira yang selama ini sudah ia kagumi. Dalam hati
ia terus membatin untuk tidak tanggung-tanggung dan ragu. Ia bertekad
menunjukkan pada Lira bahwa ia memang laki-laki sejati. Sambil mulai
menjilati daun telinga Lira, Andi berusaha membisikkan kata-kata rayuan
ke telinga Lira.

Glek! Mulutnya justru seperti terkunci. Semuanya sangat sulit untuk
dikatakan. Balasan Lira hanya sebuah erangan manja berikut usapan halus
disekujur punggung Andi. Tanpa ragu ia mendekatkan bibirnya yang
merekah menyentuh bibir Andi. Halus, lembut dan perlahan penuh
perasaan, keduanya saling mengulum bibir lawannya. Berpagutan dan
saling bertukar lidah membuat suasana semakin hangat.

“Ndi…,” Lira berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin terus merasakan belaian laki-laki yang dikaguminya itu.

Andi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia paham ini adalah titik
kebimbangan Lira. Memaksa Lira menyelesaikan apa yang ingin
dikatakannya sama saja berpeluang menghentikan semuanya. Ia terus
mencium Lira penuh kehangatan. Tangannya mulai menggerayangi sisi kiri
tubuh Lira dan berbalik ke atas menuju sebuah bongkah daging keinginan
setiap laki-laki. Ia mulai dengan meraba permukaannya halus dan
meremasnya pelan. Persis seperti yang ia lakukan pada Wita, sahabatnya,
beberapa tahun silam. Perbuatan berdasarkan naluri yang membuat ia dan
Wita hampir mengakhiri persahabatan erat yang mereka bangun sejak masuk
kuliah, runtuh hanya bersisa nafsu.

Andi seperti merasakan kembali sensasi itu. Sensasi bercumbu dengan
perempuan yang rela menyerahkan tubuhnya secara total pada dirinya.
Sesuatu yang justru tidak ia rasakan saat melakukannya pertama kali
dengan Lina. Status berpacaran membuat mereka mudah melakukan apapun
seperti ciuman, pelukan, bahkan rabaan. Andai dulu ia mengabaikan
pertanyaan Wita apakah mereka benar melakukan hal tersebut, ia dan Wita
saat ini pasti sudah tak ubahnya dua insan yang saling mengejar nafsu.
Tidak ada lagi keindahan persahabatan dan keagungan sebuah kedekatan
yang tidak dilandasi nafsu, murni sebuah kasih sayang dua manusia yang
saling membutuhkan.

Tapi dulu tindakannya tepat. Karena, ia dan Wita lebih membutuhkan
hubungan tanpa berlandaskan nafsu birahi. Walaupun akhirnya ia dan Wita
menghentikan semuanya sebelum keduanya bersatu dalam sebuah
persetubuhan, perlu waktu berbulan-bulan untuk membangun kembali
landasan yang telah mereka hancurkan sendiri.

Kini, terhadap Lira, semuanya berbeda. Tidak ada halangan untuk
melakukannya saat ini. Benar atau salah, itu soal nanti, karena saat
ini nafsulah yang melandasi hubungan dirinya dengan Lira. Lira bukan
teman dekatnya. Sejak awal ia tertarik pada Lira karena tubuh Lira yang
menggoda iman. Kalau kemudian ia menjadi dekat dengan Lira karena
sesuatu hal, itu tak ubahnya alat untuk masuk ke dalam perasaan Lira.

Remasannya ke dada Lira semakin kuat. Tanpa ragu, ia menyisipkan
jarinya dari sisi atas untuk merasakan langsung lembutnya bongkahan
indah itu. Lira mengerang dan berusaha mendekap Andi lebih kuat. Tangan
Andi meremasnya makin kuat dan semakin ia merasakan betapa kencangnya
dada Lira. Kencang, halus dan terawat. Ia pun kagum kepada Lira yang
menyadari bahwa bagian tubuhnya yang sedang remas Andi adalah daya
tarik utama dirinya, terbukti dari hasil perawatan yang dilakukannya
itu. Sembari tangan kanannya meremas dada Lira, dan lidahnya menjilati
leher Lira. Tangan kirinya membuka pengait bra di belakang. Sekali
terbuka, kedua tangannya menyusup dari bawah dan mengangkat pakaian
Lira melewati leher.

Dan sekejab ia langsung bisa melihat bukit besar menantang itu langsung
di depan matanya. Sejenak ia kembali mengagumi keindahan yang
terpampang di depan matanya itu. Dua bongkah daging yang sejak setahun
lalu membuat dirinya kerap tak bisa tidur. Tak berlama-lama puting susu
Lira sudah menjadi sasaran mulutnya. Kuluman bibir, gigitan kecil plus
sapuan lidah membuat Lira terlonjak tak bisa menahan diri. Badannya
menegang setiap Andi menghisap putingnya. Ingin rasanya Andi mengecup
kuat area di kulit yang menutupi tonjolan dada Lira, tapi ia sadar hal
tersebut akan mempersulit posisi Lira. Apalagi Lira memohon dengan
suara lirih.
“Jangan ada…bekasnya…Ndi….”

Dua bukit besar itu seperti mainan baru bagi Andi. Ia juga sering
merasakannya dari Lina, tapi yang disodorkan Lira dua kali lebih
nikmat. Lina juga keras dan kencang, tapi tidak sebesar Lira. Besar
tapi masih proporsional. Ia bisa merasakan puting Lira menyentuh
telinganya saat ia berusaha membenamkan kepalanya ke sela-sela di
antara dua bukit tersebut.

Erangan pelan mulai terdengar keras keluar dari mulut Lira. Nafas Lira
mulai memburu dan matanya terpejam. Mulutnya sedikit terbuka dan setiap
isapan Andi di putingnya mengeras, kepalanya terlonjak ke belakang.
Tangannya hanya bisa menekan kuat punggung Andi. Kendali dirinya
benar-benar sudah hilang tertutup kenikmatan isapan dan sapuan lidah
Andi di kedua payudaranya. Bahkan angin dingin khas kota Bandung yang
kencang dari luar sudah tak terasa lagi di kulitnya. Tak hanya Lira
yang terlena, Andi pun semakin bernafsu menggarap buah dada Lira yang
menggairahkan itu. Sensasinya seperti mendapatkan sebuah mainan baru.
Ia menjelahi setiap titik buah dada Lira tanpa terlewatkan. Ia ingin
tahu reaksi apa yang diberikan Lira setiap ia menjelajah setiap
permukaan buah dada itu.

Keduanya sedikit tersentak ketika pintu kamar Lira tertutup sendiri
tertiup angin kencang dari luar. Andi terdiam dan memandangi Lira
sesaat.
“Geblek, lupa ditutup….”
Andi langsung bangkit dan memeriksa keadaan di luar dari jendela,
apakah ada mata-mata tersembunyi yang menyaksikan perbuatan mereka.
“Kunci Ndi…, sekalian korden…”
Sebut Lira dengan suara parau dan lemah.

Lira langsung menggamit lengan Andi dan memeluk laki-laki itu dan
menempelkan keningnya ke dada bidang penuh bulu itu. Menunduk, ia bisa
melihat puting buah dadanya menempel di atas perut Andi.
“Ndi…, tolong…,”
Ia melepaskan tangan Andi yang mengusap-usap halus punggungnya. Tangan
kanannya membimbing tangan Andi ke arah selangkangannya. Ia merasakan
sendiri sedikit demi sedikit kewanitaannya mulai basah mengalirkan
cairan hangat. Ia tahu persis telah dihinggapi nafsu.

Sejenak Lira was-was. Ia takut Andi melakukannya tindakan bodoh seperti
laki-laki lain yang tidak peduli fase-fase seksualitas wanita. Ia ingin
dilayani juga sebagai makhluk yang juga memiliki nafsu. Selama ini,
yang ia alami hanya melayani keinginan laki-laki tanpa ada balasan dari
laki-laki itu.

Tapi kekhawatirannya segera lenyap saat Andi menyambut bimbingan
tangannya dan mulai aktif menggerayangi daerah kewanitaannya. Dimulai
dengan usapan lembut di atas daerah vaginanya yang masih tertutup dua
lapisan, celana dan celana dalam. Dilanjutkan gosokan sedikit keras
yang menekan alat genitalnya. Sekali lagi, saat Andi menyentuh paha
bagian dalamnya, darahnya berdesir kencang, nafsunya semakin melonjak.

Aliran darah seketika seperti mengalir deras di tengah-tengah
selangkangannya. Andi pun tak mau berlama-lama menunggu. Sekali tarik,
ia meloloskan celana pendek dan celana dalam yang membuat Lira makin
tak berdaya telanjang bulat. Tangan Andi mulai mengusap-usap klitoris
dan bagian luar vaginanya. Rasanya seperti melayang setiap sapuan
jemari Andi mengenai alat kelaminnya itu. Dipadu permainan lidah di
putingnya, Lira semakin lemah tak berdaya. Lututnya terasa lemas yang
membuat Andi semakin mudah menjelajahi daerak kemaluannya karena
menjadi terbuka.

Tak tahan melakukannya sambil berdiri, Lira memundurkan tubuhnya dan
menjatuhkan badannya ke ranjang. Lututnya ditekuk dan kedua pahanya ia
buka lebar-lebar. Andi melepas sendiri kaus yang dikenakannya dan tak
menyia-nyiakan pemandangan indah bibir-bibir vagina berwarna coklat
muda yang terpampang di depannya. Bulu-bulu kemaluan Lira sangat
terawat karena terlihat dari cukuran yang rapi. Bulu-bulu itu hanya
tersisa di atas klitoris dan panjangnya tidak ada yang melebihi satu
milimeter.

Sambil memeluk pinggang Lira dengan tangan kiri, ia mulai memainkan
jari kanannya di seluruh permukaan kewanitaan Lira. Pengalaman dengan
Lina mengajarkannya untuk tidak langsung memasukkan jari ke dalam
vagina. Ia lebih mementingkan usapan di klitoris. Dengan ibu jari dan
jari tengah, ia membuka kulit penutup klitoris. Jari telunjuknya mulai
meraba-raba permukaan klitoris yang menyembul berwarna merah muda.
Lonjakan pantat Lira terasa kuat setiap ia mengusap klitoris itu
dibarengi erangan keras dari mulut Lira. Lira meremas-remas sendiri
buah dadanya. Ia menahan kenikmatan luar biasa yang dirasakannya.

Puas jemarinya memainkan klitoris Lira, lidahnya mulai bergabung.
Setiap jilatan sanggup membuat Lira menjerit. Kedua pahanya berusaha
menjepit kepala Andi yang membuat Andi semakin ganas memainkan
lidahnya. Sesekali permainan itu ia gabung dengan isapan keras klitoris
Lira. Tak usah ditanya reaksi Lira karena perempuan muda itu semakin
berisik mengeluarkan erangan dari mulutnya.
Rasanya memang gila permainan mereka, karena jika erangan Lira terdengar sampai keluar, entah apa yang akan terjadi.

Andi sudah mengarahkan lidahnya turun menuju vagina Lira ketika Lira
menahan tubuh Andi dan bangkit meraih kancing celana Andi dan
melepasnya. Bersama celana dalam, satu sorongan ke bawah langsung
menjulurkan batang kemaluan Andi yang sudah mengacung sejak tadi. Lira
tahu, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan bersama dan kini
gilirannya membelai, mencium, menjilat, dan meremas milik Andi. Tak
canggung ia menggenggam penis Andi yang mengacung keras. Kedua
tangannya mengenggam bersama, terasa besar dan penuh penis itu
memenuhinya.

Satu kocokan, kini giliran Andi yang terpaksa memejamkan mata merasakan
nikmatnya genggaman tangan halus nan hangat itu. Dari bawah, Lira
melirik ke atas dan tersenyum kepada Andi yang berlutut di kasur. Ia
paham arti senyum balasan Andi. Tanpa berlama-lama lagi, ia lumat
batang tersebut di dalam mulutnya. Sedikit gigitan, ia jilat seluruh
permukaannya yang mengkilat itu. Urat-urat di sekujur penis Andi
semakin membuat nafsunya memuncak. Ingin rasanya segera merasakannya
merayap di dinding vaginanya. Andi terengah merasakan isapan dan
kulumannya. Masih ada sedikit rasa dongkol pada Lina, kenapa temannya
itu yang bisa mendapatkan laki-laki yang mampu menggetarkan hati setiap
wanita itu.

Di tengah usahanya memasukkan seluruh batang kemaluan Andi kemulutnya,
Lira hampir tersedak karena ujung kemaluan Andi menyentuh pangkal
rongga mulutnya sementara di luar masih tersisa. Ia semakin bernafsu
mengulum penis ini. Pelan tapi pasti ia keluar masukkan penis itu di
mulutnya. Lidahnya ia sentuhkan ke ujung penis yang kokoh itu. Ia paham
laki-laki amat senang diperlakukan seperti itu. Terlihat dari paha Andi
yang semakin terbuka membuat penisnya makin mengacung kencang. Seketika
ia melihat penis Andi, Lira langsung merasakan rangsangan semakin besar
dalam dirinya. Tanpa ragu ia berusaha memberikan pelayanan sempurna
pada Andi, laki-laki yang sanggup membuatnya panas dingin meski hanya
beradu pandang. Ia ingin Andi merasakan kenikmatan terdalam pelayanan
perempuan.

Lira memang tidak salah karena Andi pun mulai merasakan apa yang
diharapkannya. Baru kali ini Andi merasakan perlakuan total perempuan
selain Lina terhadap dirinya. Apalagi saat Lira mulai menjilati dan
mengulum kantung buah zakarnya. Semuanya terasa berbeda, benar-benar
sensasi yang memabukkan. Selain merasakan nikmatnya kuluman dan isapan
Lira, pemandangan indah sekaligus ia dapatkan. Posisi Lira yang
merangkak setengah menunduk membuat bongkahan pantatnya menjulang ke
atas. Pasti nikmat membenamkan penisnya ke kemaluan Lira sekaligus
menggenggam dan mengusap pantat yang padat dan berisi itu.

Lira merasa belum cukup ketika Andi menarik lengannya. Tapi, ia
mengikuti saja keinginan pujaan barunya itu dan menyambut kecupan
hangat Andi di bibirnya. Ia merebahkan tubuhnya sembari menarik Andi.
Lira sudah tahu kelakuan laki-laki. Jika sudah menarik dan merebahkan
tubuh perempuan berarti laki-laki itu sudah ingin melakukan penetrasi.

Namun, dugaannya meleset. Andi justru merebahkan badannya di sisi Lira.
Berbaring miring, Andi mengisap lagi buah dadanya. Lira semakin kagum
akan laki-laki yang satu ini, benar-benar penuh kendali diri. Ia
semakin kaget ketika jemari Andi mulai bermain lagi di sekitar
kemaluannya. Kali ini usapannya sedikit keras dan cepat menggosok
klitorisnya. Lira menggelinjang menerima perlakuan Andi. Benar-benar
laki-laki penuh misteri, pikirnya.

Laki-laki sempurna, pikir Lira menyadari betapa beruntungnya ia
berhasil mendapatkan Andi seperti sekarang. Bisa mendapatkan lagi
sesuatu yang dulu hilang direnggut kejamnya Dani terhadap dirinya.
Kalau saja ia tahu Dani hanya mempermainkannya saat itu, tidak akan ia
mau menyerahkan semua kehormatannya kepada laki-laki brengsek pengecut
itu. Rasanya muak hatinya mendengar semua orang membicarakan perkawinan
Dani saat ia baru dua bulan memadu kasih dengan laki-laki keparat
itu.Untung Boy hadir sebagai penyelamat. Ia sayang pada laki-laki ini,
tapi kadang perasaannya tak tega melihat kebaikkan hati Boy.

Tapi kali ini ia ingin total merasakan kehangatan Andi. Kekagumannya
membuat ia semakin senang akan apa yang dilakukan Andi padanya saat
ini. Menikmati usapan jemari Andi yang cepat itu membuatnya ia sanggup
melupakan semua pikirannya pada dua laki-laki yang telah sempat mengisi
relung hatinya.

Di tengah lonjakan-lonjakan kecil menikmati permainan Andi, tiba-tiba
ia merasakan sekujur tubuhnya sebuah rambatan energi tiada tara yang
membuat sejenak dirinya seperti melayang. Suara-suara di sekitarnya
seketika seperti lenyap, hanya terasa desiran tiada tara yang membuat
tubuh sempat terbujur kaku sejenak dan berikutnya terlonjak-lonjak
demikian kuat yang semakin lama semakin melemah frekuensi dan
intensitasnya. Matanya terpejam, ia baru saja merasakan sensasi
terbesar yang belum pernah sekalipun ia rasakan dengan laki-laki lain.
Liang vaginanya pun terasa berdenyut lebih kuat dan saat semuanya belum
mereda, Andi sudah menindih tubuhnya. Ia bisa merasakan bobot tubuh
Andi terutama di bagian bawah pinggangnya. Tangan Andi sudah tegak di
sisi buah dada Lira kekar menopang badannya sendiri. Ia bisa merasakan
bagian tubuh bawah Andi bergerak-gerak berusaha mengarahkan acungan
penisnya. Lira pun langsung meraih penis nan kokoh itu dan
membimbingnya ke ujung vaginanya.

Andi tersenyum dan Lira membalasnya dengan senyuman manis diiringi
anggukan penuh kepasrahan tanpa paksaan. Terasa Andi mendorong kuat
pantatnya dan Lira juga bisa merasakan rengsekan batang kemaluan Andi
di dinding vaginanya. Sungguh halus dan penuh perasaan Andi memasukkan
penisnya ke vagina Lira. Perlahan cairan di dalam vagina melumasi
permukaan penis Andi. Tak ada rasa sakit sama sekali meski penis
tersebut lebih besar ketimbang milik Dani dan Boy. Itu karena Andi
melakukannya tanpa terburu-buru dan tanpa memaksa. Mulai terasa perih
ia menarik kembali penisnya sedikit dan membenamkannya lagi sampai
akhir seluruh penisnya dilumat vagina Lira. Sodokan pertama penis
tersebut masuk seluruhnya sanggup menyentuh bagian dalam vagina Lira
yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Lira pun merasakan sekali lagi
kenikmatan luar biasa itu. Apalagi, Andi tidak langsung memompa
pantatnya cepat-cepat dan keras. Pertama masuk penuh, ia menahannya dan
memandangi wajah Lira dan kali ini ditambah sebuah kecupan mesra. Lira
seperti diawang-awang diperlakukan seperti itu. Ia merasa dirinya
demikian berharga di hadapan Andi,

Andi sendiri merasa telah memenangi sebuah peperangan. Penisnya yang
sudah bersarang di vagina Lira adalah sebuah tanda babak baru
hubungannya dengan Lira yang tidak akan mudah dikembalikan seperti
sedia kala. Bersatunya kedua tubuh mereka adalah sebuah ikatan emosi
yang hanya bisa dirasakan oleh Andi dan Lira, tak seorangpun bisa
merasakan itu.

Setelah itu, mulailah Andi menggerakkan pantatnya mengangkat dan
menekan yang membuat penisnya keluar masuk bergesekan dengan liang
vagina Lira. Hangat dan lembut bisa Andi rasakan lewat sekujur penisnya
dari dalam vagina Lira.

Lira menyambut setiap gerakan Andi dengan jepitan dan gerakan kecil
pantatnya. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin lama semakin keras
dan cepat berirama. Melihat Lira terpejam dan mengerang dengan mulut
yang sedikit terbuka sambil mendongakkan kepala membuat Andi makin
bernafsu. Lira semakin seksi dalam kondisi seperti itu. Lehernya yang
putih dan guncangan kuat pada buah dadanya membuat Andi semakin ingin
membenamkan penisnya dalam-dalam di vagina Lira. Apalagi setiap ujung
penisnya menyentuh pangkal vagina Lira. Rasanya sungguh tiada tara.
Derit ranjang mulai terdengar seiring semakin kuatnya sodokan Andi.
Tapi mereka sudah tidak peduli. Lira bukan tidak menyadari seseorang
pasti ada yang mendengar deritan tersebut di bawah. Apalagi kalau teman
kost yang menempati kamar di bawahnya sedang berada di kamar. Tapi ia
yakin semua temannya akan maklum.

Semakin kuat dan cepat sodokan Andi membuat Lira merasakan lagi desakan
rasa luar biasa yang akan tiba. Ia hanya bisa mencengkram punggung Andi
keras-keras ketika desiran itu semakin kuat dan mencapai puncak.
Kepalanya benar-benar mendongak ke atas hingga kedua bola matanya hanya
terlihat tinggal putihnya. Setelah sampai, sekali lagi ia merasakan
tubuhnya ringan dan aliran darah mengalir deras ke arah vaginanya.
Dinding vaginanya berdenyut kuat hingga Andi juga bisa merasakannya.
Andi langsung menghentikan gerakannya membiarkan penisnya merasakan
cengkraman kuat yang terjadi hanya beberapa detik itu. Tindakan Andi
juga membuat Lira merasakan kenikmatan luar biasa. Kali ini terasa
lebih nikmat karena denyutan vaginanya tertahan penis Andi yang sedang
membenami kemaluannya itu. Semakin banyak saja kekaguman Lira pada
Andi. Tahu kapan ia akan merasakan puncak kenikmatan dan menghentikan
sodokan membuat Lira bisa merasakan sepenuhnya kenikmatan tersebut.
Sebuah teknik bercinta yang baru kali ini Lira rasakan.
“Andi…,nikmat sekali…,”

Lira memeluk Andi kuat-kuat dan menciumi pipi dan pundak laki-laki itu. Sekali lagi Andi tersenyum membalas Lira.
“Enak?”
“Banget!” Jawab Lira singkat dan tegas.
“Gaya lain…?”
Lira langsung mengangguk dan menunggu aba-aba Andi gaya apa yang diinginkan Andi.

Andi membalik badan Lira dan mengangkat badan bagian bawah Lira dengan
memeluk pinggang dari belakang. Lira langsung berdebar-debar begitu
tahu Andi ingin melakukan gaya doggy. Missionari saja sudah sanggup
mencapai pangkal vaginanya, apalagi doggy.

Tak menunggu lama Andi langsung memasukkan penisnya. Lira menunduk
sambil menggigit bibirnya merasakan seluruh penis Andi terbenam makin
dalam di vaginanya. Pantatnya terangkat tinggi yang membuat Andi
semakin tak bisa mengendalikan birahinya. Kali ini Andi langsung
mendorong dengan cepat dan Lira mengikuti irama dengan mendorong
pantatnya ke belakang. Keduanya sama-sama merasakan kenikmatan yang
lebih dalam.

Masuk hitungan belasan menit menyodok vagina Lira, belum ada
tanda-tanda dorongan Andi melemah. Sebaliknya justru makin kuat,
membuat Lira makin bernafsu. Tetesan peluh mulai membasahi keduanya,
namun baik Lira dan Andi justru makin bersemangat. Lira, yang bisa dua
kali beruntun merasakan kenikmatan puncak saat disodok Andi dari
belakang justru semakin ingin merenguk terus kenikmatan itu. Pantat dan
pinggangnya makin bergerak liar membuat Andi tak mampu menahan
lenguhannya.

Tiba-tiba ganti Lira yang berinisiatif. Ia lepaskan penis Andi dari
vaginanya dan mendorong Andi sampai terlentang. Ia langsung memanjat
tubuh Andi dan duduk di atas acungan penis Andi yang masih kokoh
berdiri. Melihat Lira bergerak naik turun, Andi tak kuasa untuk tidak
meremas buah dada Lira yang terguncang-guncang. Telapaknya yang besar
berusaha meraup seluruh permukaan buah dada itu, tapi tidak pernah
berhasil. Remasannya makin kuat membuat Lira makin mempercepat
gerakannya.

Sekali lagi Lira harus mengaku kalah. Karena meski ia telah mencoba
berbagai goyangan yang dipadu dengan gerakan naik turunnya, justru ia
yang kembali merasakan desakan kenikmatan dari liang vaginanya. Lira
langsung ambruk menindih Andi yang sudah siap menerimanya dengan
pelukan mesra dan kecupan hangat di ubun-ubunnya.
“Kamu kuat banget Ndi…”
“Kamu di bawah lagi ya…?”
Lira mengangguk lemah dan menggulingkan badannya ke sisi kanan Andi.

Sebelum Andi memasukkan lagi penisnya ke vagina Lira, Lira memberikan
sesuatu yang belum pernah ia lakukan pada laki-laki manapun yaitu
memasukkan penis tersebut ke mulutnya. Sebelumnya ia tidak mau mengulum
penis yang sudah masuk ke vaginanya. Tapi, untuk Andi, yang telah
memberikannya kenikmatan tiada tara, ia lakukan itu.

Puas mengulum dan menjilati penis yang dipenuhi lendir sisa
persetubuhan mereka, Lira kembali merebahkan dirinya dan menyuruh Andi
memulai lagi aksinya. Andi langsung bergerak dan dorongan seperti saat
pertama mereka memulainya yaitu perlahan dan terus semakin lama semakin
kuat dan cepat. Lira sudah pasrah kalau ia harus sekali lagi merasakan
orgasme, tapi baru ia berpikirbegitu, tiba-tiba sodokan Andi terasa
lebih keras dari sebelumnya. Sesaat kemudian Andi mengerang panjang dan
menyodokkan penisnya sangat kuat beberapa kali. Lira pun bisa merasakan
hangatnya muncratan sperma Andi di dalam vaginanya. Andi masih terus
menyodok terputus-putus dan semakin melemah. Sperma Andi juga Lira
rasakan mengalir keluar setiap Andi menyodokkan lagi penisnya. Setelah
benar-benar selesai, Andi pun ambruk menindih Lira. Andi terdiam sesaat
di atas buah dada idamannya itu merasakan betapa nikmat persetubuhannya
dengan Lira.

Lira mengusap lembut kepala Andi penuh kehangatan.
“Puas Ndi…?”
Andi hanya mengangguk. Badannya terasa lemas. Lira tersenyum bahagia
mendapatkan jawaban Andi. Paling tidak, tekadnya membuat Andi merasakan
kenikmatan tertinggi berhasil ia lakukannya.
“Lir, nikmatnya benar-benar ngga ada yang nyamain…”
“Kamu juga hebat Ndi. Baru kali ini aku ngerasain orgasme….”

Keduanya pun duduk berdampingan di sisi ranjang. Lira merebahkan
kepalanya di pundak Andi. Sambil membakar rokok, Andi merangkul Lira.
Keduanya hanya bisa terdiam dan sama-sama tidak percaya apa yang baru
saja terjadi di antara mereka.

Lira masih tidak percaya ia telah melakukan hubungan seks dengan Andi,
pacar Lina, teman satu angkatannya. Meski ia memang sudah kagum pada
Andi sejak pertama berkenalan, tapi akhirnya sampai berhubungan intim
dengan Andi, adalah sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Andi, walaupun ia juga tertarik pada Lira diawali oleh ketertarikan
fisik, tetap saja apa yang baru saja ia alami benar-benar di luar
dugaannya. Apalagi Lira seperti menyambut keinginan terpendam Andi itu
yang sebetulnya ia simpan dalam-dalam. Ia kenal Boy dan tahu bagaimana
Boy selalu menerima sarannya dalam hal aktifitas di kampus. Ia juga
tahu Boy sangat menghormatinya terutama sebagai senior meski beda
fakultas.

Dalam diamnya, Lira tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya Lina
yang terkenal emosional di kampus. Serupa dengan Lira, Andi juga sulit
membayangkan apa yang akan terjadi pada Boy jika ia tahu apa yang
dilakukannya dengan Lira. Boy memang pendiam dan tenang, tapi Andi tahu
Boy adalah orang yang keras.

Andi mengeratkan rangkulannya pada Lira. Lira pun membalasnya diikuti
kecupan di bibir. Tapi Andi tak membalasnya yang membuat Lira bingung.
“Kenapa…?”
Andi menggeleng sambil tersenyum dan mengecup kening Lira dan mendekap Lira lebih dalam.
“Yuk ke kampus…,” ajak Andi sambil melepas pelukannya.

Lira mengangguk sambil tersenyum. Berpakaian, kedua lantas keluar kamar
bersikap biasa. Andi lebih dulu menuju motornya di lantai bawah.
“Bareng aja…,” sahut Andi.
“Oke!”

Waktu saat itu menunjukkan pukul 4.15 sore. Keduanya tak sadar telah
dua jam bercumbu dan berhubungan intim. Kalau sesuai janji, Andi
sebetulnya sudah terlambat. Dan memang benar, saat tiba di kampus FH,
anak-anak yang rapat sudah duduk-duduk di koridor kampus.
“Bareng Lira?” Tanya Lina tanpa curiga.
“Iya, tadi ketemu di jalan, ya sekalian aja.”
“Tunggu bentar ya, 10 menit lagi.”
“Oke, aku tunggu di sini ya.”

Di tempatnya duduk, Andi melihat Lira berdiri di samping Boy. Boy masih
sibuk membahas beberapa masalah dengan teman-temannya. Lira pun melirik
ke arah Andi dan memberikan sebuah senyum yang manis. Keduanya memang
harus kembali bersikap normal, tapi di hati kecil mereka, baik Andi dan
Lira sama-sama berharap kejadian yang mereka alami terulang lagi?